10 Kata dalam Alquran yang Kerap Disalahpahami Maknanya
Terdapat sejumlah kata dalam ayat Alquran yang banyak disalahpahami
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pusat Fatwa Internasional Al-Azhar Mesir menegaskan bahwa mempelajari Alquran dan merenungkan maknanya adalah salah satu ibadah terbesar.
Lembaga ini juga mncatat bahwa beberapa kata mungkin salah dipahami maknanya, maka Al-Azhar merangkum setidaknya terdapat 10 kata dalam Alquran yang cenderung dipahami salah.
Dilansir di Masrawy, Kamis (20/1), Al-Azhar menerbitkan pernyataan tersebut melaluil aman Facebook resminya. Berikut kata-kata yang sering disalahartikan:
Pertama, kata “pengampunan” («العفو» al-afwu) dalam firman Allah SWT surat Al Baqarah penggalan ayat 219:
وَيَسْأَلُونَكَ مَاذَا يُنْفِقُونَ قُلِ الْعَفْوَ
“Wa yas-alunaka maadza yunfiquna qulil-afwa.” Yang artinya, “Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: "Yang lebih dari keperluan.”
Barangkali terdapat beberapa orang yang mengartikan kata al-afwa sebagai ‘maaf’, tapi sesungguhnya kata tersebut bermakna tambahan yang melimpah dari kebutuhan dan kaitannya dengan rezeki dan sedekah.
Kedua, kata “membuat” (yasyri) sebagaimana termaktub dalam Alquran Surah Al-Baqarah penggalan ayat 207, “Wa minannasi man yasyri nafsahu-btighaa-a mardhatillahi.” Yang artinya, “Dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena mencari keridhaan Allah.”
Yang bukan berarti maknanya adalah “ia membeli”, melainkan berarti ia menjual dirinya dan memberikannya demi mencapai keridhaan Allah SWT.
Ketiga, Allah SWT memberi perumpamaan bagi orang-orang munafik, bahwa mereka seperti orang-orang yang berjalan di bawah cahaya kilat. Hal ini sebagaimana firman Allah dalam Alquran surat Al Baqarah penggalan ayat 20:
يَكَادُ الْبَرْقُ يَخْطَفُ أَبْصَارَهُمْ كُلَّمَا أَضَاءَ لَهُمْ مَشَوْا فِيهِ وَإِذَا أَظْلَمَ عَلَيْهِمْ قَامُوا
“Yakaadul-barqu yakhthafu abshaarahum kullama adhaa-a lahum masyau fihi wa idza azhlama alaihim qaamuu.”
Yang artinya, “Hampir-hampir kilat itu menyambar penglihatan mereka. Setiap kali kilat itu menyinari mereka, mereka berjalan di bawah sinar itu, dan bila gelap menimpa mereka, mereka berhenti.”
Dan dalam kalimat “berhenti” (qaamuu) ini memiliki arti didirikan dan menetap di tempat mereka, bukan dalam arti bahwa mereka berdiri.
Baca juga: Mualaf Erik Riyanto, Kalimat Tahlil yang Getarkan Hati Sang Pemurtad
Keempat, dan ketika Alquran berbicara tentang keputusan bersama pasangan dalam beberapa masalah keluarga. Allah berfirman dalam Alquran surat Al Baqarah penggalan ayat 233:
فَإِنْ أَرَادَا فِصَالًا عَنْ تَرَاضٍ مِنْهُمَا وَتَشَاوُرٍ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا
“Fa-in araada fishaalan an taraadhin minhumaa watasyaawurin falaa junaaha alaihima.” Yang artinya, “Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya.”
Bukanlah kata “Al-Fishaalan” (menyapih) dimaknai sebagai perceraian atau perpisahan, melainkan berarti menyapih bayi.
Kelima, Allah SWT berbicara tentang beberapa karakteristik orang-orang munafik, dan mengatakan tentang mereka وَلكِنَّهُمْ قَوْمٌ يَفْرَقُونَ “Walakinnahum qaumun yafraqun.”
Yang artinya, “Tapi mereka adalah orang-orang yang terpisah.” Kata “Al-farq” dalam kalimat tersebut bermakna ketakutan terhadap sesuatu.
Keenam, Allah SWT menyebutkan kisah tiga sahabat yang tinggal di belakang dari Pertempuran Tabuk dengan Nabi SAW. Hal ini termaktub dalam Surat At Taubah penggalan ayat 118:
وَعَلَى الثَّلَاثَةِ الَّذِينَ خُلِّفُوا “Wa alatsalatsati-lladzina kullifuu.” Yang artinya, “Dan terhadap tiga orang yang ditangguhkan (penerimaan taubat) mereka.”
Yang dimaksud adalah mereka gagal menerima permintaan maaf dan pertaubatan mereka, bukan karena mereka gagal melakukannya.
Ketujuh, Allah SWT berfirman dalam surat Al Anbiya ayat 96:
حَتَّىٰ إِذَا فُتِحَتْ يَأْجُوجُ وَمَأْجُوجُ وَهُمْ مِنْ كُلِّ حَدَبٍ يَنْسِلُونَ “Hatta idza futihat ya’juj wa ma’juj wa hum min kulli hadabin yansilun.”
Yang artinya, “Hingga apabila dibukakan (tembok) Ya’juj dan Ma’juj, dan mereka turun dengan cepat dari seluruh tempat yang tinggi.”
Kata turun dari keturunan itu bukan dalam arti memperbanyak, melainkan dalam arti mempercepat.
Kedelapan, kata “Jaabuu,”. Allah SWT berfirman dalam Alquran Surat Al Fajr ayat 9:
وَثَمُودَ الَّذِينَ جَابُوا الصَّخْرَ بِالْوَادِ
“Wa tsamudalladzina jaabuu as-shakra bil-waad.” Yang artinya, “Dan kaum Tsamud yang memotong batu-batu besar di lembah.”
Artinya mereka memotong dan mengukir batu, bukan berarti mereka yang membawanya.
Kesembilan, kata “adzinat” dalam firman Allah dalam Surat Al Insyiqaq ayat 5:
وَأَذِنَتْ لِرَبِّهَا وَحُقَّتْ “Wa adzinat lirabbiha wa huqqat.” Yang artinya: “Dan patuh kepada Tuhannya, dan sudah semestinya bumi itu patuh (pada waktu itu manusia akan mengetahui akibat perbuatannya),”.
Yakni bermakna, “Saya dengar, saya patuhi.” Dan itu bukan dari izin dalam arti mengizinkan dan mengizinkan.
Baca juga: Mualaf Syavina, Ajakan Murtad Saat Berislam dan Ekonomi Jatuh
Kesepuluh, dan kata “Al-Umm” dalam firman Allah Surat Al Qariah ayat 8:
وَأَمَّا مَنْ خَفَّتْ مَوَازِينُهُ
“Wa amma man khaffat mawaazinuhu” Yang artinya, “Dan adapun orang-orang yang ringan timbangan (kebaikan)-nya.” Artinya bagian depan kepala manusia, bukan ibunya yang melahirkannya.
Sumber: masrawy