Dugaan Korupsi Satelit, Kejagung Belum akan Panggil Eks Menhan

Kejagung belum akan panggil eks Menhan Ryamizard terkait dugaan korupsi satelit

Bambang Noroyono
Jampidsus Febrie Adriansyah
Rep: Febrianto Adi Saputro Red: Bayu Hermawan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus), Febrie Ardiansyah, mengatakan bahwa Kejaksaan Agung belum akan memanggil Mantan Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu terkait kasus dugaan korupsi proyek pengadaan satelit Slot Orbit Bujur Timur 123 di Kementerian Pertahanan (Kemenhan) di tahun 2015. Febrie mengatakan sampai saat ini kasus tersebut masih dalam proses penyidikan.

Baca Juga


"Ya belum sampai situ," kata Febrie di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (17/1).

Febrie mengatakan Kejagung telah memeriksa 11 saksi. Saksi-saksi tersebut terdiri dari beberapa orang di Kementerian dan pihak swasta. Penyidik juga masih akan memanggil beberapa pihak lain.

"Enggak lah jauh betul (terkait pemanggilan eks Menhan), itu kan masih kita lihat materilnya sekarang, materilnya kita lihat," ujarnya.

"Yang jelas ini kan dalam kepentingan penyidikan, pengumpulan alat bukti, setelah itu baru digelar, baru tahapan siapa yang bertanggung jawab," ucapnya. 

Sebelumnya Menko Polhukam, Mahfud MD, mengaku baru mengetahui adanya kasus dugaan pelanggaran hukum di Kementerian Pertahanan setelah dirinya diangkat sebagai menteri. Ia mengatakan, pada awal pandemi Covid-19 ada laporan bahwa pemerintah harus hadir lagi ke sidang arbitrase di Singapura lantaran digugat oleh pihak Navayo untuk membayar kontrak dan barang yang telah diterima oleh Kemhan.

Mahfud menyebut, setelah mengetahui adanya permasalah itu, ia pun melakukan rapat dengan pihak-pihak terkait. Untuk diketahui, Navayo merupakan salah satu pihak yang telah menandatangani kontrak dengan Kemhan dalam pengelolaan satelit untuk slot orbit 123 Bujur Timur.

"Saya kemudian mengundang rapat pihak-pihak terkait sampai berkali-kali, tetapi ada yang aneh. Sepertinya ada yang menghambat untuk dibuka secara jelas masalahnya. Akhirnya, saya putuskan untuk minta BPKP melakukan Audit Tujuan Tertentu (ATT)," jelas dia.

Hasilnya, sambung Mahfud, ternyata ada pelanggaran peraturan perundang-undangan. Hal ini, jelas dia, membuat negara telah dan bahkan bisa terus dirugikan. Sehingga ia memutuskan untuk segera berhenti melakukan rapat dan mengarahkan agar diproses secara hukum.

"Presiden juga meminta agar segera dibawa ke ranah peradilan pidana. Menkominfo setuju, Menkeu bersemangat. Menhan Prabowo dan Panglima TNI Andika juga tegas mengatakan bahwa ini harus dipidanakan," ungkap Mahfud.

"Bahkan Menhan dan Panglima TNI tegas mengatakan tidak boleh ada pengistimewaan kepada korupsi dari institusi apapun, semua harus tunduk pada hukum. Saya berbicara dengan Jaksa Agung yang ternyata juga menyatakan kesiapannya dengan mantap untuk mengusut kasus ini. Jadi, mari bersama-sama kita cermati dengan seksama pengusutan kasus ini," tambahnya menjelaskan. 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler