Purwokerto Catat Inflasi Bulanan Lebih Tinggi dari Jateng dan Nasional
Inflasi terutama bersumber dari peningkatan harga pada kelompok makanan.
REPUBLIKA.CO.ID,PURWOKERTO -- Purwokerto tercatat mengalami inflasi sebesar 0,67 persen (mtm) pada Januari 2022, lebih rendah dibandingkan inflasi Desember 2021 yang sebesar 0,74 persen (mtm). Secara umum, Purwokerto mengalami inflasi bulanan yang lebih tinggi dibandingkan inflasi Jawa Tengah dan Nasional yang masing-masing tercatat sebesar 0,43 persen (mtm) dan 0,56 persen (mtm).
Kepala Perwakilan Bank Indonesia Purwokerto, Rony Hartawan menjelaskan, inflasi terutama bersumber dari peningkatan harga pada kelompok makanan, minuman dan tembakau dengan andil sebesar 0,36 persen (mtm).
"Dilihat dari komoditasnya, yang menjadi penyumbang inflasi terbesar pada periode ini adalah komoditas bahan bakar rumah tanga, beras, daging ayam ras, minyak goreng dan rokok kretek filter," ujar Rony Hartawan, Kamis (3/2).
Di sisi lain, tekanan inflasi yang lebih tinggi tertahan oleh deflasi pada kelompok Informasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan. Kelompok ini mengalami deflasi sebesar -0,11 persen (mtm) dan memberikan andil sebesar -0,01 persen (mtm) yang utamanya bersumber dari penurunan biaya administrasi transfer uang seiring dengan implementasi kebijakan Bl Fast Payment (BI-FAST).
Ditinjau berdasarkan andil komoditasnya, komoditas cabai merah, telur ayam ras, cabai rawit dan cabai hijau menjadi 5 (lima) komoditas yang memilki andil deflasi terbesar pada bulan Januari 2022.
Adapun secara tahunan, Purwokerto tercatat mengalami inflasi sebesar 2,51 persen (yoy) pada bulan Januari 2022. "Capaian inflasi tersebut lebih tinggi dibandingkan rata-rata historis inflasi Januari tahun 2019 s.d 2021 yang sebesar 1,89 persen (yoy) dan berada di dalam rentang sasaran inflasi nasional 2022 sebesar 3±1 persen (yoy),"kata Rony.
Rony menambahkan, Bank Indonesia tetap konsisten menjaga inflasi di kisaran sasarannya sebesar 3±1 persen (yoy) pada 2022. Adapun risiko yang dapat mempengaruhi pencapaian inflasi ke depan antara lain meningkatnya permintaan domestik sejalan dengan arah pemulihan ekonomi nasional serta dampak inflasi dari kenaikan permintaan dan harga barang di luar negeri (imported inflation).
"Dalam hal ini koordinasi antara Bank Indonesia, Pemerintah Daerah, dan pihak terkait lainnya akan terus dilakukan sebagai upaya untuk menjamin ketersediaan pasokan, kelancaran distribusi, dan keterjangkauan harga khususnya untuk bahan kebutuhan pokok," kata Rony.