Awal Kemunculan Dinasti Seljuk

Kalangan elite Arab di Baghdad senang merekrut pengawal pribadi.

google.com
Sultan Alp Arslan memimpin bala tentara Seljuk melawan pasukan Salib.
Red: Agung Sasongko

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Selama 500 tahun, Dinasti Abbasiyah menjadi tumpuan peradaban Islam. Dalam masa yang sangat panjang itu, kekhalifahan tersebut mengalami berbagai pasang surut. Bermula dari revolusi yang berlangsung di Irak pada pertengahan abad kedelapan Masehi, wangsa tersebut lahir sebagai kekuatan tandingan Dinasti Umayyah. Pada 751 M Damaskus berhasil dikuasai.

Baca Juga


Kekacauan tidak langsung otomatis dengan runtuhnya Umayyah. Beberapa fraksi yang menggerakkan Revolusi Abbasiyah pada akhirnya saling berseteru.Barulah, sejak al-Mansur naik takhta, konflik politik mereda.

Abbasiyah mulai memasuki stabilitas dan bahkan zaman keemasan sejak dipimpin Harun al-Rasyid (786- 809 M). Berpusat di Baghdad, sinar kemajuan negeri itu tetap bertahan hingga masa pemerintahan al- Mutawakkil. Setelah khalifah ke-10 Abbasiyah itu wafat, kerajaan tersebut kembali jatuh ke dalam beragam konflik politik.

Antara 945 dan 1055 M, kendali atas kekhalifahan berada di tangan Bani Buwaihi. Kabilah yang berhaluan Syiah itu tidak secara langsung mengendalikan Abbasiyah. Jabatan khalifah tetap ada dan bukanlah mereka yang mengisinya.

 

 

Akan tetapi, para khalifah dalam rentang masa tersebut hanyalah simbol belaka. Mereka adalah boneka dari Buwaihi sebagai faksi politik yang dominan saat itu. Baghdad tetap dianggap sebagai ibu kota. Namun, pusat kekuasaan yang sesungguhnya berada di Shiraz, Iran.

Sejak abad ke-11, konflik politik antara Syiah dan pendukung Ahlussunah waljamaah (aswaja) atau Sunni makin kentara. Pihak pertama ingin mempertahankan kekuasaan, sedangkan pihak lain berupaya merebut kendali. Lawan Buwaihi yang paling besar saat itu ialah para petinggi militer dari suku bangsa Turki.

Turki yang dimaksud bukanlah negara yang sekarang beribu kota di Ankara, melainkan sekelompok bangsa yang bernenek moyang suku-suku Turkic atau Turks. Leluhurnya adalah para penghuni stepa Asia Tengah.

Sekitar 100 tahun sebelum Buwaihi berkuasa, kalangan elite Arab di Baghdad senang merekrut pengawal pribadi. Kebanyakan tenaga yang direkrut itu adalah para budak atau tawanan yang berkebangsaan Turki. Mereka didatangkan dari Asia Tengah. Begitu sampai di ibu kota Abbasiyah, mereka dibebaskan dari status budak, untuk selanjutnya dilatih secara kemiliteran.

 

 

Lama-kelamaan, para prajurit Turki itu mengalami mobilitas vertikal. Beberapa dari mereka menempati posisi penting di Abbasiyah, semisal jenderal atau penasihat khalifah. Ada pula kaum wanitanya yang menjadi istri-istri khalifah. Alhasil, putra-putranya merasa tak ubahnya pangeran istana.

 

Kaum Turki pernah sangat menguasai perpolitikan Abbasiyah pada periode yang disebut sejarawan sebagai Anarki di Samarra. Untuk memfasilitasi orang-orang Turki, Abbasiyah bahkan memindahkan ibu kota dari Baghdad ke Samarra. Para khalifah sejak al-Muntashir (861-862) hingga al-Muhtadi (869-870) hanyalah boneka dari faksi-faksi Turki yang saling berebut pengaruh.

Pesisir timur Laut Kaspia menjadi tempat suku bangsa Turki Oghuz berasal. Salah satu klan terkemuka dari sana ialah Qiniq. Sejak pertengahan abad ke- 10, pemuka Qiniq berhasil mempersatukan orang- orang Turki Oghuz secara politik. Pada 1037 M, seorang lelaki yang visioner memimpin mereka.Dialah Abu Thalib Muhammad Tughril.

Seiring dengan popularitasnya di tengah komunitas Turki, tokoh kelahiran 990 M itu pun kian dikenal oleh kaum elite Abbasiyah, termasuk mereka yang berhaluan Sunni. Mereka dipersatukan visi yang sama, yakni ingin menjungkalkan pengaruh Bani Buwaihi dari Baghdad. Oleh rekan dan pengikutnya, Tughril dijuluki sebagai pemimpin (bey).

Bersama dengan saudaranya, Abu Sulaiman Dawud Chagri, Tughril sukses memimpin pasukan untuk merebut kembali Baghdad dari tangan Buwaihi pada 1055 M. Sejak saat itu, orang-orang Syiah tidak lagi menguasai jantung pemerintahan Abbasiyah. Kekhalifahan pun kembali ke tangan Sunni.

Kemenangannya mengawali berdirinya Bani Seljuk. Nama itu diambil dari kakek buyut Tughril, Saljuk. Secara de jure, Dinasti Seljuk adalah negara vasal terhadap Kekhalifahan Abbasiyah. Akan tetapi, posisi politik para khalifah di Baghdad secara de factomasih saja tidak berdaya, sebagaimana pada masa Buwaihi sebelumnya.Kalaupun dianggap berpengaruh, raja Abbasiyah hanya dipatuhi masyarakat sekitaran Baghdad.

Dengan demikian, Bani Seljuk lebih berkuasa ketimbang khalifah. Tughril memerintah dari kota Nishapur (1037-1043), Ray (1043-1051), dan kemudian Isfahan. Ia tutup usia pada tahun 1062.Penguasa Seljuk berikutnya merupakan keponakannya sendiri, yakni Muhammad.

sumber : Republika
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler