Densus 88 Klaim Tangkap 568 Terduga Teroris Sejak 2020-2022
568 terduga teroris ditangkap Densus 88.
REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri disebutkan telah menangkap sebanyak 568 anggota jaringan teroris pada medio 2020 sampai 21 Maret 2022. Pada 2020, Densus 88 telah menangkap 232 anggota jaringan teroris dan pada 2021 sebanyak 370 orang.
"Per Maret 2022, Densus sudah menangkap 56 personel atau anggota jaringan teroris. Artinya secara kuantitatif penangkapan itu meningkat dari tahun 2020 yang 232 menjadi 370," ujar Kepala Densus 88 Antiteror Irjen Pol Marthinus Hukom usai rapat dengar pendapat dengan Komisi III DPR, Senin (21/3).
Lewat data tersebut, ia mengatakan bahwa aktivitas jaringan terorisme tetap aktif selama dua tahun terakhir. Densus 88 terus melakukan upaya pencegahan dengan menangkap pihak-pihak terduga teroris ketika sudah memiliki bukti yang cukup kuat.
"Sehingga pada tahun 2021, penangkapan itu menurunkan tingkat attack atau kejadian terorisme. Namun dengan penangkapan begitu banyak, itu terindikasi bahwa terorisme itu masih ada," ujar Marthinus.
Densus 88, jelas Marthinus, juga melihat adanya ancaman ke depan lewat diumumkannya pemimpin baru Kelompok Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS), yakni Abu al-Hassan al-Hashimi al-Qurashi. Itu menunjukkan bahwa mereka juga terus melakukan operasi jaringan terorisme di Indonesia.
"Khusus untuk di Indonesia itu, kita juga kemarin menangkap ada lima atau enam orang yang terlibat dengan media ISIS. Mereka langsung dikendalikan dari pusat ISIS di Timur Tengah," ujar Marthinus.
Ia menjelaskan, ISIS disebut menugaskan jaringannya di Indonesia untuk melakukan propaganda. Salah satunya lewat propaganda yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dan Inggri untuk dipublikasikan.
"Artinya secara ideologi, secara spirit, mereka tuh masih tetap ada, walaupun di Timur Tengah mereka kehilangan teritori. Tapi dengan hadirnya pemimpin baru, artinya ada napas atau angin segar buat mereka untuk kembali eksis," ujar Marthinus.
Usai rapat dengar pendapat yang digelar tertutup, anggota Komisi III DPR Trimedya Panjaitan menyampaikan bahwa pihaknya ingin Densus 88 bersinergi dengan pihak terkait untuk lebih mengupayakan pencegahan, ketimbang penindakan. Termasuk dalam menanggulangi masuknya paham radikalisme di kementerian atau lembaga negara.
"Kita juga mengingatkan Densus dan BNPT seandainya dimungkinkan, pencegahan yang lebih diutamakan daripada penindakan. Jadi deteksi dini seperti apa, kemudian bagaimana sinergitasnya dengan BNPT, dengan BIN, dengan TNI," ujar Marthinus.