Parlemen Prancis Resmi Kecam Genosida China Terhadap Muslim Uighur
Resolusi tidak mengikat ini diusulkan oposisi sosialis dan didukung partai Macron.
REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Majelis rendah parlemen Prancis mengadopsi resolusi yang mengecam genosida China terhadap penduduk Uighur, kelompok minoritas Muslim di wilayah Xinjiang, Kamis (20/1/2022). Resolusi tidak mengikat yang diusulkan oleh oposisi sosialis tetapi juga didukung oleh Partai Gerakan Emmanuel Macron tersebut diadopsi hampir dengan suara bulat hanya beberapa hari sebelum dimulainya Olimpiade Musim Dingin di Beijing, China.
Bunyi resolusi tersebut bahwa Majelis Nasional secara resmi mengakui kekerasan yang dilakukan oleh China terhadap Uighur sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan dan genosida. Resolusi ini juga menyerukan kepada pemerintah Prancis melakukan langkah-langkah yang diperlukan dalam komunitas internasional dan dalam kebijakan luar negerinya untuk menghentikan tindakan China.
"China adalah kekuatan besar. Kami mencintai orang-orang China. Tetapi kami menolak untuk tunduk pada propaganda rezim yang mengandalkan kepengecutan dan ketamakan kami untuk melakukan genosida di depan mata," kata ketua partai Sosialis Olivier Faure seperti dikutip dari laman Al Arabiya, Jumat (21/1/2022).
Dia menceritakan kesaksian kepada parlemen dari para penyintas Uighur yang menceritakan kondisi di dalam kamp-kamp internment di mana pria dan wanita tidak dapat berbaring di sel, menjadi sasaran pemerkosaan dan penyiksaan, serta transplantasi organ secara paksa.
Namun, China menyangkal genosida di Xinjiang. Negara tersebut juga menuding orang Uighur yang bersaksi di luar negeri tentang kondisi di dalam Xinjiang sebagai pembohong. Di lain pihak, China menolak permintaan berulangkali dari Komisi Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk Hak Asasi Manusia (HAM) untuk mengunjungi wilayah tersebut untuk melakukan penyelidikan. Amerika Serikat (AS) telah menjatuhkan sanksi pada daftar politisi dan perusahaan China yang terus bertambah terkait perlakuan terhadap Uighur, serta boikot diplomatik olimpiade musim dingin yang akan datang.