Jerman dan Prancis Mulai Hubungi Putin

Invasi Rusia ke Ukraina sudah berlangsung selama dua pekan.

Sergei Ilnitsky/Kolam renang melalui AP, File
FILE - Presiden Rusia Vladimir Putin, latar depan, dan Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov bersiap untuk bersulang pada upacara penerimaan kredensial dari duta besar asing di Kremlin di Moskow, Rusia, pada 11 April 2018. Dalam perannya selama hampir 18 tahun, Lavrov , 71, telah melihat hubungan dengan Barat bergeser dari hampir bersahabat menjadi permusuhan terbuka, jatuh ke titik terendah baru bencana dengan perang Rusia melawan Ukraina. Invasi tersebut mendorong Uni Eropa untuk membekukan aset Putin dan Lavrov, antara lain – pukulan yang belum pernah terjadi sebelumnya terhadap kebanggaan Moskow.
Rep: Lintar Satria Red: Agung Sasongko

REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Kantor kepresidenan Prancis mengumumkan Presiden Emmanuel Macron dan Kanselir Jerman Olaf Scholz mulai menghubungi Presiden Rusia Vladimir Putin mengenai perang di Ukraina. Invasi Rusia ke Ukraina sudah berlangsung selama dua pekan dan menewaskan ribuan orang.


Dalam pertemuan di Uni Eropa, Jumat (12/3/2022) Macron mengatakan ia dan Scholz akan menghubungi Putin dalam beberapa jam setelah pembicaraan tripartit pada Kamis (11/3) lalu. Dilaporkan sudah lebih dari 500 warga sipil yang tewas dalam serbuan Rusia ke Ukraina.

Pertempuran di kota-kota Ukraina juga telah menghancurkan begitu banyak infrastruktur sipil dan memaksa jutaan orang mengungsi. Serangan terbesar satu negara ke negara lain di Eropa sejak Perang Dunia II ini menyebabkan krisis kemanusiaan baru.

Namun kehancuran masih jauh dari selesai. Media Amerika Serikat (AS) Vox memprediksi Rusia akan terus melancarkan serangan. Berdasarkan tembakan rudal ke kota-kota besar seperti Kiev dan Kharkiv, tujuan Putin sudah jelas yakni menguasai Ukraina agar bisa mengganti rezim yang berkuasa.

Walaupun memiliki militer yang jauh lebih kuat dan sumber daya yang lebih besar tapi tampaknya Rusia kesulitan untuk dapat menguasai Ukraina melalui serangan cepat. Terutama karena sengitnya perlawanan pasukan dan rakyat Ukraina.

Tapi hal itu menghentikan bencana, justru memicu kebuntuan dalam konflik. Meski negara-negara Barat sudah menerapkan sanksi-sanksi ekonomi terhadap Rusia. Pakar menilai semakin lama dampak perang akan semakin menghancurkan.

 

"Walaupun sampai sekarang dengan mengejutkan performa militer Rusia buruk, kami masih berada di tahap pembukaan konflik," kata asisten profesor keamanan internasional di Seton Hall University, Bjerg Moller seperti dikutip Vox.

Angka korban tewas diperkirakan akan terus merangkak naik, terutama karena serangan Rusia di kota-kota Ukraina semakin intensif. Di mana warga sipil terkena tembakan artileri dan rudal. Sementara sejauh ini upaya negosiasi tingkat tinggi Ukraina-Rusia gagal.

Pasukan-pasukan Rusia tampak tengah bersiap untuk mengepung Kiev. "Perang ini tentang pertempuran Kiev," kata mantan perwira Angkatan Darat AS an ketua dewan kajian perang perkoraan Madison Policy Forum, John Spencer 

Sebab menguasai Kiev artinya menguasai Ukraina atau setidaknya menggulingkan pemerintahan Presiden Volodymyr Zelenskiy yang menjadi jantung perlawanan Ukraina. Para pakar yakin Rusia akan berhasil, terutama bila mereka dapat memotong jalur pasokan Kiev dan perlawanan Ukraina.

Tapi menurut Vox tidak berarti bila Rusia berhasil mengalahkan Ukraina secara militer artinya mereka memenangkan perang. Sisa pasukan dan rakyat Ukraina diprediksi akan menggelar pemberontakan. Rezim Putin di Rusia akan menghadapi tantangan ekonomi dan politik baik di dalam maupun luar negeri.

Sanksi-sanksi negara-negara Barat memulai membebani perekonomian Rusia dan dampaknya dapat berlangsung lama. Keputusan Moskow untuk menyerang Kiev juga memperkuat persatuan negara-negara Barat, tapi kehendak politik mereka akan diuji di tengah lonjakan harga minyak dan krisis pengungsi.

 

"Perang tidak pernah terisolasi, akan selalu mengalahkan baik korban maupun penyerang, penyerangnya baru akan sadar kemudian, tapi akan selalu sadar dan akan selalu menderita," kata Zelenskiy dalam video yang ia rilis di media sosial, Kamis lalu. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler