Habitat Menyusut-Perburuan Liar Jadi Ancaman Bagi Empat Jenis Kucing Liar Kalimantan

Kalimantan memiliki empat jenis kucing liar yang termasuk binatang dilindungi.

Antara/Rony Muharrman
Macan dahan (Neofelis nebulosa). Selain macan dahan, kucing pesek (Prionailurus planiceps), kucing merah (Catopuma badia), dan kucing batu (Pardofelis marmorata) juga semakin terancam kehidupannya di hutan Kalimantan akibat penyusutan habitat dan perburuan liar,
Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, PALANGKA RAYA -- Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Tengah Nur Patria Kurniawan mengatakan, kehidupan empat jenis kucing liar di Kalimantan kian terancam. Kondisi itu terjadi akibat semakin menyusutnya habitat satwa di hutan dan praktik perburuan liar.

Baca Juga


"Keempat spesies tersebut adalah kucing pesek (Prionailurus planiceps), kucing merah (Catopuma badia), kucing batu (Pardofelis marmorata), dan macan dahan (Neofelis diardi)," kata Patria di Palangka Raya, Kamis (7/7/2022).

Selain keempat spesies tersebut, juga ada kucing kuwuk (Prionailurus bengalensis) yang juga hidup di Pulau Kalimantan. Kucing itu memiliki status konservasi "least concern" (LC) atau berisiko rendah.

Patria mengatakan, saat ini data terkait kucing liar di Kalimantan masih sangat minimal. Untuk itu, BKSDA Kalteng bersama Yayasan Borneo Nature Indonesia (BNF) pada 23 Juni lalu telah menggelar workshop yang fokus tentang pengembangan strategi konservasi spesies kucing liar.

Workshop turut mempertemukan berbagai instansi atau lembaga pemerintahan, swasta, universitas, dan lembaga swadaya masyarakat yang telah maupun sedang bekerja untuk kucing liar. Patria menyebut, acara itu memberi informasi terkait peluang kegiatan, baik riset maupun implementasi konservasi kucing liar dilindungi di Provinsi Kalimantan Tengah.

Selain itu, mereka juga mengumpulkan informasi awal keberadaan kucing liar, memberikan penilaian terkait ancaman utama, serta pengembangan strategi konservasi yang cocok untuk melindungi spesies kucing liar terancam punah. Patria mengungkapkan, setidaknya sejak 10 tahun lalu telah dipasang kamera jebak di berbagai tempat dan dipasang di permukaan tanah dan di kanopi hutan.

Pemasangan kamera jebak pertama dilakukan di Taman Nasional Sebangau. Selain itu, camera trap juga dipasang di bentang alam Rungan yang merupakan hutan mosaik yang merupakan perpaduan hutan rawa gambut, hutan kerangas, dan hutan dipterokarpa dataran rendah.

 

Selanjutnya, sebanyak 20 kamera jebak juga disebar di bentang alam hutan hujan dataran tinggi daerah Barito Hulu pada tahun 2021. Jenis kucing merah kalimantan (Catopuma badia) terekam di bentang alam Rungan dan Barito Hulu.

"Hasil penelitian kamera jebak berfungsi untuk mengetahui keberadaan satwa liar, selain itu juga dapat membantu menganalisis kepadatan populasi suatu spesies, pola aktivitas, pola memangsa (predasi), kompetisi satwa, hingga mengetahui kesesuaian habitat dengan bantuan analisa okupasi," kata Patria.

Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati Spesies dan Genetik Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Indra Exploitasia meminta BKSDA Kalteng dapat membentuk jejaring peneliti dan pemerhati kucing liar. Ia ingin satwa tersebut menjadi satwa prioritas untuk dilestarikan.

"Untuk itu, melalui workshop ini dapat dikumpulkan data dan informasi terkait kucing liar untuk bahan menyusun strategi konservasi kucing liar," katanya.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler