PBB Minta Dukungan Internasional Lebih Besar untuk Afghanistan
Selain makanan dan tempat tinggal, Afghanistan butuh perbaikan pipa dan obat.
REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA – PBB meminta dukungan internasional yang lebih besar untuk Afghanistan. Hal itu disampaikan setelah negara tersebut diguncang gempa dahsyat yang menewaskan lebih dari 1.150 orang.
Wakil Utusan Khusus Sekretaris Jenderal PBB untuk Afghanistan Dr Ramiz Alakbarov telah mengunjungi warga yang terdampak gempa di negara tersebut. “Kunjungan kemarin (Sabtu, 25 Juni 2022) menegaskan kembali kepada saya penderitaan ekstrem orang-orang di Afghanistan dan tekad mereka yang luar biasa dalam menghadapi kesulitan besar,” ucapnya pada Ahad (26/6/2022), dikutip laman UN News.
Alakbarov mengunjungi desa Mir Sahib dan Khanadin yang terletak di distrik Giyan, Provinsi Paktika. Daerah itu menjadi yang paling terdampak gempa berkekuatan 6,1 skala richter pada Rabu (22/6/2022) pekan lalu. “Terlepas dari kedermawanan fenomenal yang telah ditunjukkan oleh para donor ke Afghanistan selama sepuluh bulan terakhir yang penuh gejolak ini, saya mendesak masyarakat internasional untuk menggali lebih dalam saat ini, karena penduduk menghadapi keadaan darurat lain,” katanya.
Menurut dia, selain bantuan makanan dan tempat penampungan darurat, pembenahan pipa air yang rusak serta kesiapsiagaan terhadap risiko kolera sangat penting. Pemulihan jalur komunikasi, akses jalan, dan mata pencaharian dasar pun signifikan. “Tanpa dukungan transisi seperti itu, wanita, pria, dan anak-anak akan terus menanggung kesulitan yang tidak perlu dan tak terbayangkan,” ujar Alakbarov.
Di tengah krisis demikian, Taliban telah meminta komunitas internasional mencabut sanksi dan mencairkan aset yang sedang dibekukan milik Afghanistan. “Imarah Islam meminta dunia untuk memberikan hak paling dasar kepada warga Afghanistan, yakni hak mereka untuk hidup dan itu melalui pencabutan sanksi serta pencairan aset kami, dan juga pemberian bantuan,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Taliban Abdul Qahar Balkhi saat diwawancara Reuters, Sabtu (25/6/2022).
Sejak merebut kekuasaan di Afghanistan pada Agustus tahun lalu, sejumlah negara, termasuk Amerika Serikat (AS), memberlakukan sanksi terhadap pemerintahan Taliban. Washington, misalnya, membekukan aset bank sentral Afghanistan senilai hampir 10 miliar dolar AS.
Pada Sabtu lalu, juru bicara Gedung Putih Karine Jean-Pierre mengungkapkan, pemerintahan Presiden AS Joe Biden sedang membahas pertanyaan rumit tentang penggunaan dana bank sentral Afghanistan yang dibekukan. Hal itu guna memastikan dana tersebut menguntungkan rakyat Afghanistan dan bukan Taliban.