Penasaran Keluarga Korban Masjid Christchurch, Pelaku Sendirian? 

Keluarga korban Masjid Christchurch meminta penyelidikan lebih dalam

EPA-EFE/MARTIN HUNTER
Masjid Al Noor di Deans Avenue, Christchurch, Selandia Baru. Keluarga korban Masjid Christchurch meminta penyelidikan lebih dalam
Rep: Mabruroh Red: Nashih Nashrullah

REPUBLIKA.CO.ID, WELLINGTON — Korban serangan teroris di Masjid Christchurch menuntut pemeriksaan lebih lanjut. Mereka yang selamat dari peristiwa itu masih mempertanyakan, apakah pelaku bergerak sendiri atau ada orang lain yang membantunya. 

Baca Juga


Dilansir dari News Talk pada Selasa (22/2), beberapa keluarga dan penyintas serangan teror 15 Maret 2019, yang merenggut 51 nyawa, juga menuntut penyelidikan lebih lanjut tentang bagaimana pria bersenjata itu bisa mendapatkan lisensi senjata api.  

Untuk memfasilitasi keluarga dan para penyintas serangan itu, Kolonel Brigitte Windley menggelar rapat dengar pendapat di Christchurch selama tiga hari. Dalam rapat tersebut, bertujuan untuk menyelidiki serangan itu serta adanya seruan untuk memeriksa tuduhan "agresi" oleh petugas polisi pertama di lokasi Masjid Al Noor yanh mengklaim bahwa petugas menodongkan senjata ke korban. 

Selain itu, untuk memberi pihak yang berkepentingan, termasuk korban dan keluarga, kesempatan untuk mengajukan sendiri, atau melalui pengacara, tentang apa yang akan dilihat dari penyelidikan atas serangan itu.  

“Penyelidikan pada akhirnya akan bertujuan untuk menetapkan penyebab dan keadaan kematian, jika memungkinkan, dan mempertimbangkan setiap rekomendasi atau komentar yang dapat membantu mengurangi kemungkinan kematian lebih lanjut dalam tragedi serupa,” kata Windley, kata dia sembari menambahkan tetapi belum ada keputusan apakah sidang pemeriksaan penuh akan diadakan.  

Teroris Australia Brenton Tarrant divonis dipenjara seumur hidup tanpa pembebasan bersyarat pada Agustus 2020. Dia dipanggil ke ruang lingkup pemeriksaan dari keamanan maksimum di Penjara Auckland tetapi tidak hadir, dia diwakili oleh pengacaranya, Auckland Ron Mansfield, QC. 

Sidang dimulai dengan pembacaan nama-nama 51 orang yang dibunuh pada 15 Maret. Windley memberikan penghormatan kepada para korban, bersama dengan korban dan keluarga yang ditinggalkan.  

Baca juga: Mualaf Edy, Takluknya Sang Misionaris di Hadapan Surat Al Ikhlas

 

"Saya tidak bisa berpura-pura memahami bagaimana kehidupan whānau mereka telah berubah selamanya. Saya menyampaikan belasungkawa yang tulus," kata petugas koroner. 

Pengacara Nigel Hampton dan Kathryn Dalziel yang mewakili sejumlah pihak yang berkepentingan dari Masjid Al Noor turut hadir. Hampton mengemukakan kekhawatirannya, bahwa keluarga belum menerima semua informasi yang relevan, sehingga menghambat mereka untuk membuat pengajuan berdasarkan informasi.     

Dia mengatakan bahwa selama 55 tahun mengikuti agenda pemeriksaan, termasuk penyelidikan pada 22 Februari 2011, runtuhnya Gedung CTV, dia tidak dapat mengingat kapan pihak Yudisial memberikan informasi sepenuhnya kepada keluarga korban, tentang apa masalahnya dan bagaimana mereka harus ditangani.  

“Mengapa keluarga almarhum diperlakukan dengan cara yang tampaknya membedakan mereka dalam kategori yang berbeda dengan keluarga dari setiap pembunuhan lainnya?" kata Hampton. 

Hampton menilai perlu ada jeda dan reset, sebelum melanjutkan lebih jauh ke dalam proses koronal.  

“Penyelidikan tentang pengeboman Manchester Arena 2017 di Inggris dan pengepungan Lindt Cafe di Sydney pada 2014, keduanya memiliki pengungkapan penuh informasi,” kata Dalziel, mendukung penyataan Hampton. “Motif teroris, dan pengemudi juga harus dipertimbangkan,” ujarnya. 

Kekhawatiran utama bagi para penyintas serangan dan keluarga korban adalah bagaimana teroris bisa mendapatkan lisensi senjata, dengan beberapa dari mereka telah melalui proses lisensi senjata api sendiri. Pertanyaan besar lainnya yang mereka miliki adalah apakah teroris memiliki bantuan langsung dari orang lain yang hadir pada 15 Maret. 

"Kami memiliki klien yang mengatakan bahwa mereka menyaksikan orang lain pada hari (yang) mereka yakini bukan teroris," kata Dalziel kepada Windley.  

Mereka telah berusaha untuk mendapatkan informasi dari polisi, bersama dengan video yang diambil dari luar Masjid Al Noor, untuk melihat atas dasar apa polisi, dan komisi kerajaan, memutuskan bahwa tidak ada orang lain yang terlibat.  

Pertanyaan lain termasuk apakah sidik jari atau DNA diambil dari semua senjata api yang ditemukan di tempat kejadian; jika teroris mendapat dukungan dari "rekan online"; dan mengapa polisi tidak menghentikannya meninggalkan Al Noor ke Linwood Islamic Center di mana dia melanjutkan serangan pembunuhannya.  

Salah satu isu yang paling sensitif adalah apakah polisi bersikap konfrontatif atau agresif terhadap beberapa orang yang selamat saat tiba di Masjid Al Noor.  

Baca juga: Kisah Puji dan Agus, Suami Istri yang Bersama-sama Masuk Islam

 

Dalziel mengatakan ada "bukti luar biasa" dari klien bahwa "bukan hanya teroris yang menodongkan senjata" kepada mereka atau orang-orang hari itu.  

Beberapa orang yang selamat mencoba berbicara dengan petugas polisi pertama di tempat kejadian untuk mengatakan bahwa teroris telah pergi, tetapi mengklaim senjata diarahkan ke mereka dan mereka diteriaki, disuruh duduk dan diam.  

Ada kekhawatiran bahwa menodongkan senjata polisi menjadi trauma lebih lanjut dan bisa juga berkontribusi pada kematian.     

 

 

Sumber: newstalkzb.co.nz

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler