Harga Jatuh 2 Persen Saat Uni Eropa Gagal Boikot Minyak Mentah Rusia
Sebagian negara Uni Eropa masih bergantun pada minyak dan gas Rusia.
REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Harga minyak mentah jatuh dua persen pada akhir perdagangan Kamis (24/3/2022), setelah Uni Eropa (UE) tidak dapat menyetujui rencana untuk memboikot minyak Rusia. Mereka menerima laporan bahwa ekspor dari terminal Caspian Pipeline Consortium (CPC) Kazakhstan sebagian dapat dilanjutkan.
Minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Mei merosot 2,57 dolar AS atau 2,1 persen, menjadi menetap di 119,03 dolar AS per barel. Sementara itu, minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS untuk pengiriman April tergerus 2,59 dolar AS atau 2,3 persen, menjadi ditutup di 112,34 dolar AS per barel. Pada Rabu (23/3/2022), kedua kontrak acuan minyak ditutup pada level tertinggi sejak 8 Maret.
Para pemimpin Uni Eropa akan sepakat pada pertemuan puncak dua hari yang dimulai Kamis (24/3/2022) untuk bersama-sama membeli gas alam ketika mereka berusaha untuk mengurangi ketergantungan pada bahan bakar Rusia. Beberapa mengatakan mereka tidak akan memenuhi permintaan Moskow untuk membeli minyak dan gas menggunakan rubel.
Tetapi, negara-negara Uni Eropa tetap terbelah atas apakah akan memberikan sanksi langsung terhadap minyak dan gas Rusia. Ini sebuah langkah yang sudah diambil oleh Amerika Serikat.
Invasi Rusia ke Ukraina pada 24 Februari telah mendorong Uni Eropa berjanji untuk memangkas ketergantungan pada bahan bakar fosil Rusia dengan menaikkan impor dari negara lain dan dengan cepat memperluas energi terbarukan.
Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) menawarkan bantuan militer baru kepada Kyiv dan menugaskan lebih banyak pasukan ke sayap timurnya saat London dan Washington memberlakukan sanksi baru terhadap Moskow. Tetapi tanpa embargo Uni Eropa atas minyak Rusia, analis Commerzbank, Carsten Fritsch mengatakan sanksi tidak mungkin berdampak besar pada pasar minyak.
Karena Uni Eropa tetap terpecah dalam memberlakukan larangan langsung pada minyak Rusia, analis di Rystad Energy mengatakan India dan China dapat mengimpor lebih banyak barel Rusia untuk meningkatkan produksi produk olahan mereka.
Amerika Serikat dan sekutunya, sementara itu, sedang mendiskusikan kemungkinan pelepasan minyak terkoordinasi lebih lanjut dari penyimpanan untuk membantu menenangkan pasar minyak.
Juga membebani harga minyak mentah, dolar menguat untuk keempat kalinya dalam lima sesi. Dolar yang lebih kuat membuat minyak lebih mahal bagi pemegang mata uang lainnya.
Harga minyak turun lebih jauh setelah ICE (Intercontinental Exchange) meningkatkan margin untuk minyak mentah berjangka Brent Mei sebesar 19 persen efektif 25 Maret, pembaruan margin ketiga tahun ini.
Perdagangan bergejolak untuk kedua patokan minyak mentah, yang naik ke tertinggi baru dua minggu di awal sesi karena kekhawatiran pasokan yang masih ada termasuk laporan awal bahwa pemuatan ekspor minyak mentah dihentikan di terminal CPC Kazakhstan menyusul kerusakan akibat badai.
Tetapi empat sumber yang mengetahui masalah tersebut mengatakan ekspor minyak melalui pipa CPC sebagian akan dilanjutkan pada Kamis (24/3/2022).
"Laporan bahwa pipa CPC akan kembali adalah bantuan besar bagi pasar," kata John Kilduff, mitra di Again Capital di New York, mencatat gangguan pasokan dari penutupan pipa atau sanksi Rusia adalah "masalah besar karena kita tidak bisa membuat barel itu."
Harga minyak mentah mendapat dukungan dari penurunan minyak mentah AS di Strategic Petroleum Reserve (SPR) ke level terendah sejak Mei 2002. Minyak mentah AS di pusat penyimpanan Cushing di Oklahoma turun dalam seminggu hingga 22 Maret, kata para pedagang, merujuk pada laporan dari penyedia data Genscape. Data pemerintah AS menunjukkan stok di sana meningkat selama dua minggu terakhir.
Kanada mengatakan memiliki kapasitas untuk meningkatkan ekspor minyak dan gas alam hingga 300.000 barel per hari (bph) pada 2022 untuk membantu meningkatkan keamanan energi global.