Siapa Anggota DPR yang Coba Pengaruhi IPW di Kasus Sambo?

Ketua IPW mengaku ditelepon anggota DPR yang berusaha memengaruhinya di kasus Sambo.

ANTARA/M Risyal Hidayat
Layar televisi menampilkan proses berlangsungnya sidang tertutup Komisi Kode Etik Polri (KKEP) terhadap mantan Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo di Gedung Transnational Crime Center (TNCC) Divisi Propam Mabes Polri, Jakarta, Kamis (25/8/2022). Mantan Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo tersebut menjalani sidang dugaan pelanggaran etik dalam kasus dugaan pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.
Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Nawir Arsyad Akbar, Antara

Baca Juga


Ketua Indonesia Police Watch (IPW), Sugeng Teguh Santoso mengatakan bahwa dirinya pernah ditelepon oleh tiga orang yang membicarakan kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat (J) yang menyeret nama Irjen Ferdy Sambo. Dua di antaranya adalah anggota DPR.

Bahkan pada 12 Juli 2022, salah satu anggota DPR itu memiliki atensi untuk memengaruhi kasus tersebut ketika berbicara dengannya. Legislator yang enggan ia ungkap identitasnya tersebut mengatakan, Sambo adalah korban dalam kasus tersebut.

"Jadi dia (anggota DPR) bilang, FS ini korban, FS ini dizalimi. Harga dirinya diinjak-injak dan dia (Sambo) sangat menyesal, kenapa bukan dia yang menembak," ujar Sugeng dalam  sidang yang digelar Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR, Kamis (25/8/2022).

Anggota DPR tersebut, jelas Sugeng, juga menekankan bahwa istri Sambo, Putri Candrawati adalah korban dalam kasus pembunuhan Brigadir J. Legislator tersebut menyebut, Putri adalah orang yang dilecehkan.

"Persis sama dengan yang sama dilontarkan Karopenmas, oke informasi saya ini saya tampung. Itu tgl 12 Juli," ujar Sugeng.

Meski enggan mengungkap identitasnya, Sugeng menjelaskan, bahwa anggota DPR yang berusaha mempengaruhinya itu merupakan mantan pengurus organisasi hak asasi manusia (HAM). Khususnya, ketika Sugeng menjabat sebagai wakil ketua di organisasi tersebut.

"Ketika dia bilang panggil, Dinda (dalam telepon), orang ini saya tidak tahu, saya tidak sebut. Memang dia anggota dewan, dia apakah lebih tua dari saya atau tidak? Yang pasti saya tidak pernah adik asuhnya," ujar Sugeng.

"Dia bahkan ketika menjadi pengurus satu organisasi HAM, saya sudah wakil ketuanya di Jakarta, nasional. Dia memanggil saya Dinda, jadi saya tersinggung," sambungnya.

Adapun anggota DPR kedua yang menghubunginya tidak bertujuan untuk mempengaruhinya terkait kasus tersebut. Legislator tersebut hanya meminta penjelasan terkait kasus yang menjadikan Sambo sebagai tersangka itu.

"Dia menelpon, saya telepon balik, karena ditanya ada apa sih, saya cuma nelepon 'ini bang soal kasus Sambo ini menurut saya janggal'. Dia tidak memengaruhi kalau ini," ujar Sugeng.

Sosok terakhir yang menghubunginya adalah seorang polisi berpangkat Komisaris Besar (Kombes) dari Badan Intelijen Keamanan (Baintelkam) Polri. Anggota Baintelkam Polri tersebut menghubunginya dan memiliki atensi untuk mempengaruhinya terkait kasus Brigadir J.

Sugeng menjelaskan, anggota Polri tersebut  juga menceritakan hal yang sama seperti yang dijelaskan oleh anggota DPR pertama yang menghubunginya. Baik Putri yang mengalami pelecehan dan Sambo adalah korban dalam kasus tersebut.

"Ceritanya persis seperti anggota DPR yang pertama, pelecehan, kemudian korban. Dia marah, FS itu tidak ada di lokasi, sedang PCR. Saya kan menganalisis dan saya punya informasi. Jadi saya tetap," ujar Sugeng.

