Korsel Kerja Sama dengan Rusia Bangun PLTN Pertama Mesir

Keterlibatan Korsel dengan proyek Mesir tidak berbenturan dengan sanksi Rusia.

AP Photo/Ahn Young-joon
Pembangkit listrik tenaga nuklir, Kori 1, kanan, dan Shin Kori 2 terlihat di Ulsan, Korea Selatan, 5 Februari 2013. Korea Selatan telah menandatangani kesepakatan 3 triliun won ($2,25 miliar) dengan perusahaan energi nuklir milik negara Rusia untuk menyediakan komponen untuk pembangkit listrik tenaga nuklir pertama Mesir.
Rep: Dwina Agustin Red: Friska Yolandha

REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Korea Selatan telah menandatangani kontrak tiga triliun won atau setara dengan 2,25 miliar dolar AS dengan perusahaan energi nuklir milik negara Rusia.  Kontrak ini untuk menyediakan komponen dan membangun bangunan turbin pembangkit listrik tenaga nuklir pertama di Mesir. 

Baca Juga


Menurut kantor kepresidenan dan Kementerian Perdagangan Korea Selatan, Pembangkit Listrik Tenaga Air dan Nuklir Korea yang dikelola negara disubkontrakkan oleh Atomstroyexport (ASE) Rusia. Fasilitas ini menyediakan bahan dan peralatan tertentu dan membangun bangunan turbin dan struktur lain di pabrik yang sedang dibangun di Dabaa, kota pesisir Mediterania terletak sekitar 130 kilometer barat laut Kairo.

ASE adalah anak perusahaan Rosatom, konglomerat nuklir Rusia milik negara. Perusahaan memiliki kontrak dengan Mesir untuk mengirimkan empat reaktor 1.200 megawatt hingga 2030. Bagian dari proyek Pembangkit Listrik Tenaga Air dan Nuklir Korea adalah dari 2023 hingga 2029

Seorang pembantu senior Presiden Korea Selatan Yoon Suk-yeol mengatakan, negosiasi diperlambat oleh variabel tak terduga terutama perang Rusia terhadap Ukraina dan kampanye sanksi yang dipimpin Amerika Serikat (AS) terhadap Rusia atas agresinya. Namun, Skretaris Senior Yoon untuk urusan ekonomi Choi Sang-mok mengatakan, Seoul memberikan penjelasan kepada Washington sebelumnya tentang rencananya untuk berpartisipasi dalam proyek Dabaa. 

Menurut Choi, negara sekutu akan menjaga konsultasi erat saat pekerjaan berlangsung. Sebagai bagian dari sanksi yang dipimpin AS terhadap Rusia, Korea Selatan telah mengakhiri transaksi dengan bank sentral Rusia dan dana kekayaan negara, serta melarang ekspor bahan strategis ke Rusia.

Choi menekankan bahwa keterlibatan Korea Selatan dalam proyek tersebut tidak akan berbenturan dengan sanksi internasional terhadap Rusia. Terlebih lagi Korea Hydro and Nuclear Power telah terlibat dalam negosiasi dengan ASE sebagai penawar pilihan untuk proyek terkait turbin sejak Desember, sebelum invasi Rusia ke Ukraina pada akhir Februari.

“Masalah apa pun dapat dipenuhi oleh berbagai ketidakpastian, tetapi semuanya telah diselesaikan sekarang, dan itulah sebabnya kami dapat menyelesaikan kesepakatan,” kata Choi.

Kantor Yoon menyatakan harapan, bahwa partisipasi Korea Selatan dalam proyek Dabaa akan membantu negara tersebut mendapatkan pijakan dalam proyek nuklir masa depan di seluruh Afrika. Proyek ini juga meningkatkan peluangnya untuk mengekspor ke negara-negara seperti Republik Ceko, Polandia, dan Arab Saudi.

Menurut Kantor Kepresidenan Korea Selatan mengatakan,  proyek Dabaa adalah ekspor teknologi tenaga nuklir terbesar negara itu sejak 2009. Sebuah konsorsium yang dipimpin Korea Selatan memenangkan kontrak 20 miliar dolar AS untuk membangun reaktor tenaga nuklir di Uni Emirat Arab.

Presiden konservatif yang mulai menjabat pada Mei itu telah berjanji untuk meningkatkan ekspor teknologi tenaga nuklir Korea Selatan.  Menurutnya,  kesempatan itu ditahan di bawah kebijakan pendahulunya yang liberal, Moon Jae-in, yang berusaha mengurangi ketergantungan domestik negara itu pada energi nuklir. 

Yoon dalam sebuah pernyataan di Facebook mengatakan, kesepakatan itu menegaskan kembali teknologi canggih dan keamanan serta rantai pasokan yang kuat Korea Selatan di industri tenaga nuklir. Pemerintahnya telah menetapkan tujuan untuk mengekspor 10 reaktor tenaga nuklir pada 2030. 

 

sumber : AP
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler