Polri Sudah Periksa 38 Saksi Dugaan Ujaran Kebencian Edy Mulyadi
Penyidik Dirtipid Siber melakukan pemeriksaan maraton di sejumlah tempat dan kota.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penyidik Direktorat Tindak Pidana (Dirtipid) Siber Mabes Polri melanjutkan pemeriksaan saksi-saksi terkait kasus dugaan ujaran kebencian yang dilakukan pegiat politik di media sosial (medsos) Edy Mulyadi. Hingga Kamis (27/1/2022), tim kepolisian sudah memeriksa total 38 saksi dan ahli.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Humas Mabes Polri Brigadir Jenderal Ahmad Ramadhan mengatakan, tim penyidik di Bareskrim Polri memeriksa sebanyak 18 orang saksi, dan ahli pada Kamis hari ini. Ia mengatakan, penyidik Dirtipid Siber melakukan pemeriksaan maraton di sejumlah tempat dan kota.
“Di Kalimantan Timur, 10 orang saksi yang diperiksa. Pemeriksaan dua orang saksi juga dilakukan di Jawa Tengah. Di Bareskrim Polri, Jakarta, diperiksa tiga orang saksi, dan tiga ahli,” kata Ramadhan, di Mabes Polri, Jakarta.
Ramadhan mengatakan, para ahli tersebut dimintakan keterangan dari berbagai kalangan dan latar belakang. “Ada ahli hukum pidana, ahli bahasa, ahli sosiologi, dan ahli ITE,” kata Ramadhan.
Ramadhan mengatakan, pemeriksaan Edy Mulyadi akan dilakukan pada Jumat (28/1/2022) mulai pukul 10.00 WIB. Edy Mulyadi dijadwalkan menjalani pemeriksaan di Bareskrim Polri, Jakarta.
“Penyidik sudah menyerahkan langsung surat pemanggilan terhadap saudara EM, dan yang bersangkutan bersedia untuk diperiksa,” ujar Ramadhan.
Kasus yang menyeret Edy Mulyadi ini berawal dari komentar terbuka tentang penolakan pemindahan ibu kota negara, dari Jakarta, ke Kalimantan Timur (Kaltim). Dalam video yang tersebar di medsos, Edy Mulyadi mengucapkan kalimat-kalimat penolakan yang dinilai menghina masyarakat di Kalimantan.
Edy Mulyadi menyebut wilayah ibu kota baru tersebut, sebagai daerah yang tak layak dihuni oleh kalangan manusia, dengan menyebut daerah ibu kota baru, sebagai tempat ‘jin buang anak’. Edy Mulyadi juga menyebut wilayah ibu kota baru itu, sebagai pasar yang dihuni makhluk-makhluk gaib.
“Kalau pasarnya kuntilanak, genderuwo, ngapain ngebangun di sana (Kalimantan),” kata Edy Mulyadi.
Atas ucapannya itu, masyarakat adat di Kalimantan melayangkan protes dan ultimatum terbuka. Bahkan, masyarakat Kalimantan melakukan pelaporan tindak pidana ke kepolisian di sejumlah daerah, termasuk di Jakarta.
Dalam pelaporan tersebut, masyarakat Kalimantan menilai Edy Mulyadi melakukan penghinaan terhadap masyarakat di Kalimantan. “Terkait pelaporan terhadap EM, ada sejumlah tiga pelaporan yang dilakukan, 16 pengaduan, dan 18 pernyataan sikap dari berbagai elemen yang menolak pernyataan tersebut (EM),” ujar Ramadhan.
Pada kanal medsosnya, Edy Mulyadi sudah menyatakan permintaan maaf kepada masyarakat di Kalimantan. Akan tetapi, Ramadhan menambahkan proses hukum atas pelaporan dari masyarakat tersebut, tetap akan dilakukan.
Ramadhan mengatakan, Polri meminta masyarakat untuk percaya atas proses penegakan hukum tersebut. “Kami, dari Polri meminta masyarakat untuk tetap tenang, dan mempercayakan kasus ini dapat ditangani oleh Polri,” ujar dia.