Kasus Dugaan Pungli SMA 22 Bandung Dilimpahkan ke Inspektorat Jabar

Kasus dugaan pungli ini berawal dari pengaduan orang tua murid kepada Saber Pungli.

ANTARA FOTO
Pungli di Sekolah (ilustrasi)
Rep: Arie Lukihardianti Red: Agus Yulianto

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Kasus dugaan pungutan liar (pungli) terkait mutasi siswa yang diduga dilakukan Kepala Sekolah (Kepsek) dan Wakasek Bidang Humas SMAN 22 Bandung, terus bergulir. Pada Senin (18/1), sudah dilakukan gelar perkara kasus ini bersama inspektorat Jabar. Hasilnya, kasus ini dilimpahkan ke Inspektorat Jabar. 

Baca Juga


"Sudah gelar yustisi (gelar perkara). Hasilnya, dilimpahkan ke Inspektorat Jabar untuk dilakukan audit khusus. Nanti digelar (perkara) lagi (oleh Inspektorat Jabar). Jadi menyeluruh (baik dugaan pidana, adiministratif, maupun kode etik ASN)," ujar Kepala Bidang Data dan Informasi (Kabid Datin) Satgas Sapu Bersih (Saber) Pungli, Jabar Yudi Ahadiat,  kepada Republika, Selasa (18/1).

Menurut Yudi, Inspektorat Jabar akan terus mendalami kasus ini melalui audit khusus. "Jadi sekarang tinggal nunggu  dari inspektoratnya bagaimana. Sanksi yang diberikan juga seperti apa," katanya.

Yudi menjelaskan, kasus dugaan pungli ini berawal dari pengaduan orang tua murid kepada Saber Pungli. Pengaduan itu terkait dengan mutasi kepindahan anaknya dari luar Kota Bandung dalam hal ini dari Jakarta. 

"Mutasi ini, dimintai uang sebesar Rp 20 juta awalnya. Kemudian yang bersangkutan nego turun jadi Rp 15 juta, nego lagi jadi Rp 10 juta. Siapa pelakunya yang meminta? Pelakunya Wakasek bidang humas atas perintah dan pengetahuan Kepsek," paparnya.

Setelah yang orang tua tersebut mengadu ke Saber Pungli, kata dia, maka Saber Pungli mengeluarkan surat perintah untuk melakukan pemeriksaan tentang kebenaran pengaduan itu. Keluarlah, surat perintah dari tanggal 13 sampai 15 Januari 2022. 

"Setelah dilakukan pemeriksaan ke SMA 22, ternyata bukan hanya 1 orang saja yag dimintai. Namun, ada dua orang mutasi jadi jumlahnya total ada 3. Didapatlah uang di sana ada sebesar Rp 30 juta bahwa yang bersangkutan bayar," katanya.

Menurut Yudi, terkait pembayaran ini, apa pun alasannya tidak dibenarkan mutasi ada permintaan uang apa pun alasannya. Hal ini, Berdasarkan Pergub 29/2021 tentang juklak juknis PPDB, bahwa mutasi itu tidak dikenakan biaya. Juga ada, di dalam SOP nya. 

"Di Pergub disebutkan tidak dipungut biaya administrasi atau apa pun untuk biaya mutasi. Jika terjadi maka akan dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan yg berlaku. Nah, kasus SMA 22 ini sanksinya apa? Belum muncul karena harus digelar perkara dulu," katanya. 

Yudi memohon dengan sangat di Jabar tak ada lagi pungutan karena sudah ada Pergubnya. Jadi, seharusnya sudah tak ada lagi kasus seperti ini. 

"Dan mohon sekolah tak mengadakan kegiatan yang tak urgent karena kegiatan itu perlu biaya, seperti wisata, perpisahan karena musim pandemi juga berbahaya," katanya.

Semua sekolah, kata dia, harus melihat kondisi orang tua jangan membebankan iuran siswa. Akibat pandemi, masih ada yang tak bekerja dan pengangguran. 

"Untuk sekolah tidak ada lagi yang namanya loket karen kan tidak ada iuran. Yang ada sumbangan tanggung jawab ke komite. Komite juga harus pilih-pilih kegiatannya," katanya.

Terkait pernyataan FAGI Jabar yang menilai, mutasi siswa dengan meminta sumbangan sudah lama dilakukan sekolah, Yudi meminta, agar FAGI Jabar menunjukkan sekolah yang mana dengan data akurat.

"Tapi jangan nuduh-nuduh, ayo kita sama-sama berantas Pungli. Jangan sampai suudzon. Kalau ada temuan, laporkan akan kita tindak lanjuti dengan segera," katanya. 

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
 
Berita Terpopuler