Aturan Teknis Pengangkatan Penjabat Kepala Daerah Segera Dibuat
Kemendagri akan membuat aturan teknis pengangkatan penjabat kepala daerah.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Pusat Penerangan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Benni Irwan mengatakan, pihaknya sedang mempertimbangkan untuk menerbitkan peraturan teknis mengenai penunjukan penjabat kepala daerah.
Menurut dia, Kemendagri mencermati dan memahami pengangkatan penjabat kepala daerah tak terlepas dari banyaknya kepentingan terhadap Pilkada serentak nasional 2024.
"Sehingga memandang perlu dan mempertimbangkan untuk menerbitkan aturan dan mekanisme yang lebih demokratis dan transparan," ujar Benni kepada Republika, Ahad (5/6/2022).
Desakan kepada pemerintah untuk membuat peraturan pelaksana sudah diwanti-wanti sejak sebelum kepala daerah definitif mengakhiri masa jabatannya pada Maret 2022.
Sebab, terjadi kekosongan jabatan kepala daerah sejak masa jabatannya berakhir pada 2022 dan 2023 sampai terpilihnya kepala daerah definitif melalui Pilkada serentak 2024.
Pengangkatan penjabat untuk mengisi kekosongan jabatan kepala daerah menuju Pilkada 2024 ini dinilai memerlukan aturan baru yang lebih detail untuk memastikan prosesnya berjalan demokratis. Hal ini pun rupanya diperkuat dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang dibacakan pada 20 April lalu.
Dalam pertimbangannya, MK memerintahkan pemerintah untuk menerbitkan peraturan pelaksana khusus mengenai penunjukan penjabat ini. MK memandang, peraturan pelaksana ini perlu agar ada aturan dan mekanisme yang menjaga prinsip demokratis, transparan, dan akuntabel.
Namun, Kemendagri menunjuk penjabat gubernur dan penjabat bupati/wali kota pada Maret 2022 tanpa adanya aturan teknis yang dimaksud. Kemudian timbul persoalan seperti gubernur yang sempat enggan melantik penjabat bupati pilihan pemerintah pusat serta ditunjuknya anggota TNI aktif menjadi penjabat bupati.
Belum dibuatnya aturan teknis serta sejumlah permasalahan membuat beberapa kelompok masyarakat sipil mengadukan mendagri karena dugaan malaadministrasi dalam proses penunjukan penjabat ke Ombudsman Republik Indonesia pada Jumat (3/6/2022).
Kelompok masyarakat tersebut antara lain Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), Indonesia Corruption Watch (ICW), serta Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem).
Terkait hal ini, Kemendagri akan mengikuti proses tindak lanjut laporan oleh Ombudsman. "Sehubungan dengan itu, Kemendagri siap untuk memberikan penjelasan jika nanti Ombudsman memerlukannya," kata Benni.
Namun, Benni menegaskan, meski tanpa peraturan teknis, proses penunjukan penjabat sudah sesuai dengan peraturan yang ada. Dia menyebutkan beberapa regulasi yang menjadi rujukan adalah Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, UU Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN).
Selain itu, diperhatikan juga UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia, UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI, serta beberapa peraturan turunannya, seperti peraturan pemerintah, peraturan presiden, pertimbangan putusan MK tentang penunjukan penjabat kepala daerah.
Dia mengeklaim, penjaringan calon lima penjabat gubernur sebelumnya sudah dilakukan dengan membuka dan meminta usulan dari kementerian dan lembaga.
Demikian pula Kemendagri meminta usulan kepada gubernur untuk penjaringan calon penjabat bupati dan wali kota. Usulan yang diterima Kemendagri selanjutnya dibahas dalam sidang Tim Penilai Akhir (TPA) sebelum ditetapkan.
"Jadi penetapan penjabat kepala daerah ini bukan keputusan tunggal Presiden atau Menteri Dalam Negeri. Namun berdasarkan hasil pembahasan bersama pada sidang yang dihadiri oleh Mensesneg, Menseskab, Menpan dan RB, Mendagri, Kapolri, Kepala BIN dan Kepala BKN," kata Benni.