Rusia tak Bisa Hentikan Perang, Bahkan Jika Ukraina tak Jadi Anggota NATO

Rusia, akan melanjutkan invasi sampai tujuannya tercapai, yaitu denazifikasi Ukraina.

Reuters/Ria Novosti/Alexander Astafyev/Pool
Mantan Presiden Rusia, Dmitry Medvedev. Medvedev mengatakan bahwa Moskow tidak akan menghentikan kampanye militernya di Ukraina bahkan jika Kyiv secara resmi meninggalkan aspirasinya untuk bergabung dengan NATO.
Red: Friska Yolandha

REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Sekutu utama Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan pada Jumat (26/8/2022) bahwa Moskow tidak akan menghentikan kampanye militernya di Ukraina bahkan jika Kyiv secara resmi meninggalkan aspirasinya untuk bergabung dengan NATO. Mantan Presiden Dmitry Medvedev, sekarang wakil ketua Dewan Keamanan Rusia, juga mengatakan bahwa Rusia siap untuk mengadakan pembicaraan dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskiy dengan syarat-syarat tertentu.

Baca Juga


Bahkan sebelum invasi Februari, Moskow menjelaskan bahwa keanggotaan Ukraina di NATO tidak dapat diterima. "Meninggalkan partisipasinya dalam aliansi Atlantik Utara sekarang penting, tetapi itu sudah tidak cukup untuk membangun perdamaian," kata Medvedev kepada televisi LCI dalam kutipan yang dilaporkan oleh kantor berita Rusia.

Rusia, katanya, akan melanjutkan kampanye sampai tujuannya tercapai. Putin mengatakan dia ingin "denazifikasi" Ukraina. Kyiv dan Barat mengatakan ini adalah dalih tak berdasar untuk perang penaklukan.

Rusia dan Ukraina mengadakan beberapa putaran pembicaraan setelah invasi dimulai. Akan tetapi, mereka tidak membuat kemajuan dan hanya ada sedikit prospek untuk dimulainya kembali.

"Ini (pembicaraan) akan tergantung pada bagaimana peristiwa itu terjadi. Kami sudah siap sebelum bertemu (Zelenskiy)," kata Medvedev.

Dalam komentarnya, dia juga mengatakan senjata AS yang sudah dipasok ke Ukraina, seperti peluncur roket ganda HIMARS, belum menimbulkan ancaman substansial. Tapi itu bisa berubah, katanya, jika senjata yang dikirim AS bisa mengenai target pada jarak yang lebih jauh.

“Artinya ketika rudal semacam ini terbang 70 km, itu satu hal,” katanya. "Tapi ketika itu 300-400 km, itu lain, sekarang itu akan menjadi ancaman langsung ke wilayah Federasi Rusia."

sumber : Reuters
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler