Apindo Kecam dan Ancam Anies Soal Revisi UMP 2020, Buruh 'Pasang Badan'
Keputusan Anies Baswedan merevisi kenaikan UMP Jakarta 2020 timbulkan pro kontra.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Langkah Gubernur DKI Jakarta, Anies Rasyid Baswedan, merevisi kenaikan upah minimun provinsi (UMP) DKI Jakarta menjadi 5,1 persen, menimbulkan pro dan kontra. Kalangan buruh memuji Anies Baswedan karena menilai kebijakan itu memenuhi rasa keadilan. Sementara kalangan pengusaha, mengecam dan bahkan meminta pemerintah pusat memberikan sanksi kepada Anies Baswedan.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Hariyadi B Sukamdani, mengancam akan melaporkan Anies Baswedan ke PTUN jika revisi UMP DKI 2020 tidak dibatalkan. "Mengenai itu kami menunggu pergub nya, kami akan mengadukan (Anies) tapi jika tidak ada dasarnya (Pergub revisi) ya untuk apa," kata Heriyadi di Jakarta, Senin (20/12).
Ditanya apakah ajakan Wakil Gubernur DKI Jakarta, Ahmad Riza Patria, untuk mengutamakan musyawarah soal pelaporan itu, Heriyadi menampiknya. Sebab, langkah Pemprov DKI yang mengambil keputusan merevisi UMP sepihak, dinilai dia juga tidak berdasarkan musyawarah. "Sebetulnya tidak ada diskusi lagi, orang sudah diputus pada 21 november lalu. Dan pada PP No.36 itu tidak ada perubahan, kalau sudah diputuskan ya sudah," jelasnya.
Selain itu, Hariyadi juga meminta Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) agar memberi sanksi kepada Gubernur DKI Jakarta. Hariyadi menilai, Anies telah melawan hukum soal pengupahan dengan merevisi kenaikan upah minimum provinsi (UMP) 2022 DKI Jakarta menjadi 5,1 persen dari sebelumnya 0,85 persen."Karena hal itu berpotensi menimbulkan iklim tidak kondusif," tegasnya.
Dia menambahkan, dengan adanya revisi dari Anies itu, upaya untuk mengimplementasikan jaring pengaman sosial (JPS) bagi pekerja pemula tanpa pengalaman sulit dilakukan. Khususnya, ketika struktur skala upah di DKI semakin tidak jelas dengan JPS yang terabaikan.
"Karenanya, kami meminta Kemenaker untuk memberikan sanksi kepada kepala daerah yang telah melawan hukum regulasi," jelasnya.
Tak hanya itu, Apindo juga meminta menteri dalam negeri memberikan pembinaan dan sanksi kepada kepala daerah yang melanggar, termasuk Anies. Utamanya, karena telah melemahkan sistem pemerintahan. "Sebagaimana amanat UU No.23 Tahun 2014 pasal 272, Pemerintah Pusat melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap Pemerintah Daerah," ucap Heriyadi.
Lebih jauh, dengan adanya keputusan Anies untuk merevisi besaran nilai UMP pada 2022, pihak Apindo, mengimbau perusahaan di Jakarta mengabaikannya. Hal itu, kata dia sembari menunggu keputusan PTUN yang berkekuatan hukum tetap.
"Namun, tetap mengikuti Kepgub DKI Jakarta No. 1395 Tahun 2021 pada 19 November lalu, di mana kenaikan UMP 0,85 persen," katanya.
Menanggapi desakan dari kalangan pengusaha, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) akan berkoordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk memastikan apakah Anies Baswedan telah melanggar aturan atau tidak terkait revisi kenaikan UMP DKI Jakarta 2022.
Baca juga : Apindo Minta Pemerintah Pusat Sanksi Anies, Ini Respons Kemenaker
"Pada prinsipnya, kami akan mengkoordinasikan hal-hal yang bertentang dengan kebijakan dengan Kemendagri," kata Kepala Biro Humas Kemenaker Chairul Fadhly Harahap ketika ditanya sanksi untuk Anies.
Sanksi terhadap Anies, kata dia, akan diberikan Kemendagri. Sebab, semua hal yang menyangkut pemerintah daerah berada di bawah kewenangan Kemendagri. Bentuk sanksinya diatur dalam UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
UU Nomor 23 Tahun 2014 mengatur, gubernur yang tak menjalankan program strategis nasional dapat dijatuhi sanksi berupa teguran tertulis, pemberhentian sementara, dan pemberhentian permanen.
Chairul menjelaskan, penetapan UMP 2022 memang merupakan program strategis nasional. Dalam prosesnya, penetapan UMP 2022 harus mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 tahun 2021 tentang Pengupahan.
Menurut Chairul, Gubernur Anies telah melanggar PP tersebut dalam menetapkan UMP DKI 2022. Untuk diketahui, jika mengacu pada formula dalam PP 36, UMP DKI hanya naik 0,85 persen, bukan 5,1 persen.
Baca juga : Jika Manusia Menuntut Upah dari Amal Perbuatan dan Ibadahnya
"Dalam pelaksanaanya dia (Anies) mungkin tidak sesuai dengan PP 36," kata Chairul kepada Republika.co.id, Ahad (20/12).
Seperti diketahui, pada Sabtu, 18 Desember, Anies mengubah besaran kenaikan UMP 2022 sebesar 5,1 persen atau Rp 225.667. Sehingga besaran UMP 2022 menjadi Rp 4.641.854.
