Peraturan Keras Covid-19 Shanghai Picu Perpecahan Antarwarga

Perpecahan terjadi antara warga yang positif Covid-19 dan tidak.

Chinatopix Via AP
Para pekerja dengan APD menurunkan bahan makanan dari sebuah truk sebelum mendistribusikannya kepada penduduk setempat di bawah penguncian COVID-19 di Shanghai, China Selasa, 05 April 2022. Ketegangan peraturan pembatasan sosial ketat atau lockdown di Shanghai mengungkapkan perpecahan di antara warga.
Rep: Lintar Satria Red: Friska Yolandha

REPUBLIKA.CO.ID, SHANGHAI -- Ketegangan peraturan pembatasan sosial ketat atau lockdown di Shanghai mengungkapkan perpecahan di antara warga. Antara yang muda dengan tua, warga lokal dan pendatang dan yang paling parah antara warga yang positif dan negatif Covid-19.

Baca Juga


Selama lockdown sekitar 25 juta warga Shanghai yang sebagian besar tinggal di blok-blok apartemen membentuk sebuah ikatan komunal baru. Melalui barter atau kelompok membeli kebutuhan pokok dan pos-pos berbagi makanan.

Namun setelah empat pekan belum ada tanda-tanda lockdown akan segera berakhir. Di balik gedung-gedung apartemen yang tinggi menjulang rasa frustrasi warga semakin menggunung dan kerap menjadi bahan perbincangan di grup WeChat.

Salah satu contohnya konflik antar warga pecah ketika seorang perempuan dibawa ke pusat karantina tapi hasil tesnya negatif. Ia menuduh tetangganya melaporkannya ke pihak berwenang.

Biasanya hasil tes tidak dibagikan dan kasus positif diumumkan melalui grup WeChat. Pihak berwenang China mencoba untuk menahan penyebaran virus korona paling meluas di negara itu sejak pertama kali diidentifikasi di Wuhan pada akhir 2019 lalu.

Salah seorang warga Amerika Serikat (AS) mengatakan ia diberitahu akan dikirim ke pusat karantina setelah hasil tesnya tidak pasti, ia kembali positif pekan lalu. Kasus ini menimbulkan kepanikan. Tiga sampelnya diambil di karantina tapi tes di rumah negatif.  

"Di grup kirim pesan, mereka mengatakan hal-hal seperti 'oh apa yang positif masih di sana, apa orang yang positif masih di sana?" kata perempuan yang menolak memberikan namanya itu, Senin (18/4/2022).

Warga orang lanjut usia yang lebih rentan pada Covid-19 juga lebih mungkin dibawa keluar dari rumahnya. "Karena media berlebihan mengenai penyakit, dan karena sistem imun orang tua lebih lemah, mereka lebih takut pada virus dibandingkan anak-anak muda," kata seorang warga.

Seorang warga asing yang hanya menyebutkan namanya Alexy curiga salah satu tetangganya positif Covid-19. Sebab hasil tesnya gagal diunggah di aplikasi kesehatan.

Pengelola gedung apartemennya mencoba menghalangi pengiriman makanan ke rumahnya kecuali keluarganya membagikan hasil tes Covid-19 ke warga lain. Sejumlah warga Shanghai mengatakan praktek itu menyebar luas dan melanggar privasi.

"Tidak ada pedoman dan CDC (Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit) kewalahan, mereka merasa diinvestasikan pada misi paling penting dalam hidup mereka, bermain peran sebagai dokter, polisi dan hakim sekaligus," katanya.

Beberapa orang dilarang masuk ke rumahnya dan diminta tinggal di hotel setelah keluar dari pusat karantina. Melanggar pedoman negara.

Warga asing lainnya yang positif Covid-19 mengatakan ia memilih diam di dalam apartemennya dan ke pusat karantina. Banyak tetangganya yang kecewa dan memintanya untuk pergi, mencobanya untuk mengeluarkannya dari grup pesan makanan di WeChat dan bahkan memintanya mengajukan permintaan maaf resmi.

Ia mengatakan seorang tetangganya menyebutnya "orang asing sampah" sementara yang lain menyebar rumor tentang kesehatan mentalnya. Komite warga tidak membantunya.

"Saya melihat tangkapan layar mereka memberitahu warga lain untuk terus meminta saya keluar," katanya. Ia menambahkan akan segera pindah saat ia bisa melakukannya. 

sumber : Reuters
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler