Arkeolog Temukan Jejak Homo Sapiens di Tepi Sungai China

Temuan berusia sekitar 40 ribu tahun itu ditemukan di tepi Sungai Huliu, China.

wikipedia common
Nihewan Basin, situs ditemukannya aktivitas manusia awal-awal di China.
Rep: Shelbi Asrianti Red: Dwi Murdaningsih

REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Tim arkeolog internasional melaporkan temuan bukti tidak langsung mengenai adanya Homo sapiens di Xiamabei, China. Temuan yang berusia sekitar 40 ribu tahun itu ditemukan di tepi Sungai Huliu, China utara.

Peninggalan yang dimaksud berupa jejak budaya 'modern' manusia prasejarah, berupa teknologi pemrosesan pigmen serta peralatan batu berukuran kecil. Laporan mengenai temuan itu sudah diterbitkan di jurnal Nature.

Peninggalan arkeologi termasuk pengolahan oker, bahan pewarna cokelat yang menyerupai warna bijih besi. Temuan lainnya adalah bilah-bilah batu yang ditempa dengan halus. Jenisnya belum pernah ditemukan di China.

Ada pula penemuan terpisah yang ditemukan di Gua Tianyuan dan Gua Zhoukoudian, tak jauh dari lokasi. Begitu pula skullcap modern ditemukan di Salkhit dan berumur sekitar 34 ribu tahun yang lalu.

Tanpa tulang-belulang yang ditemukan, semula temuan itu bisa juga terkait dengan manusia purba Denisovan atau Neanderthal. Akan tetapi, ada alasan penemuan di Xiamabei lebih terkait dengan Homo sapiens.

Hal itu mengingat konteks temuan di China dan fakta bahwa sisa-sisa manusia modern dari periode yang sama ditemukan di daerah tersebut. Profesor Michael Petraglia dari Institut Max Planck Jerman untuk Ilmu Sejarah Manusia, menyampaikan pandangannya tentang temuan itu.

"Begitu saya melihat koleksi arkeologi, saya langsung tahu bahwa ini adalah situs yang signifikan," kata Petraglia.

Baca Juga


 

Dia tidak berpartisipasi dalam penggalian 2013, tapi bagian dari tim internasional yang menganalisis artefak.

Tim menggarisbawahi tiga bukti yang mengarah pada kemungkinan kaitan temuan dengan Homo sapiens. Bukti itu antara lain temuan bilah mikro dan pengangkatnya, pemrosesan oker, dan alat halus yang terbuat dari tulang.

Alat batu yang ditemukan umumnya berukuran kecil. Tim dalam studi yang digagas Fa-Gang Wang dari Institut Relik dan Arkeologi Budaya Provinsi Hebei Cina itu menemukan 382 pisau mikro, berbahan rijang dan kuarsa lokal.

Hampir semua berukuran kurang dari empat sentimeter. Ada bagian dari bilahnya yang memiliki cabang, mungkin merupakan tempat gagang kayu atau tulang. Ada kemungkinan pisau itu dimaksudkan sebagai semacam alat bergerigi.

"Orang-orang ini tampaknya benar-benar memperlengkapi industri mereka dan melakukan beberapa hal yang sangat canggih untuk memproses daging atau tanaman atau membunuh hewan buruan dengan lebih efisien," ujar Petraglia.

Alat-alat itu termasuk canggih dan inovatif dibanding alat serupa yang sezaman. Petraglia menyampaikan, teknologi mikrolitik atau bilah batu kecil baru menjadi teknologi dominan di Asia timur 29 ribu tahun yang lalu.

Berdasarkan hasil analisis penggunaan-keausan, alat-alat tersebut kemungkinan digunakan untuk mengikis kulit serta melubangi benda keras. Kegunaan lain yakni memotong kayu dan alat bantu proses pengolahan dan/atau memakan hewan.

Analisis serbuk sari menunjukkan bahwa di masa silam Xiamabei adalah padang rumput pinus. Dengan karakterisasi lingkungan itu, bisa jadi manusia purba memakan rusa, kuda, dan zokor (semacam hewan pengerat bawah tanah).

Tingkat pembakaran tulang hewan menunjukkan bahwa manusia purba di masa itu mungkin membakar tulang untuk bahan bakar. Selain tulang, para arkeolog juga menemukan satu alat tulang yang diyakini bukti teknologi maju.

"Anda bisa membayangkan kelompok kecil Homo sapiens, pemburu-pengumpul yang berkeliaran di Asia, yang merupakan lanskap raksasa. Beberapa mungkin maju, tapi ada juga yang gagal," ucap Petraglia, dikutip dari laman Haaretz.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler