Rahmat Effendi Diduga Mendapat Uang dari Pengurusan Tanah Polder Bekasi
Penyidik KPK memeriksa pengusaha terkait dugaan penerimaan dana tersebut.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menelusuri aliran dana yang diterima tersangka pidana rasuah, Rahmat Effendi (RE), terkait pengurusan tanah di Polder Bekasi. KPK menduga wali kota Bekasi nonaktif itu menerima sejumlah uang dari pengurusan tanah tersebut.
Hal tersebut dikonfirmasi saat penyidik KPK memeriksa Direktur Utama PT Hanaveri Sentosa dan PT Kota Bintang Rayatri, Handoyo Santoso. Dia diperiksa dalam kapasitasnya sebagai saksi untuk memberikan keterangan bagi tersangka Rahmat Effendi.
"Saksi hadir dan dikonfirmasi mengenai proses pengurusan untuk proyek tanah bagi kebutuhan Polder dan dugaan aliran sejumlah uang untuk tersangka RE terkait pengurusan dimaksud," kata Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri di Jakarta, Kamis (24/3/2022).
Pemeriksaan dilakukan pada Rabu (23/3/2022) lalu di Gedung Merah Putih KPK. Keterangannya dibutuhkan untuk melengkapi berkas perkara para tersangka dalam kasus ini.
Seperti diketahui, Rahmat Effendi alias Bang Pepen ditetapkan sebagai tersangka penerima suap pengadaan barang dan jasa serta lelang jabatan setelah terjaring OTT KPK. Bang Pepen diringkus tim satuan tugas KPK bersama dengan 14 orang lain dalam operasi senyap tersebut.
Dalam operasi itu, KPK mengamankan uang total Rp 5 miliar dalam bentuk tunai dan buku tabungan. Lembaga antirasuah itu kemudian menetapkan sembilan sebagai tersangka korupsi, termasuk Bang Pepen dari 14 orang yang berhasil disergap tim satuan tugas tersebut.
Politisi Partai Golkar itu diyakini mengintervensi lokasi ganti rugi dan pembebasan lahan yang dilakukan pemerintah kota Bekasi menggunakan APBD-P tahun 2021. Anggaran dalam APBD-P tersebut berjumlah keseluruhan Rp 286,5 miliar.
Dana itu kemudian digunakan untuk memberikan ganti rugi pembebasan lahan sekolah di wilayah Rawalumbu senilai Rp 21,8 miliar, pembebasan lahan Polder 202 senilai Rp 25,8 miliar, pembebasan lahan Polder Air Kranji senilai Rp 21,8 miliar, dan melanjutkan proyek pembangunan gedung teknis bersama senilai Rp 15 miliar.