Terjadi kenaikan upah cukup signifikan dibandingkan keputusan Anies sebelumnya. Pada 22 November, Anies menetapkan kenaikan UMP 2022 sebesar 0,85 persen atau Rp 37.748 saja. Kenaikkan 0,85 persen inilah yang sesuai dengan formula PP 36.
Anies dibela kelompok buruh
Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) mengecam rencana Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) untuk menggugat Gubernur Anies Baswedan terkait kenaikan upah minimum provinsi (UMP) DKI sebesar 5,1 persen. Presiden KSPI Said Iqbal menyebut, rencana Apindo itu bakal membuat buruh marah dan turun ke jalan secara masif.
"KSPI dan buruh Indonesia menyesalkan dan mengecam rencana Apindo menggugat surat keputusan (SK) Gubernur tentang upah minimum tahun 2022 ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Karena, rencana itu akan menimbulkan eskalasi aksi buruh yang meluas tidak hanya di DKI, tapi di seluruh Indonesia," kata Said dalam konferensi pers daring, Senin (20/12).
Menurut Said, langkah Anies merevisi kenaikan UMP menjadi 5,1 persen dari sebelumnya 0,85 persen sudah tepat. Sebab, keputusan itu dibuat dengan turut mempertimbangkan proyeksi pertumbuhan ekonomi nasional 2022 sebesar 4-5 persen.
"Agar pertumbuhan ekonomi itu bisa dinikmati rakyatnya, maka Gubernur Anies menyesuaikan kenaikan UMP jadi 5,1 persen," ungkap Said.
Tak hanya itu saja, KSPI juga mendesak Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan Banten meniru langkah Gubernur DKI Jakarta merevisi kenaikan UMP 2022. "Kami minta dengan hormat kepada Gubernur Jawa Barat dan Gubernur Banten untuk menaikkan UMK, bukan UMP," kata Ketua KSPI Said Iqbal.
Baca juga : Wagub DKI: Kenaikan UMP Disetujui Pengusaha
Said meminta Ridwan Kamil menaikkan UMK karena 15 dari total 27 kabupaten/kota di Jawa Barat telah mengajukan nilai UMK 2022. Dia mengeklaim, pemimpin 15 kabupaten/kota itu mengajukan kenaikan UMK dengan rata-rata 5-6 persen.
Said lantas mengingatkan agar Ridwan Kamil tak lagi bermain politik dalam menetapkan besaran upah 2022. Sebab, Said menilai Ridwan Kamil menaikkan UMP sesuai ketentuan pemerintah pusat hanya demi mendapatkan dukungan untuk jadi calon presiden.
"Gubernur Jawa Barat jangan berpolitik demi mendapatkan dukungan partai politik nasional untuk dapat tiket calon presiden dan untuk dapat pencitraan dari pemerintah pusat. (Di lain sisi), hak-hak buruh secara ekonomi dan kesejahteraan diabaikan," ujar Said.
Hal senada juga disampaikan KSPI Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang meminta Sri Sultan Hamengku Buwono X selaku Gubernur DIY untuk merevisi Upah Minimum Provinsi (UMP) dan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) tahun 2022.
"DIY sebagai daerah istimewa layaknya daerah khusus ibukota, akan sangat baik bagi warganya jika Gubernur DIY mengikuti langkah Gubernur DKI yaitu merevisi besaran UMP dan UMK DIY 2022," kata Ketua KSPSI DIY, Irsad Ade Irawan saat dikonfirmasi Republika.co.id, Senin (20/12).
Irsad menyebut, sudah sewajarnya revisi UMP dan UMK ini dilakukan oleh Pemerintah Daerah (Pemda) DIY. Mengingat, Mahkamah Agung (MK) juga telah memutuskan bahwa UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja sebagai dasar penetapan UMP/UMK bertentangan dengan UUD 1945.
"MK sudah memutuskan bahwa UU Ciptaker inkonstitusional (tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat), maka sudah sewajarnya jika Gubernur DIY merevisi UMP dan UMK yang didasarkan pada UU yang bertentangan dengan UUD 1945," ujarnya.
Selain inkonstitusional, kata Irsad, besaran UMP dan UMK DIY juga terlalu rendah. Bahkan, UMP dan UMK DIY tidak memenuhi kebutuhan hidup layak pekerja."Sehingga, menghambat buruh di DIY untuk dapat hidup secara layak," jelas Irsad.
Baca juga : Sidang Herry Wirawan Berlangsung di PN Bandung, Kajati Turun Tangan
Irsad menuturkan, dengan direvisinya UMP dan UMK DIY tahun 2022, tidak akan ada masalah bagi Sultan. Pasalnya, Gubernur DIY sendiri tidak dipilih melalui pilkada dan posisi Sultan sebagai gubernur juga aman karena tidak akan menerima sanksi berupa penonaktifan sebagai kepala daerah.
Ia juga menegaskan agar revisi UMP/UMK tidak menggunakan PP Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan. Pihaknya mengapresiasi dilakukannya revisi UMP oleh Gubernur DKI Jakarta.
"Kami mengapresiasi Gubernur DKI yang memahami putusan MK dan upah layak bagi buruh, sehingga tidak menggunakan PP 36/2021 dalam menetapkan UMP DKI 2022," tambahnya.