Terapi EPO Bantu Atasi Anemia Pasien Cuci Darah

Ada syarat yang harus dipenuhi pasien cuci darah untuk mendapatkan terapi EPO.

Musiron/Republika
Pasien cuci darah. Pasien hemodialisis memerlukan terapi EPO karena tubuhnya tidak bisa mengganti sel lama dengan sel baru dengan cepat.
Rep: Desy Susilawati Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Terapi dengan penggantian produksi endogenous erythropoietin (EPO) dapat membantu anemia pada pasien cuci darah. Hanya saja, ada syarat yang harus dipenuhi sebelum pasien hemodialisis menjalani terapi EPO.

"Berdasarkan penelitian pada 2011, pasien yang harus diterapi ialah mereka yang kadar hemoglobinnya (Hb) kurang dari 10 g/dL dan tidak memiliki infeksi yang berat," jelas Prof dr Rully MA Roesli PhD SpPD-KGH dalam acara edukasi kesehatan daring bertema "Manajemen Anemia: Mengurangi Tingkat Transfusi Darah" yang diselenggarakan oleh PT Etana Biotechnologies Indonesia (Etana) bersama Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI), Ahad (27/2/2022).

Prof Rully mengungkapkan, terapi EPO tidak baik diberikan pada proses peradangan, yakni 24 jam saat hemodialiasis. Jika EPO diberikan saat cuci darah maka sel baru terbentuk saat tubuh mengalami peradangan.

"Terapi EPO seharusnya diberikan satu hari setelah hemodialisis," kata Prof Rully.

Pasien hemodialisis memerlukan terapi EPO karena tubuhnya tidak bisa mengganti sel lama dengan sel baru dengan cepat. Pada dasarnya, di dalam tubuh, sel-sel mati dengan sendirinya. Sel lama diganti dengan sel muda. Begitu juga dengan sel darah merah.

Baca Juga



"Orang dengan gagal ginjal tidak bisa memproduksi sel baru dengan cepat, makanya harus dibantu dengan EPO," ungkap Prof Rully.

Jika EPO diberhentikan, maka sel mati dan sel yang diproduksi tidak imbang. Artinya, EPO yang diberikan harus rutin.

"Tidak cukup bila hanya sekali suntik," kata Prof Rully.

Mengapa setelah suntik EPO, Hb belum juga naik? Kondisi itu bisa terjadi meski zat besi juga sudah diberikan.

Prof Rully menjelaskan, jika saat ini disuntik, Hb tidak serta merta naik. Setiap detik, ada dua juta sel darah merah terbentuk.

"Jika disuntik saat ini, jangan diharapkan besok naik, lusa naik atau minggu depan naik karena ada prosesnya, kalau Hb naik, eritrositnya naik," ujarnya.

Dalam membentuk Hb, diperlukan zat besi, protein (globin), asam folat, nutrisi cukup, adekuasi hemodialiasis, dan vitamin (vitamin B12). Jadi, dalam pencegahan inflamasi, tidak begitu mudah dalam membentuk Hb.

"Setelah Hb terbentuk, barulah ada eritrosit," paparnya.

Prof Rully menjelaskan, target kenaikan kadar Hb dari 10 g/dL sampai 12 g/dL itu memerlukan waktu sekitar dua bulan penyuntikan dengan catatan semua syarat terpenuhi. Jika suntikan berhenti maka Hb dapat turun kembali.

Penyutikan EPO harus dilakukan secara rutin. Masalahnya, di Indonesia, pemberian eritropetin belum tercakup dalam pembiayaan hemodialisis sehingga pemberian transfusi darah masih cukup banyak dilakukan.

Padahal, dapat dikatakan transfusi darah memiliki banyak risiko apabila dilakukan kepada pasien cuci darah. Sedangkan terapi EPO lebih aman untuk diberikan karena dapat menghasilkan peningkatan Hb yang berkesinambungan, menghasilkan sel darah merah yang berfungsi secara normal, dan dapat meningkatkan kualitas hidup dengan memelihara target Hb yang lebih tinggi.

Menurut Konsensus Perkumpulan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI) tahun 2011, tujuan tata laksana anemia pada penyakit ginjal kronik adalah meningkatkan hemoglobin (Hb) sehingga menurunkan kebutuhan transfusi darah. Selain itu, menghilangkan gejala yang ditimbulkan dari anemia, mencegah komplikasi kardiovaskuler, menurunkan morbiditas dan mortalitas akibat anemia, dan meningkatkan kualitas hidup.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler