Kala Pemerintah 'Paksa' Pekerja tak Bisa Segera Ambil JHT yang adalah Tabungannya Sendiri

Dalam Permenaker terbaru, JHT baru bisa diambil saat pekerja berusia 56 tahun.

Republika/Thoudy Badai
Buruh pabrik berjalan meninggalkan area pabrik pada saat jam pulang kerja di salah satu Pabrik di kawasan Ciracas, Jakarta Timur. Menaker Ida Fauziyah baru saja menerbitkan peraturan yang mengatur jaminan hari tua (JHT) kini baru bisa diambil saat pekerja mencapai usia 56 tahun.
Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Febryan A, Kiki Sakinah

Baca Juga


Pada 2 Februari 2022, Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah meneken Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua. Aturan ini menyatakan bahwa manfaat JHT hanya akan dibayarkan kepada peserta jika mencapai masa pensiun (usia 56 tahun), mengalami cacat total tetap, dan meninggal dunia. 

Sedangkan dalam aturan lama, Permenaker Nomor 19 Tahun 2015 yang juga mengatur manfaat JHT, dinyatakan bahwa dana bisa dicairkan secara tunai setelah melewati masa tunggu 1 bulan terhitung sejak tanggal surat keterangan pengunduran diri dari perusahaan terkait. 

Sontak, Permenaker 2/2022 menuai penolakan dari publik. Berdasarkan pantauan Republika per Senin (14/2/2022) pukul 13.40 WIB di situs change.org, tampak sudah 354.054 orang yang menandatangani petisi daring penolakan Permenaker 2/2022. Sehari sebelumnya pukul 15.40 WIB, terdapat 287.349 yang meneken petisi tersebut. Artinya, penandatangan petisi bertambah 66 ribu orang dalam kurun waktu kurang dari 24 jam. 

Petisi tersebut dibuat oleh Suharti Ete dan ditujukan kepada Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah, Kementerian Ketenagakerjaan, dan Presiden Joko Widodo (Jokowi). 

Dalam penjelasannya, Suharti menyebut ketentuan terbaru ini merugikan buruh. Sebab, buruh yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) juga baru bisa mengambil dana JHT-nya saat berusia 56 tahun. 

Ia mengumpamakan, apabila seorang buruh di-PHK saat berumur 30 tahun, maka dia baru bisa mengambil dana JHT pada usia 56 tahun. Berarti ada selang waktu 26 tahun sejak si buruh di-PHK hingga menerima dana tersebut. 

"Padahal kita sebagai pekerja sangat membutuhkan dana tersebut untuk modal usaha setelah di-PHK. Di aturan sebelumnya pekerja terkena PHK atau mengundurkan diri atau habis masa kontraknya bisa mencairkan JHT setelah 1 bulan resmi tidak bekerja," kata Suharti. 

Selain 354 ribu orang yang meneken petisi ini, terdapat pula sejumlah serikat buruh yang telah menyatakan penolakannya atas aturan teranyar ini. Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) juga dengan tegas menolak Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat JHT. 

"Keputusan ini ditolak keras oleh KSPI dan buruh Indonesia, bahkan terkesan bagi para buruh ini menteri pengusaha atau menteri tenaga kerja, tidak bosan-bosan menindas dan bertindak tanpa hati dan pikiran dalam membuat peraturan menteri tenaga kerja," kata Presiden KSPI Said Iqbal, dalam konferensi pers secara virtual, Sabtu (12/2/2022).

Said menilai kebijakan Menaker Ida Fauziyah bersifat menindas buruh dan tidak memperhatikan kondisi di tengah pandemi saat ini. Pasalnya, buruh baru saja dihajar dengan Peraturan Pemerintah (PP) No.36 Tahun 2021 tentang pengupahan, dan kini harus dihadapkan dengan peraturan tentang JHT.

Said mengatakan, Menaker tidak memperhatikan soal pemutusan hubungan kerja (PHK) besar-besaran yang tengah terjadi di negara ini. Apalagi ketika ter-PHK, kata dia, andalan para buruh adalah tabungan buruh itu sendiri atau JHT.

"JHT adalah pertahanan terakhir buruh, pekerja, karyawan, yang mereka ter-PHK akibat pandemi Covid-19 yang sampai hari ini meningkat kembali, PHK itu juga masih tinggi angkanya," lanjutnya.

 Baca juga : Soal JHT, Anggota DPR: Masih Belum Puas Juga Membuat Buruh Susah

"Menteri ini tahu tidak kalau buruh di PHK pada saat kondisi sekarang, kemudian JHT-nya tidak bisa diambil, karena harus menunggu usia pensiun 56 tahun, terus makan apa buruhnya?" ujar Iqbal.


Kepala Biro Humas Kemenaker Chairul Fadhly Harahap menjelaskan, manfaat JHT berasal dari akumulasi iuran wajib peserta BPJS Ketenagakerjaan setiap bulannya dan ditambah hasil pengembangannya. "Program JHT merupakan program perlindungan untuk jangka panjang," kata Chairul dalam siaran persnya yang diterima Republika, Ahad (13/2). 

Karena itu, ujar Chairul, JHT baru bisa dicairkan pada saat pekerja berusia 56 tahun. Jika dananya diambil sebelum masa pensiun tersebut, tentu dananya akan terus berkurang. 

"Skema ini untuk memberikan pelindungan agar saat hari tuanya nanti pekerja masih mempunyai dana untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Jadi kalau diambil semuanya dalam waktu tertentu, maka tujuan dari perlindungan tersebut tidak akan tercapai," ujarnya. 

Berdasarkan simulasi saldo JHT di website resmi BPJS Ketenagakerjaan, dana JHT yang akan diterima saat pekerja berusia 56 tahun bisa mencapai ratusan juta. Jika seseorang bekerja selama 34 tahun dengan upah per bulan Rp 5 juta, maka dia menerima JHT sebesar Rp 298,8 juta. 

Chairul melanjutkan, meskipun tujuan JHT untuk perlindungan di hari tua, tapi dananya dapat dicairkan sebelum masa pensiun dengan sejumlah ketentuan. Pertama, pekerja yang masa kepesertaannya minimal 10 tahun dapat mencairkan dana manfaat JHT-nya sebesar 30 persen untuk membeli rumah. 

Kedua, pekerja yang masa kepesertaannya minimal 10 tahun dapat mencairkan dana manfaat JHT-nya sebesar 10 persen untuk keperluan lainnya dalam rangka persiapan masa pensiun 

Staf Khusus Menteri Ketenagakerjaan, Dita Indah Sari menjelaskan, JHT pada dasarnya bertujuan untuk menjamin masa tua para pekerja. Karena itu, dalam ketentuan terbaru, dana JHT baru bisa dicairkan ketika pekerja memasuki masa pensiun alias usia 56 tahun, mengalami cacat permanen, dan meninggal dunia. 

Dita pun memahami keluhan pekerja yang tak bisa lagi mencairkan JHT-nya ketika menjadi korban PHK. Hal ini, kata dia, bisa diatasi dengan adanya program baru, yaitu JKP. 

"Dulu JKP tidak ada, maka wajar jika dulu teman-teman yang ter-PHK berharap sekali pada pencairan JHT," ujar Dita lewat akun Twitter-nya. Dita telah mengizinkan Republika mengutip cuitannya itu, Ahad (13/2/2022). 

Dita mengatakan, manfaat program JKP itu berupa uang tunai, pelatihan kerja gratis, dan akses lowongan kerja. Di sisi lain, korban PHK tentu akan menerima pesangon dari pihak perusahaan. 

Keberadaan JKP dan pesangon itulah, kata Dita, yang jadi pertimbangan Kemenaker menunda pencairan JHT hingga usia 56 tahun. JHT dikembalikan kepada tujuan dasarnya untuk perlindungan pada hari tua sebagaimana tercantum dalam UU No 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. 

"Kalau tidak ada JKP, kami tidak akan mau menggeser situasi JHT (seperti) sekarang. Tapi karena sudah ada JKP plus pesangon, ya dibalikin untuk hari tua," ujarnya. 

Dita juga menegaskan, bahwa program jaminan sosial bukan diperuntukkan untuk modal usaha. Pernyataan ini merespons keluhan para pekerja yang tak bisa menggunakan dana JHT untuk modal usaha lantaran pencairannya ditunda hingga usia 56 tahun.

"Jaminan sosial itu diadakan memang bukan untuk usaha, mas. Untuk bantuan usaha itu skemanya bansos. Hibah," kata Dita.

Dita menjelaskan bahwa sebenarnya sekarang pemerintah menyediakan banyak program bantuan modal usaha. Baik yang disediakan kementerian maupun pemerintah daerah.

Beberapa kementerian yang menyediakan program bantuan dana usaha adalah Kementerian Koperasi, Kementerian Perindustrian, dan Kementerian Sosial. Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker), kata dia, juga punya program bantuan dana usaha untuk Usaha Kecil Mikro dan Menengah (UMKM).

"Kemenaker ada program Tenaga Kerja Mandiri, per kelompok 16 orang. Bisa akses ke kami," ujarnya.

 

Bantuan gaji pekerja - (Tim infografis Republika)
 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler