Di Tengah Kondisi Perang, Wabah Penyakit Menular Bisa Berjangkit di Ukraina
Ukraina berpotensi mengalami wabah penyakit menular di tengah kondisi perang
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ukraina bukan saja menghadapi serangan militer Rusia. Ancaman lainnya juga berpotensi muncul, yakni wabah penyakit menular.
Hal ini dimungkinkan terjadi setelah warganya melarikan diri dari negara mereka hingga akhirnya berdesakan di pengungsian. Bakteri dan virus bisa memanfaatkan kondisi penuh sesak tersebut.
"Seperti yang telah kita lihat dalam perang selama bertahun-tahun, virus dan bakteri dengan senang hati mengeksploitasi situasi di mana manusia berada di bawah tekanan," kata profesor di Universitas Nasional Irlandia Galway, Máire Connolly, yang mempelajari hubungan antara perang dan penyakit, seperti dilansir laman Fox News, Senin (7/3/2022).
Menurut Prof Connolly, faktor-faktor ini meningkatkan risiko wabah di antara populasi yang sudah menghadapi trauma pengungsian. Ketika serangan Rusia menghentikan perjalanan, rumah sakit Ukraina kehabisan pasokan medis vital.
Petugas kesehatan pun memindahkan pasien mereka ke tempat penampungan sementara. Sementara itu, korban sipil meningkat di bawah ancaman ledakan setiap saat.
"Apa yang kita hadapi sekarang di Ukraina adalah krisis ganda," kata Prof Connolly.
Menurut Prof Connolly, kondisi perang tak hanya menjadi pemicu penyebaran Covid 19, tapi juga meluasnya wabah polio Ukraina. Beberapa bulan terakhir, Ukraina sedang bergulat mengatasi polio.
Prof fodder menggambarkan keadaan paradoks para pengungsi ketika mereka melarikan diri ke tempat yang aman hanya untuk berakhir dalam kondisi pengungsian yang tidak bersih. Bahkan, sering kali lokasinya tidak aman dan merupakan lingkungan yang sempurna untuk wabah penyakit menular, seperti munculnya kembali tuberkulosis.
Sebelum perang, Ukraina telah mengalami kasus Covid-19 terburuk di dunia, sementara negara-negara tetangga Eropa bergelut dengan tingkat vaksinasi terendah di Eropa. Hal ini menciptakan ancaman lonjakan Covid-19 ketika orang Ukraina mencari perlindungan ke negara-negara tetangga.
"Saya patah hati dan sangat prihatin dengan kesehatan orang-orang di Ukraina dalam krisis yang meningkat," jelas Tedros Adhanom Ghebreyesus, direktur jenderal WHO.
Tedros mengunggah video di Twitter tentang bayi yang baru lahir di Ukraina di tempat perlindungan bom darurat yang dia sebut sangat memilukan. Pekan lalu, dia memperingatkan negara itu hampir kehabisan pasokan oksigen di saat para pejabat AS menuduh militer Rusia menembaki ambulans dan rumah sakit.
"Mayoritas rumah sakit bisa kehabisan cadangan oksigen mereka dalam 24 jam ke depan. Beberapa sudah habis," kata Tedros.
Menambah kerumitan, para ahli memperingatkan konflik mungkin juga mengganggu limbah radioaktif sensitif yang disimpan di pembangkit nuklir Chernobyl. Itu dapat memicu bencana lingkungan lainnya.
"Bisa dimengerti bahwa Covid bukan pikiran utama bagi siapa pun (dalam kondisi perang)," kata Rachel Silverman, seorang rekan kebijakan di Pusat Pembangunan Global.
Jarno Habicht, perwakilan WHO untuk Ukraina, mengatakan bahwa prioritas mereka telah bergeser ke perawatan trauma. Pihaknya juga memastikan akses ke layanan kesehatan, kesinambungan perawatan, kesehatan mental, dan dukungan psikososial.