Cerita Alice Morrison, Wanita non-Muslim yang Berpuasa di Pegunungan Atlas Maroko

Alice Morrison, penulis buku 'Walking with Nomads' kagumi ritual ibadah puasa.

alicemorrison.co.uk
Alice Morrison, penulis buku
Rep: Umar Mukhtar Red: Agung Sasongko

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Alice Morrison, penulis buku 'Walking with Nomads', mengisahkan kisah kekagumannya terhadap umat Muslim dan ibadah puasa, melalui sebuah artikel yang dimuat di laman The Scotsman. Morrison adalah petualang Skotlandia dan datang ke Maroko untuk menjalankan lomba lari terberat di dunia, Marathon des Sables.

Baca Juga


Dia menyukai Maroko dan selama delapan tahun ia tinggal di sebuah kompleks di Imlil, di Pegunungan Atlas. Ada empat keluarga yang menampung sekitar 25 orang mulai dari kakek buyut yang berusia 90-an, hingga Khadijah yang hampir berusia lima tahun.

Rumah-rumah di sana dibangun di atas batu pegunungan. Dari teras, dapat terlihat pemandangan puncak Atlas yang tertutup salju. Dan di bawah kamar tidur Morrison, ada keluarga sapi dan anaknya yang baru lahir. Ayam-ayam pun berisik dan sibuk berkokok di bawah ruang duduk.

"Ini adalah negara Amazigh (Berber) dan kehidupan di sini bersifat komunal. Saya adalah makhluk yang aneh karena hidup sendiri dan salah satu hal yang harus saya terima ketika saya pindah ke rumah kecil saya, adalah rasa kasihan yang tulus yang dirasakan dari para wanita di sini terhadap saya," kata Morrison.

Keluarga adalah segalanya dalam budaya di tempat Morrison berada. Dan ia cukup beruntung telah diadopsi sebagai semacam bibi, serta mendapat kasih sayang dan hal lainnya. Inilah yang membuatnya memiliki rasa tanggung jawab yang lebih, termasuk untuk turut melaksanakan ibadah puasa.

 

 

"Saya memutuskan bahwa, meskipun saya bukan seorang Muslim, saya harus berpuasa bersama semua orang selama Ramadhan dan berbagi melalui usaha saya. Hal pertama yang semua orang tanyakan kepada saya di bulan Ramadhan adalah, 'Apakah Anda berpuasa,' dan mereka gembira ketika saya mengiyakannya, ini membuat rasa haus dan lapar selama berjam-jam menjadi berharga," jelas Morrison.

Dia memaparkan, seorang Muslim harus berusaha menjadi orang yang lebih baik selama bulan Ramadhan, membuang pikiran dan tindakan buruk dan berjuang untuk jiwa yang lebih murni. Menurutnya, ini sedikit lebih sulit daripada puasa itu sendiri.

"Saya biasanya bangun sekitar jam 8.30 dengan mulut kering dan nafas pagi. Tidak ada kopi yang ditunggu-tunggu. Saya menyikat gigi dengan memastikan saya tidak menelan air, tubuh saya berusaha keras untuk itu. Saya merasa baik-baik saja di pagi hari," tuturnya. 

Kemudian pada pukul setengah lima sore, ini adalah waktu untuk mencoba segala jenis olahraga yang bisa dilakukan selama satu jam. Seperti mandi dan persiapan minum air pada pukul tujuh malam untuk berbuka puasa. "Atau, inilah saatnya saya pergi ke halaman dan duduk bersama para wanita dan mengobrol tentang bagaimana hari kami berjalan," jelasnya.

Morrison mengetahui, salah satu tujuan Ramadhan adalah untuk memahami bagaimana merasakan orang-orang yang terbiasa tidak cukup minum atau makan. "Ketika Anda benar-benar lapar dan haus, hanya itu yang bisa Anda pikirkan. Seolah-olah tubuh Anda telah menyalakan alarm kebakaran, Anda hanya dapat mendengar suara itu," kata dia.

 

 

Meski begitu, teman-teman dan tetangga Morrison sangat menantikan bulan yang penuh berkah itu. Mereka menganggap puasa baik untuk kesehatan sekaligus untuk mereset tubuh. Semangat mereka berkembang dan kemudian ada rasa perayaan yang didapatkan saat berbuka puasa.

Morrison makan setiap malam dengan Fatma, putri-putrinya dan anak-anak. Ada banyak suguhan spesial Ramadhan seperti jus buah segar atau alpukat dengan susu, pizza kecil buatan sendiri, chicken tagines yang lezat, dan couscous raksasa.

Semua menyantap hidangan yang disediakan. Duduk untuk minum teh mint manis dan menonton sinetron Ramadhan Amazigh yang disebut Baba Ali dan melibatkan banyak pria dengan eyeliner.

 

"Kami semua tertawa, duduk terjepit di sofa, anak-anak mengamuk di sekitar kami. Kami minum, makan, dan semua bersama-sama. Perasaan yang luar biasa adalah rasa syukur dan kenikmatan yang mendalam. Bagi saya, inilah berkah Ramadhan yang sesungguhnya," tuturnya.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler