Mufti Ukraina Sebut Invasi Rusia Buat Umat Islam di Negaranya Kesulitan Beribadah Puasa
Sheikh Said Ismagilov menegaskan, bangsa Ukraina sedang berjuang meraih kemerdekaan.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Para pemimpin minoritas umat Islam di Ukraina mengaku kesulitan menjalani ibadah puasa sebagai dampak serangan Rusia yang menghancurkan infrastruktur dan mengganggu ketersediaan pasokan bahan pokok. “Sekarang untuk menjalankan ibadah sukit, untuk mendapatkan air pun sulit. Ibadah selama Ramadhan sulit,” kata Mufti Ukraina, Sheikh Said Ismagilov dalam sebuah diskusi bertajuk “Apa betul Naziisme berkembang di Ukraina?” dikutip pada Senin (4/4/20022).
Diskusi melalui aplikasi zoom tersebut digelar Center of Communication Crisis and Conflict (C4) Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sahid (Usahid) Jakarta dan Paguyuban Wartawan Katolik Indonesia (PWKI). Hadir dalam diskusi tersebut Vasyl Hamianin Dubes Ukraina untuk Indonesia, Sheikh Said Ismagilov Mufti (Pemimpin umat Islam) Ukraina, Sheikh Aider Rustemov Mufti komunitas Islam Krimea Tartar dan Romo Andrii Zelinskyi yang berasal dari Gereja Katolik Yunani.
Berdasarkan agama, populasi Ukraina didominasi oleh Kristen Ortodoks. Orang Islam di Ukraina berjumlah sekitar empat persen dari keseluruhan jumlah penduduknya. Kebanyakan mereka adalah kaum Tatar Krimea dan tinggal di semenanjung Krimea.
Di Kota Kiev sendiri ada sekitar 50 ribu warga muslim termasuk dari mereka merupakan warga yang berasal dari luar negeri. Mereka memiliki Masjid Ar-Rahma yang berada di jantung kota. Masjid ini didirikan sebagai simbol persaudaraan dan perdamaian.
Badan Urusan Agama Islam Ukraina (DUMA), di bawah Kabinet kementerian kabinet Ukraina menyatukan seluruh komunitas muslim di Ukraina. Pemimpin DUMA yang mengorganisir di antara komunitas muslim Ukraina dan luar negeri.
DUMA berupaya menyebarkan ajaran Islam yang benar guna melawan ideologi ektrimis yang saat ini oleh sebagian orang disematkan kepada Islam. DUMA merupakan anggota tetap dari Dewan Keagamaan dan Tempat Ibadah Seluruh Ukraina. DUMA melibatkan diri dalam berbagai komfrensi, simposium termasuk berpartisipasi dalam pembentukan dialog lintas agama.
Kehidupan masyarakat Muslim Ukraina di wilayah semenanjung Krimea mendapat tekanan hebat sejak tahun 2014 ketika Rusia mendukung pemberontakan kelompok separatis mayoritas etnis Rusia beragama Kristen Ortodoks.
Menurut Sheikh Aider Rustemov Mufti komunitas Islam Crimea Tartar masyarakat hidup damai berdampingan ketika Ukraina merdeka dari Uni Soviet, namun hal tersebut berubah drastis sejak Rusia menginvasi wilayah Krimea.
Pada tahun 1944, sedikitnya 190 ribu orang dideportasi ke Asia Tengah atas tuduhan bekerja sama dengan Nazi Jerman selama Perang Dunia II.
Separuh di antaranya tewas karena kelaparan dan mereka yang mencoba kembali pulang ke Semenanjung Krimea dihukum 20 tahun penjara, dan yang selamat selama beberapa dekade terus hidup dengan cap sebagai pengkhianat.
Baca juga : Menkeu Jerman: Uni Eropa Harus Segera Akhiri Hubungan Ekonomi Dengan Rusia
Sheikh Said Ismagilov menegaskan, saat ini Muslim Tartar dan bangsa Ukraina berjuang demi kemerdekaan. “Kepada Muslim Indonesia, sebagai sesama saudara, saya meminta doa dan dukungan untuk kemerdakaan umat muslim di Ukraina.”
Dikutip dari Antara, Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy tampil dalam video yang tayang di acara penghargaan Grammy di Amerika Serikat, dan meminta penonton untuk mendukung Ukraina "dengan semua cara yang kalian bisa."
"Apa yang jadi kebalikan dari musik? Keheningan dari kota yang hancur dan orang yang terbunuh," kata Zelenskyy dalam video yang tayang jelang penampilan penyanyi John Legend dan pujangga Ukraina Lyuba Yakimchuck.
"Isi keheningan itu dengan musikmu. Isilah keheningan itu hari ini, untuk menceritakan kisah kami. Dukung kami dengan segala cara yang kalian bisa. Apa pun, tapi jangan keheningan," kata presiden yang memakai kaos hijau tua dalam bahasa Inggris dengan suara serak.
Baca juga : Harga Emas Dunia Menguat Dipicu Tambahan Sanksi Terhadap Rusia
Perang terjadi di Ukraina lebih dari sebulan lalu ketika militer Rusia menginvasi negara tersebut, membuat ratusan ribu warga sipil pergi dan mengubah kota jadi puing-puing, demikian Reuters dikutip Senin.