Mengapa Masih Ada PNS yang Suka Membolos?

Penghapusan tenaga honorer mulai 2023, dinilai akan semakin menguak PNS bandel.

antara
Sejumlah pegawai negeri sipil (PNS) berada di sebuah warung saat jam kerja sekitar pukul 10.00 WIB (ilustrasi). Menpan RB Tjahjo Kumolo menerbitkan SE berisi sanksi pemecatan terhadap PNS yang suka bolos kerja.
Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Febryan. A

Baca Juga


Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan-RB) Tjahjo Kumolo pada pekan lalu menerbitkan Surat Edaran (SE) Menteri PANRB No.16/2022, yang merupakan tindak lanjut atas ditetapkannya Peraturan Pemerintah No. 94/2021 tentang Disiplin PNS. SE ini diteken Tjahjo pada 17 Juni 2022. 

Menyusul penerbitan SE itu, Tjahjo meminta Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) melakukan pengawasan atas jam kerja dan kehadiran PNS. Sebab, sudah ada ketentuan sanksi bagi PNS yang kerap bolos. 

Dalam SE tersebut, Tjahjo kembali menegaskan ketentuan soal kehadiran pegawai dan sanksinya sebagaimana diatur dalam PP 94/2022. Pertama, PNS yang tidak masuk kerja tanpa alasan sah secara kumulatif selama 28 hari kerja atau lebih dalam periode satu tahun, maka akan dijatuhi sanksi 'pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS'. 

Kedua, sanksi 'pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS' juga diberikan bagi PNS yang tidak masuk kerja tanpa alasan sah secara terus menerus selama 10 hari kerja. 

“Sebagai upaya pencegahan pelanggaran tidak masuk kerja yang lebih berat, serta percepatan pembinaan PNS yang melanggar ketentuan masuk kerja di lingkungannya, PPK perlu membangun sistem pengawasan terhadap kehadiran pegawai dengan lebih cepat dan akurat sesuai dengan karakteristik masing-masing,” kata Tjahjo dalam SE tersebut, dikutip Kamis (23/6/2022). 

Tjahjo juga menyatakan, bahwa jumlah jam kerja minimal PNS, baik yang bekerja di instansi pusat maupun daerah, adalah 37,5 jam per pekan. PPK diminta mengawasi kepatuhan PNS terhadap jam kerja ini agar kinerja individu dan organisasi bisa tercapai. Bagi yang melanggar, bisa dijatuhi sanksi disiplin. 

SE ini ditujukan bagi Menteri Kabinet Indonesia Maju, Sekretaris Kabinet, Panglima TNI, Kapolri, Jaksa Agung RI, Kepala BIN, Kepala LPNK, Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Negara, Kesekretariatan Lembaga Non-Struktural, Pimpinan Lembaga Penyiaran Publik, Gubernur, Bupati dan Wali Kota.

 

Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) mengatakan, sanksi pemecatan bagi PNS/ASN yang sering bolos memang sudah sewajarnya diterapkan. Apalagi, saat ini masih ada PNS yang kerap membolos. 

"Fenomena ASN yang tidak disiplin masih kita temukan, tapi jumlahnya semakin berkurang," kata Ketua KASN Agus Pramusinto kepada Republika, Jumat (24/6/2022).

Sayangnya, Agus enggan menyebutkan angka persis jumlah PNS yang membolos. Menurut Agus, sanksi bagi PNS membolos merupakan upaya pemerintah meningkatkan layanan publik. Sanksi hingga pemecatan memang sudah sewajarnya diberikan karena ASN memang harus disiplin agar bisa memberikan kualitas layanan yang baik untuk warga. 

"Tiap-tiap instansi pemerintah dari pusat, provinsi, sampai kabupaten/kota dan turun di tingkat kecamatan dan kelurahan harus memiliki komitmen yang sama untuk melayani warga. Pimpinan instansi pemerintah wajib melakukan pengawasan (disiplin PNS) dengan baik," ujarnya.

 


 

Ketua Umum DPN Korps Pegawai Republik Indonesia (Korpri) Zudan Arif Fakrulloh menyatakan setuju dengan SE Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan-RB) Nomor 16/2022, yang menegaskan sanksi pemecatan bagi PNS yang tidak masuk kerja tanpa alasan sah secara kumulatif selama 28 hari kerja atau lebih dalam periode satu tahun. Menurut dia, aparatur sipil negara (ASN) harus disiplin.

"Setuju. ASN harus disiplin," ujar Zudan kepada Republika, Kamis (23/6/2022).

Dengan ditegaskannya sanksi pemecatan itu, dia pun tidak menampik memang masih ada sejumlah ASN yang kerap bolos. "Iya ada," kata Zudan.

Pengamat kebijakan publik dari Universitas Trisakti, Trubus Rahardiansyah menilai, masih adanya PNS yang kerap bolos kerja lantaran tugas-tugasnya diselesaikan oleh tenaga honorer.  Trubus mengatakan, fenomena PNS kerap mangkir ini sebenarnya merupakan perkara lama yang tak kunjung tuntas. Fenomena ini jamak ditemui di daerah-daerah. 

Bahkan, lanjut dia, ada PNS yang tidak masuk kerja selama berbulan-bulan. Selain itu, banyak pula PNS daerah yang datang ke kantor untuk sekadar absen dengan cara datang ke kantor pukul 10 pagi, lalu pulang jam 12 siang. 

"Selama ini, mereka (PNS) yang bolos-bolos ini ter-cover tugasnya sama tenaga honorer. Karena itu, mereka aman," kata Trubus kepada Republika, Jumat (24/6/2022). 

Dengan adanya kebijakan penghapusan tenaga honorer mulai November 2023, kata Trubus, kelakuan para PNS bandel itu bakal terkuak. Mereka yang selama ini terbiasa santai, tentu bakal pontang panting bekerja sesuai ketentuan untuk menyelesaikan tugas-tugas.  

Trubus menambahkan, meski selama ini ketika PNS membolos ada honorer yang mengurus pekerjaannya, tapi tetap saja hal itu berpengaruh pada kualitas layanan publik. Hal itu terbukti dari jumlah laporan masyarakat ke Ombudsman.  

Sepanjang 2021, Ombudsman menerima 7.186 laporan maladministrasi pelayanan publik. Instansi terlapor paling banyak adalah pemerintah daerah dengan presentase 40,99 persen. Dari laporan yang ditangani Ombudsman, tercatat 33,23 persen laporan merupakan penundaan layanan pubilk berlarut, 28,69 persen tidak memberikan layanan, dan 21,19 persen penyimpangan prosedur. 

Menurut Trubus, ketika tenaga honorer dihapuskan, tentu akan membuat layanan publik semakin memburuk. "Dengan adanya tenaga honorer saja, laporan masyarakat kepada Ombudsman sudah seperti itu. Kalau tidak ada honorer, akan bagaimana jadinya pelayanan publik," katanya. 

 

Gaji 13 untuk ASN/PNS - (Tim infografis Republika)

 

 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler