Kuasa Hukum Korban Kecewa Putusan Seumur Hidup Bagi Herry Wirawan
Keluarga korban tetap ingin agar Herry wirawan dihukum mati.
REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Kuasa hukum dari keluarga korban pelecehan seksual kecewa dengan putusan majelis hakim yang memvonis Herry Wirawan dengan hukuman seumur hidup dan bukan hukuman mati. Pelaku seharusnya mendapatkan hukuman mati akibat perbuatannya.
"Kita termasuk keluarga korban kecewa ya karena di luar harapan korban dan keluarga korban," ujar Yudi Kurnia saat dihubungi wartawan, Rabu (16/2/2022).
Dia menilai, Herry Wirawan layak dihukum mati sebab telah merusak masa depan para korban. Apalagi, beban psikologi korban akan dialami selama hidup.
"Karena seumur hidup itu tidak seimbang, tidak setimpal dengan kesalahannya," ungkapnya. Pihaknya sudah memberitahukan informasi tersebut kepada pihak keluarga dan mendapatkan respon yang bervariasi.
"Saya memberi tahu keluarga korban, dia menanggapinya ada yang marah-marah ada yang nangis tidak terima," ungkapnya.
Dia mengatakan, putusan seumur hidup tidak seimbang dengan apa yang telah diperbuat Herry Wirawan. Pihaknya tetap pada keinginan awal yaitu agar Herry Wirawan dihukum mati sebab telah merusak dan membuat trauma para korban.
Sebelumnya, Terdakwa kasus pelecehan seksual terhadap 13 orang santriwati Herry Wirawan divonis hukuman seumur hidup. Putusan dibacakan oleh majelis hakim dalam sidang di Pengadilan Negeri Bandung, Selasa (15/2/2022) yang berlangsung sejak pukul 10.00 Wib dan selesai pukul 12.00 Wib lebih.
"Mengadili satu menyatakan Herry Wirawan terbukti secara sah melakukan tindak pidana melakukan kekerasan tindak pidana persetubuhan lebih dari satu kali, menjatuhkan pidana kepada terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara seumur hidup menetapkan terdakwa tetap ditahan," ujar Ketua majelis hakim Yohanes Purnomo saat membacakan putusan, Selasa (15/2/2022).
Herry Wirawan terbukti dan bersalah melakukan tindak pidana persetubuhan kepada 13 orang santriwati. Ia melakukan tindak pidana persetubuhan sejak 2016 sampai 2021.
Dia bersalah mengacu kepada pasal 81 ayat 1 ayat 3 dan 5 junto pasal 76 huruf D UU RI nomor 17 tahun 2016 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti UU nomor 1 tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak menjadi UU junto pasal 65 ayat 1 KUHP.