Hakim Itong Jalani Sidang Perdana Kasus Suap
Itong didakwa terlibat gratifikasi dan suap pembubaran PT Soyu Giri Primamedika.
REPUBLIKA.CO.ID, SIDOARJO -- Hakim nonaktif Pengadilan Negeri Surabaya, Itong Isnaeni Hidayat menjalani sidang perdana sebagai terdakwa perkara dugaan tindak pidana gratifikasi suap di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya, Selasa (21/6/2022). Terdakwa menjalani persidangan dalam kasus yang sama dengan terdakwa lainnya, yakni M Hamdan selaku Panitera Penggantidan Hendro Kasiono, pengacara, dalam berkas terpisah.
Ketiga terdakwa dituduh terlibat perkara gratifikasi suap terkait dengan pembubaran PT Soyu Giri Primamedika (SGP). "Tahap pertama diberikan Rp 260 juta, tahap berikutnya menjelang putusan, diberikan Rp 140 juta," kata Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Wawan Yunarwanto saat membacakan dakwaan, Selasa (21/6/2022).
Total jumlah uang yang diterima terdakwa Itong dalam perkara ini, menurut dakwaan jaksa, adalah sebesar Rp 400 juta. Dalam perkara ini terdakwa Itong telah menerima uang tersebut dalam jumlah bertahap.
Menanggapi dakwaan jaksa, Itong mengelak dan menyatakan akan mengajukan eksepsi atas dakwaan JPU KPK tersebut. Selain mengajukan eksepsi, Itong juga menyatakan keberatanatas persidangan yang dilakukan secara dalam jaringan.
Itong mengatakan, selain alasan suasana Rumah Tahanan (Rutan) Medaeng yang tidak kondusif untuk sidang dalam jaringan, alasan teknis juga membuatnya tidak bisa menangkap suara dengan jelas persidangan. "Saya mohon (persidangan) offline (tatap muka), suasana di Medaeng tidak mendukung secara online (daring)," katanya.
Kesepakatan dalam perkara ini, KPK menjelaskan, Itong selaku hakim tunggal PN Surabaya menyidangkan perkara permohonan pembubaran PT SGP yang diwakili Hendro sebagai kuasa hukum perusahaan itu. Dalam penanganan perkara itu, KPK menduga ada kesepakatan antara Hendro dan pihak perwakilan PT SGP untuk menyiapkan sejumlah uang yang akan diberikan kepada hakim.
KPK juga menduga uang yang disiapkan untuk mengurus perkara itu berkisar Rp 1,3 miliar, dimulai dari tingkat putusan pengadilan negeri hingga tingkat putusan Mahkamah Agung (MA). Sebagai langkah awal realisasi uang Rp 1,3 miliar itu, Hendro menemui Hamdan, lalu meminta agar hakim yang menangani perkaranya bisa memutus sesuai dengan keinginan Hendro.
Untuk memastikan persidangan perkaranya berjalan sesuai dengan harapan, Hendro diduga berulang kali menjalin komunikasi dengan Hamdan menggunakan istilah 'upeti' demi menyamarkan maksud dari pemberian uang. KPK mengungkapkan, setiap hasil komunikasi antara Hendro dan Hamdan diduga selalu dilaporkan Hamdan kepada Itong.
KPK pun menyebutkan putusan yang diinginkan Hendro adalah agar PT SGP dinyatakan dibubarkan dengan nilai aset yang bisa dibagi sejumlah Rp 50 miliar. Sebagai pemberi, Hendro didakwa dengan dakwaan kesatu Pasal 6 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 (UU Tipikor) joncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP atau kedua Pasal 13 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sebagai penerima, Itong dan Hamdan didakwa dengan dakwaan kesatu Pasal 12 huruf c UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP atau kedua Pasal 11 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Selanjutnya, sidang akan dilakukan pekan depan dengan mendengarkan nota keberatan dari terdakwa.