Kanker Serviks Penyebab Kematian Tertinggi No 2 Perempuan Indonesia
Kanker serviks dapat dicegah dengan pemberian vaksin HPV.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kanker serviks menjadi penyebab kematian tertinggi nomor dua pada perempuan di Indonesia. Bahkan, menurut data Globocan, terdapat 36.633 kasus kanker serviks di Indonesia.
Angka itu setara dengan 17,2 persen dari total kejadian kanker di Indonesia. Kanker yang juga disebut kanker leher rahim itu dapat dicegah salah satunya dengan pemberian vaksin human papillomavirus (HPV), utamanya pada anak kelas lima sekolah dasar (SD).
Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin menjelaskan, tingginya kematian akibat kanker salah satunya disebabkan oleh deteksi dini masih rendah. Cakupan screening kanker leher rahim baru 8,29 persen.
"Kejadian dan kematian kanker leher rahim dapat dicegah dengan beberapa cara, di antaranya dengan melakukan imunisasi dengan human papillomavirus (HPV) dan deteksi dini," ujarnya dalam webinar "Hari Kanker Sedunia 2022 Ayo Cegah Kanker Serviks dengan Vaksinasi HPV dan Deteksi Dini Sekarang Juga", Jumat (4/2/2022).
Berdasarkan rekomendasi dari Komite Penasehat Ahli Imunisasi Nasional (Indonesian Technical Advisory Group on Immunization/ITAGI) pada 2016, pemerintah melalui Kementerian Kesehatan telah melakukan Program Demonstrasi imunisasi HPV sejak 2016. Pada 2020 hingga tahun 2024 akan dilaksanakan demonstrasi pemberian imunisasi HPV di sembilan provinsi percontohan sebagai wujud konkret dukungan Indonesia untuk percepatan eliminasi kanker leher rahim pada 2030.
"Dalam pelaksanaan program ini, Kementerian Kesehatan membutuhkan dukungan berbagai pihak," ujarnya.
Ketua Dewan Penasihat Himpunan Onkologi Ginekologi Indonesia, Prof Dr dr Andrijono SpOG(K)-Onk, mengatakan bahwa kanker serviks adalah suatu kanker yang sudah diketahui segala aspeknya. Eliminasi kanker serviks insidennya kurang dari empat kasus per 100 ribu per tahun.
"Eliminasi kanker serviks diharapkan dapat dicapai dengan cakupan vaksinasi 90 persen, screening 70 persen, dan terapi 90 persen," ujar Prof Andrijono.
Di Indonesia, setiap hari ada 89 pasien kanker serviks. Sementara itu, angka kematian karena kanker serviks mencapai 57 orang. Bahkan, data di RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta memperlihatkan, 94 persen pasien kanker serviks meninggal dalam waktu dua tahun.
Prof Andirjono menyatakan, vaksinasi perlu diberikan sebelum terjadi infeksi HPV. Vaksinai tipe 16 dan 18 yang diberikan karena tipe virus inilah paling banyak dijumpai dari kasus kanker serviks.
"Dari penelitian yang kami lakukan di Jakarta, Bali, Tasikmalaya, Papua terhadap 20 ribu sampel, paling banyak tipe 16, 18, dan 52. Sudah terjangkau 70 sampai 80 persen dengan tipe 16 dan 18," ujarnya.
Selain dengan vaksin HPV dan screening, pencegahan kanker serviks pada perempuan yang telah menikah atau aktif secara seksual bisa dilakukan dengan IVA, papsmear, dan tes DNA HPV. Namun, data screening menunjukkan cakupannya kurang dari 10 persen.
"Sangat menyedihkan dan ironis sekali kalau kita tidak bisa mencegah kanker serviks, sebab itu akan terjadi suatu problem besar karena kanker serviks banyak menyebakan kematian," ujar Prof Andrijono.
Oleh karena itu, pencegahan paling baik adalah pencegahan primer dengan vaksinasi. Pencegahan ini diharapkan bisa mencegah virus HPV tipe 16 dan 18.
Screening bertujuan untuk menemukan lesi pra kanker sehingga bisa diterapi dengan baik. Terapi pada lesi pra kanker memberikan hasil mendekati 100 persen, hanya kelamahannya terdapat morbiditas.
Vaksinasi mempunyai efektivitas yang baik sekali. Pada penelitian terhadap perempuan usia 16 sampai 23 tahun, efektivitasnya mencapai 100 persen. Hingga 14 tahun, vaksin ini tetap memberikan antibodi yang cukup untuk cegah kanker serviks.
Pada pria, vaksinasi bisa mencegah kanker anus, pada perempuan juga bisa. Bahkan, menurut penelitian, selain kanker serviks, vaksinasi HPV juga mencegah kanker anus dan kanker orofaring.
"Disuntik vaksinasi HPV mencegah tiga kanker pada pria, yakni mencegah kanker anus, kanker orofaring, dan kanker penis."
Program yang dicanangkan pemerintah adalah vaksiansi anak sekolah. Untuk suntikan pertama diberikan pada anak SD kelas lima, sedangkan suntikan kedua diberikan pada kelas enam. Rentang usia sekitar 10 dan 11 tahun.
"Suntikan vaksin HPV pada usia 10 dan 11 tahun ini mempunyai keuntungan yang cukup banyak," kata Prof Andrijono.
Selain mudah dijangkau karena anak-anak masih sekolah, faktor imunogenisitasnya sangat baik sekali. Antibodi akan bertahan cukup lama.
"Penelitian sudah mencapai 10 tahun antibodi itu tetap tidak turun sehingga tidak memerlukan booster," ujar Prof Andrijono.
Diberikan pada usia sembilan sampai 14 atau 15 tahun, vaksin HPV diberikan dua dosis, tidak tiga dosis. Hal tersebut menghemat sepertiga biaya dari vasksinasi.