Ada Covid-19, Hepatitis, Hingga Cacar Monyet: Mengapa Penyakit Menular Banyak Bermunculan?
Infeksi parechovirus, difteri, polio, virus Marburg juga bermunculan pada 2022 ini.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tahun 2022 tampaknya menjadi masa di mana terjadi penyebaran penyakit secara global, dan ini bukan hanya soal Covid-19. Menurut beberapa ahli, fenomena ini tak bisa dijelaskan dengan satu jawaban sederhana.
Salah satu penyakit yang menjadi sorotan di samping Covid-19 pada 2022 adalah hepatitis misterius. Penyakit ini banyak menyerang anak dan bisa memicu terjadinya gagal hati yang mengancam jiwa. Kemunculan kasus hepatitis yang belum diketahui sebabnya ini umumnya ditemukan di Amerika Serikat dan Eropa.
Selain itu, muncul pula kasus cacar monyet yang menular di berbagai negara non endemik. Wabah cacar monyet yang terjadi saat ini dinilai berbeda dibandingkan sebelumnya.
Belum lama ini, kasus meningitis juga menyebabkan kematian pada belasan orang di Florida. Ada pula infeksi parechovirus fatal yang menyerang bayi-bayi baru lahir di beberapa negara bagian Amerika Serikat dan menyebabkan setidaknya satu bayu meninggal dunia.
Di Australia dan Belgia, kasus difteri kembali muncul. Sedangkan di Ghana, kasus infeksi virus Marburg pertama kali ditemukan untuk pertama kalinya.
Tak sampai di situ saja, pekan lalu New York City mengumumkan adanya temuan virus polio di air limbah mereka. Sebelumnya, temuan serupa juga didapati di London.
"Ini seperti semua wabah muncul kembali, kan?" ungkap ahli kesehatan global dari McGill, Dr Madhukar Pai, seperti dilansir Insider, Rabu (31/8/2022).
Menurut Dr Pai dan beberapa ahli lain, proses kemunculan berbagai wabah yang terjadi belakangan ini tidak terjadi begitu saja. Menurut para ahli, setidaknya ada tujuh faktor yang mendorong munculnya berbagai wabah pada 2022 ini.
Kontak manusia-hewan semakin dekat
Pada 2014, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengestimasikan bahwa sekitar 75 persen patogen yang muncul saat ini berasal dari hewan. Di saat yang sama, kontak dan interaksi antara manusia dengan hewan juga semakin dekat.
"Faktor pertama yang mendorong transmisi adalah meningkatnya interaksi manusia dan hewan, pada situasi yang tak sepenuhnya natural, atau pada situasi yang berbeda dibandingkan sebelumnya," jelas ahli pengendalian dan pencegahan penyakit dari Cornell, Dr Jay Varma.
Peningkatan interaksi manusia dan hewan ini didorong oleh beberapa faktor. Sebagian di antaranya adalah deforestasi, penyitaan hewan ternak, hingga perdagangan satwa liar ilegal.
Cepatnya perjalanan global dan migrasi
Adanya berbagai moda transportasi saat ini membuat jarak tak lagi menjadi kendala untuk bepergian. Namun di saat yang sama, kemudahan ini dapat membuat penyakit menular bisa menyebar ke mana saja dengan cepat.
"Setiap kali seseorang naik pesawat, ada sedikit risiko bahwa mereka membawa sesuatu (kuman) baru bersama mereka," jelas pimpinan redaksi New England Journal of Medicine, Dr Eric Rubin.
Pada 2022, misalnya, kasus cacar monyet bisa menyebar ke berbagai negara setelah orang yang terinfeksi melakukan perjalanan udara dengan pesawat. Sebaliknya, pada 2020 ketika perjalanan internasional dibatasi, kasus flu tampak mereda selama setahun.
Baca juga : Cacar Monyet di Indonesia Varian Clade IIB, Ahli: Ringan, Tapi Tetap Harus Waspada
Perburukan krisis iklim
Sebuah karya ilmiah dalam jurnal Nature mengungkapkan bahwa kondisi perubahan iklim turut memperburuk sebagian besar patogen manusia di bumi. Beberapa contoh dari situasi ini telah terjadi.
"Penyakit yang ditularkan melalui serangga telah mengalami perubahan pola, karena serangga yang membawa mereka kini memiliki rentang yang lebih luas," jelas Dr Rubin.
Chikungunya, misalnya, dahulu merupakan penyakit yang hanya mengancam wilayah tertentu saja. Kini, chikungunya telah menjadi penyakit global.
Vaksin rutin anak tak lagi gencar
Selama pandemi, tingkat vaksinasi di dunia mengalami penurunan yang signifikan. Bahkan, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebut penurunan vaksinasi pada anak selama pandemi sebagai yang terbesar dalam 30 tahun terakhir.
Misinformasi dan keengganan terhadap vaksin merupakan beberapa faktor yang mendorong terjadinya penurunan ini. Oleh karena itu, peningkatan kasus penyakit yang sebenarnya bisa dicegah dengan vaksinasi bisa kembali meningkat setelah restriksi pandemi dilonggarkan.
"Kita perlu semua orang untuk divaksinasi atau kita semua akan menghadapi risikonya," ujar Dr Varma.
Mengabaikan wabah di negara berkembang
Selama ini kasus cacar monyet menjadi ancaman bagi warga Afrika. Namun, tak ada banyak negara yang mau turun tangan membantu mengatasi masalah ini.
"Tak ada yang memberikan mereka vaksin. Sekarang, tiba-tiba, semua negara kaya mencari dan mendapatkan vaksin cacar monyet?" jelas Dr Pai
Bila sejak awal cacar monyet di Afrika dikelola dengan baik, Dr Pai menilai penyebaran kasus cacar monyet ke negara lain mungkin bisa dicegah. Hal serupa juga berlaku untuk kasus Covid-19 yang terjadi di negara-negara berpendapatan rendah atau Ebola di Afrika Barat.
Kemajuan teknologi dan banyaknya perhatian
Berbeda dengan di masa lalu, saat ini ilmuwan memiliki teknologi yang lebih baik untuk bisa mengidentifikasi kemunculan wabah yang mengancam. Di saat yang sama, masyarakat dari berbagai belahan dunia juga bisa mengakses informasi dengan lebih mudah. Oleh karena itu, kemunculan berbagai masalah kesehatan baru bisa dengan cepat dikenali dan disebarkan informasinya.
Kemungkinan dampak Covid-19
Hingga saat ini, belum benar-benar diketahui bagaimana paparan Covid-19 dapat memengaruhi sistem imun tubuh. Terlebih, obat steroid dan antibiotik banyak digunakan dalam merawat pasien-pasien Covid-19. Hal tersebut bisa saja memicu lebih banyaknya infeksi jamur, superbug, dan resistensi antimikroba.
- penyakit menular
- kemunculan banyak penyakit menular
- covid 19
- hepatitis akut misterius
- virus marburg
- parechovirus
- cacar monyet
- polio
- chikungunya
- penyakit yang ditularkan hewan
- virus monkeypox
- penyebab cacar monyet
- ciri ciri cacar monyet
- gejala cacar monyet
- cara mengobati cacar monyet
- vaksin cacar monyet