Tiga Ribu Warga Irak Direpatriasi dari Perbatasan Belarusia-Polandia

Lebih dari 3.350 warga Irak terjebak di perbatasan Belarusia-Polandia direpatriasi

AP/Oksana Manchuk/BelTA
Para migran berkumpul di depan pagar kawat berduri dan tentara Polandia di pos pemeriksaan Kuznitsa di perbatasan Belarus-Polandia dekat Grodno, Belarus, pada Senin, 15 November 2021. Lebih dari 3.350 warga Irak terjebak di perbatasan Belarusia-Polandia direpatriasi.
Rep: Kamran Dikarma Red: Christiyaningsih

REPUBLIKA.CO.ID, BAGHDAD – Lebih dari 3.350 warga Irak yang terjebak di perbatasan Belarusia-Polandia telah direpatriasi. Mereka gagal mewujudkan impiannya memulai kehidupan baru di Eropa.

“Sejauh ini kami telah membawa 3.556 orang kembali ke Irak,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Irak Ahmed al-Sahaf kepada awak media pada Ahad (12/12), dikutip laman Yeni Safak.

Menurut dia, saat ini kantor konsulat Irak terus memberikan pelayanan kepada warga yang masih tersebar di beberapa negara Eropa. “Layanan konsuler Irak mengeluarkan total 383 paspor untuk orang-orang yang kehilangan dokumen mereka dan berada di wilayah Belarusia, Lithuania, Latvia, atau Polandia,” ucapnya.

Ribuan warga Irak termasuk dalam kelompok migran yang terjebak di perbatasan Belarusia-Polandia. Mereka melarikan diri dari negara masing-masing dengan maksud memulai kehidupan baru di Eropa. Alih-alih terwujud, para migran itu justru tak bisa beringsut dari perbatasan Belarusia-Polandia.

Pasukan keamanan Polandia yang menjaga perbatasan mencegah para migran memasuki wilayah mereka. Tindakan represif diambil agar para migran tetap menjauh dari pagar perbatasan. Sementara di sisi lain, pasukan Belarusia pun terus mendorong mereka agar tetap mendekat ke perbatasan Polandia.

Situasi di sana sempat menjadi sorotan dunia internasional. Organisasi hak asasi manusia (HAM) Human Rights Watch (HRW) mengatakan Belarusia dan Polandia telah melakukan pelanggaran HAM serius dalam menangani krisis migran yang terjadi di perbatasan kedua negara.

HRW mengungkapkan, mereka telah melakukan wawancara mendalam dengan 19 migran yang mengalami aksi kekerasan di perbatasan Belarusia-Polandia. Pelakunya adalah pasukan atau polisi dari kedua negara tersebut. Para migran mengaku menerima aksi kekerasan dan perlakuan tak manusiawi dari pasukan Belarusia. Sementara saat mendekat ke perbatasan Polandia, mereka didorong mundur, terkadang dengan kekerasan, oleh personel penjaga perbatasan negara tersebut.

Menurut HRW, dalam beberapa kasus perlakuan keras tersebut mungkin berupa penyiksaan. “Sementara Belarusia membuat situasi ini tanpa memperhatikan konsekuensi manusia, Polandia berbagi tanggung jawab atas penderitaan akut di daerah perbatasan,” kata peneliti senior HRW untuk Eropa dan Asia Tengah, Lydia Gall, pada 24 November lalu.

HRW menegaskan apa yang sedang berlangsung di perbatasan Belarusia-Polandia melanggar hak atas suaka di bawah undang-undang Uni Eropa. HRW mendesak Uni Eropa mulai menunjukkan solidaritas kepada para migran di perbatasan yang menderita dan sekarat. Sejumlah politisi Barat menuding Presiden Belarusia Alexander Lukashenko menggunakan migran dan pencari suaka sebagai "senjata" untuk membalas dendam terhadap sanksi Uni Eropa.

Baca Juga


sumber : AP
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler