Wamenkumham: RKUHP Final Miliki 632 Pasal
Hanya dua pasal yang dihapus dari RKUHP yang sebelumnya ditolak.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) resmi menyerahkan draf final dari revisi Kitab Hukum Undang-Undang Pidana (RKUHP) kepada Komisi III DPR. Di dalamnya, terdapat total 632 pasal yang telah menjadi hasil perbaikan tim pembahasan RKUHP bentukan Kemenkumham.
"Ada 632 pasal," ujar Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham), Edward Omar Sharif Hiariej usai rapat kerja dengan Komisi III DPR, Rabu (6/7/2022).
Ia menjelaskan, tim dari Kemenkumham telah melakukan sosialisasi RKUHP di 12 kota dan menghasilkan 14 poin krusial, yakni pasal hukum yang hidup dalam masyarakat (living law); pidana mati; penyerangan harkat dan martabat Presiden dan Wakil Presiden; menyatakan diri dapat melakukan tindak pidana karena memiliki kekuatan gaib; dokter atau dokter gigi yang melaksanakan pekerjaannya tanpa izin; contempt of court; unggas yang merusak kebun yang ditaburi benih; pasal soal advokat yang curang; penodaan agama; penganiayaan hewan; alat pencegah kehamilan dan pengguguran kandungan; penggelandangan; pengguguran kandungan; perzinaan, kohabitasi, dan perkosaan.
Adapun dalam draf final RKUHP, pihaknya telah memutuskan untuk menghapus dua pasal dari 14 poin tersebut. Keduanya adalah pasal soal advokat yang curang dan dokter atau dokter gigi yang melaksanakan pekerjaannya tanpa izin.
"Soal advokat curang kita take out karena itu materi muatan UU Advokat, kedua mengapa hanya advokat saja yang diatur toh yang bisa curang bisa jaksa, panitera, hakim siapapun," ujar Eddy.
Kedua, mengenai dokter dan dokter gigi tanpa izin praktek itu sudah ada dalam UU Praktik Kedokteran. Hal itu dianggap redundant (berulang) dan bukan materi muatan KUHP sehingga di-take out.
Ia mengungkapkan, kemungkinan besar draf tersebut tak disahkan menjadi Undang-Undang pada Kamis (7/7), yang merupakan rapat paripurna penutupan masa sidang DPR.
Ia menjelaskan, RKUHP merupakan carry over atau operan dari DPR periode sebelumnya yang masuk ke dalam program legislasi nasional (Prolegnas) Prioritas 2022. Pemerintah disebutnya tak terburu-buru untuk mengesahkannya.
"Yang jelas dia masuk Prolegnas 2022, sampai 31 Desember 2022, masih ada waktu," ujar Eddy.