Adapun IPW sendiri sejak 12 Juli 2022 menyatakan ada yang janggal dalam kasus tersebut. Bahkan sudah menyatakan adanya obstruction of justice atau suatu tindakan yang mengancam dengan atau melalui kekerasan, atau dengan surat komunikasi yang mengancam, memengaruhi, menghalangi, atau menghalangi, atau berusaha untuk mempengaruhi, menghalangi, atau menghalangi, administrasi peradilan atau proses hukum yang semestinya.

"IPW menyatakan ada obstruction of justice. Hari ini 97 orang yg diduga melanggar kode etik, ada yangg kena obstruction of justice. Nah pada tanggal 12 Juli, baru masuk ini (telepon dari anggota DPR)," ungkap Sugeng.

 


Ketua Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) Aboe Bakar Al-Habsy belum mengambil sikap apakah anggota Komisi III DPR yang berusaha mempengaruhi IPW akan dipanggil atau tidak. Pihaknya hanya dapat memastikan, tidak ada aliran dana dari Sambo yang mengalir ke kantong legislator.

 

"Sudah-sudah tidak ada apa-apa, close. Intinya menyangkut yang MKD panggil hari ini, Pak Mahfud close, Pak Sugeng close," ujar Aboe, Kamis (25/8/2022).

Wakil Ketua  (MKD) DPR RI Andi Rio Padjalangi menilai klarifikasi Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santosa sudah selesai setelah yang bersangkutan menjelaskan secara perinci terkait dengan kasus mantan Kadiv Propam Polri Irjen Polisi Ferdy Sambo.

"Saya secara pribadi dan institusi menilai sudah selesai setelah Ketua IPW memberikan jawaban," kata Andi Rio.

MKD memanggil ketua IPW terkait dengan pernyataan yang bersangkutan menyebutkan ada anggota DPR yang menerima aliran dana dari Ferdy Sambo. Andi Rio mengatakan, bahwa pemanggilan Ketua IPW bukan dari pengaduan, melainkan tanpa aduan sehingga MKD perlu mengklarifikasi informasi yang beredar di tengah masyarakat tersebut.

"Tadi sudah dijelaskan sejak awal pada tanggal 11 Juli sampai 17 Agustus. Saya menilai penjelasan IPW tidak ada masalah," ujarnya.

Pada hari yang sama, MKD DPR juga meminta keterangan dari Ketua Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Mahfud MD. Dalam keterangannya seusai audiensi dengan MKD, Mahfud mengungkapkan, Irjen Ferdy Sambo menelepon sejumlah pihak untuk membuat prakondisi bahwa Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat (J) terbunuh akibat insiden tembak-menembak. Pihak-pihak yang ditelepon adalah Kompolnas, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM),  dan pemimpin redaksi televisi.

Termasuk anggota DPR yang juga dihubungi oleh Sambo, tetapi Mahfud enggan mengungkapkan siapa legislator tersebut. Pasalnya, anggota DPR tersebut juga tak mengangkat telepon dari mantan Kadiv Propam Polri itu.

"Anggota DPR tidak saya hubungi, pertama karena memang ketika dihubungi tidak diangkat. Kedua, karena itu bukan perbuatan pidana," ujar Mahfud usai sidang yang digelar Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR, di Gedung Nusantara I, Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis.

Sambo, jelas Mahfud, telah membuat skenario agar banyak pihak percaya bahwa Brigadir J meninggal akibat tembak-menembak dengan Bharada Richard Eliezer di kediamannya. Untuk itulah, ia menelepon banyak pihak untuk memperkuat alibinya tersebut.

"Siapa saja mungkin yang dihubungi, mungkin ada ratusan orang oleh Sambo agar percaya, kan tidak apa-apa, yang penting dia tidak menggunakan jabatannya dan itu dilakukan oleh Sambo hari Senin tanggal 11 (Juli 2022)," ujar Mahfud.

"(Menelepon) Bukan dalam rangka perencanaan pembunuhan, tetapi sudah terbunuh, tetapi mau membuat alibi atau skenario alibi yang salah," tegasnya.

 

Kendati demikian, ditelepon oleh seorang yang saat ini berstatus tersangka juga bukan berarti orang itu bersalah. "Kan sama dengan di tengah pasar ada maling, kan tidak bisa dianggap pidana nyebut siapa malingnya. Apalagi kalau cuma ditelepon, bukan tindak pidana, dihubungi bukan tindak pidana," ujar Mahfud.

 

Obstruction of justice di kasus pembunuhan Brigadir J. - (Republika)

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler