Covid-19 Bikin Jon Bon Jovi Sadar Betapa Rapuhnya Manusia

Jon Bon Jovi kena Covid-19 saat latihan untuk pertunjukan pada 2020.

ROL/Sadly Rachman
Penyanyi Jon Bon Jovi kena Covid-19 pada 2020. Dia tidak mengalami gejala berat dan sudah sembuh dari penyakit akibat infeksi SARS-CoV-2 itu.
Rep: Umi Nur Fadhilah Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rockstar Jon Bon Jovi kembali menjalani wawancara dan pertunjukan setelah bertahun-tahun tak tampil karena pandemi Covid-19. Bintang itu membuka pemikiran pribadinya tentang virus yang menginfeksinya selama latihan untuk tur barunya beberapa saat lalu.

Jon melakukan wawancara pertamanya dengan media sejak 2019, menjelang pertunjukan di Xcel Energy Center di Minnesota. Penyanyi "Livin' on a Prayer" itu mengenang bagaimana pandemi membuatnya sangat sadar betapa "bergejolak" dan "rapuhnya" manusia.

"Tidak masalah apakah Anda muda atau tua, Amerika atau Mesir, tidak peduli siapa Anda atau dari mana Anda berasal, pandemi Covid-19 memengaruhi Anda. Saya menyadari hal itu ketika saya sedang rekaman," kata Jon, seperti dilansir laman Express, Selasa (10/5/2022).

Rekaman terbaru yang Jon maksud berlangsung pada 2020 dan perilisannya tertunda. Dia menyebut selama 40 tahun kariernya, momen itu adalah satu-satunya catatan dia tidak memamerkan karya.

"Saya tidak bisa mempromosikannya, saya tidak bisa menampilkannya, saya tidak bisa mendiskusikannya," ujar musisi berusia 60 tahun itu.

Kabar baiknya, Jon tidak mengalami gejala parah dan sembuh dari Covid-19. Namun, dia mengakui kondisinya itu sangat memengaruhi latihan bandnya saat itu.

"Ketika saya terinfeksi, saya tidak bisa bernyanyi setidaknya selama dua pekan. Itu hal terbesar bagi saya," kata Jon.

Baca Juga


Mengapa Covid-19 memengaruhi beberapa orang lebih buruk daripada yang lain? Sejak awal pandemi, para ilmuwan telah mencoba mencari tahu alasan beberapa orang memiliki gejala Covid-19 yang parah?

Ada beberapa teori yang dikemukakan untuk menjelaskan disparitas tersebut. Sebuah studi yang diterbitkan di Science Immunology menunjukkan bahwa cara sistem kekebalan individu bereaksi terhadap virus itu menentukan risiko gejala parah.

Para peneliti Imperial College London menemukan peningkatan kadar sitokin inflamasi dalam kasus Covid-19 yang parah, terutama Interleukin 6 dan faktor perangsang koloni granulosit-makrofag. Selama sakit, sitokin dapat membantu menjebak bakteri dan virus berbahaya di dalam tubuh dan bekerja untuk menyembuhkan tubuh. Namun, pelepasan protein yang tidak terkendali dapat memicu apa yang dikenal sebagai badai sitokin, di mana terlalu banyak peradangan mulai mempengaruhi sel dan organ.

Mengapa beberapa orang mengalami badai sitokin? Ada sindrom genetik tertentu yang mempngaruhi orang untuk mengalami badai sitokin. Data terbaru menemukan bahwa obesitas juga terkait dengan perkembangan badai sitokin pada Covid-19.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler