Pengembang: Banyak Orang Jadi Meninggal Gara-Gara Isu Efek Samping Vaksin AstraZeneca

Efek samping vaksin Covid-19 AstraZeneca sempat dikhawatirkan negara-negara Eropa.

ANTARA/Aji Styawan
Vaksin Covid-19 AstraZeneca. Medicines and Healthcare Regulatory Agency (MHRA) di Inggris temukan kasus langka mielitis transversa pada penerima vaksin Covid-19 AstraZeneca alias Vaxzevria. Kasus efek samping langka seperti ini sempat menjegal penggunaan vaksin AstraZeneca.
Rep: Meiliza Laveda Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Profesor Kedokteran University of Oxford yang juga pengembang vaksin AstraZeneca, Sir John Bell, mengecam politisi Uni Eropa yang menyebabkan kebingungan terkait vaksin pada tahun lalu. Kecaman tersebut datang di puncak peluncuran proyek vaksin penyelamat jiwa.

Menjelang pemutaran film dokumenter BBC tentang vaksin, John menuding para ilmuwan dan politisi mungkin punya andil dalam kematian ratusan ribu orang dengan penyebaran informasi yang meragukan manfaat vaksinasi. Menurutnya, mereka telah merusak reputasi vaksin dan pandangan itu menyebar ke seluruh dunia.

John mencontohkan masa ketika Inggris meluncurkan vaksin buatan AstraZeneca pada tahun lalu dalam upaya untuk mengurangi angka Covid-19. Beberapa negara Eropa malah menghentikan penggunaannya di tengah ketakutan akan risiko pembekuan darah mungkin terjadi.

Agensi Obat-obatan Eropa (EMA) kemudian mengumumkan bahwa vaksin AstraZeneca aman dan efektif untuk mengurangi kasus Covid-19. Setelah itu, negara-negara di Eropa berbalik kembali menggunakan vaksin buatan Inggris itu setelah pengumuman keamanan dan efikasinya.

Baca Juga


Padahal, para ilmuwan telah memperingatkan bahwa pendekatan yang terlalu hati-hati yang diambil oleh sejumlah pemimpin malah dapat menimbulkan kerugian dalam penanganan Covid-19. Apalagi, risiko terjadinya efek samping yang dikhawatirkan itu sangat langka.

Pengawas obat-obatan Eropa kemudian mengatakan, pembekuan darah harus terdaftar sebagai efek samping yang sangat langka dari vaksin Covid-19 AstraZeneca. Meski ada risiko itu, masyarakat tetap harus terus divaksinasi.

Badan Regulasi Obat dan Kesehatan Inggris (MHRA) juga memutuskan mereka yang berusia di bawah 40 tahun harus menerima vaksin selain AstraZeneca untuk menghindari risiko efek samping yang sangat langka tersebut. Kepala Eksekutif MHRA, dr June Raine, sebetulnya mengatakan, pembekuan darah merupakan risiko yang sangat kecil.

"Risikonya tetap sangat kecil, walaupun memang terdapat bukti adanya hubungan antara vaksin dan pembekuan darah," kata Raine.

Cara mengatasi efek samping vaksinasi Covid-19. - (Republika)

Terlepas dari itu, menurut John, penundaan dan ketakutan masyarakat selama tahap awal peluncuran vaksin di seluruh Eropa telah menyebabkan kerugian besar. Hal ini terlihat setelah Presiden Prancis Emmanuel Macron menyebut vaksin sepertinya tidak efektif pada orang tua.

Akibatnya, dosis vaksin banyak yang terbuang karena masyarakat tidak mau mendapatkannya. Di tempat lain di Eropa, vaksin AstraZeneca dipandang tidak aman atau dijadikan pilihan setelah mempertimbangkan harganya lebih murah dari vaksin Covid-19 lainnya.

Padahal, menurut John, pengembang vaksin AstraZeneca sebetulnya memang menginginkan vaksin dengan harga murah dan bisa tersedia untuk digunakan di seluruh dunia. Mereka bahkan sengaja tak memetik keuntungan dengan mematok harga tiga pound sterling (sekitar Rp 58 ribu) saja per dosis.

Angka itu seperlima dari harga vaksin Pfizer. Gara-gara harganya, vaksin AstraZeneca malah dijuluki "vaksin Aldi" di Belgia, merujuk pada nama supermarket murah. Sementara itu, Denmark sepenuhnya membuang vaksin yang dapat menyelamatkan jiwa tersebut.

Negara-negara Eropa sebagian besar berfokus pada penggunaan vaksin Pfizer/BioNTech dengan campuran Johnson & Johnson, vaksin Sinopharm China, dan Sputnik V Rusia. Para kritikus mengecam jeda dan larangan itu sebagai langkah politik daripada didasarkan pada kekhawatiran kesehatan yang besar karena perasaan nasionalisme yang dipicu seputar perlombaan vaksin.

Dilansir The Sun, Selasa (8/2/2022), CEO AstraZeneca pada akhir tahun lalu menyiratkan bahwa kegagalan Eropa untuk memberikan vaksin kepada orang tua bisa membuat gelombang Covid-19. Pada November 2021, beberapa negara sampai menerapkan lockdown karena jumlah kasus Covid-19 yang sangat tinggi dan rumah sakit berada di bawah tekanan karena banyaknya pasien yang datang.

Kondisi tersebut berbeda dengan yang kini terjadi di Inggris ketika varian omicron muncul pada bulan berikutnya. Berkat vaksinasi dosis primer dan booster , masyarakat lebih terlindung dari serangan omicron. Mereka pun memiliki kesempatan terbaik untuk melewati pandemi.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler