TGIPF: Jika Benar Gas Air Mata yang Digunakan di Kanjuruhan Kedaluwarsa, Itu Pelanggaran

Polisi yang mengamankan laga sepak bola harusnya berbasis polisi sipil bukan militer.

ANTARA/Indrianto Eko Suwarso
Anggota Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) Tragedi Kanjuruhan Rhenald Kasali (tengah) menyampaikan keterangan kepada wartawan usai menggelar pertemuan dengan Asosiasi Pemain Profesional Indonesia (APPI) dan Kompolnas di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Senin (10/10/2022). Dalam pertemuan tersebut TGIPF menyampaikan adanya sejumlah aturan yang tidak dijalankan terkait insiden di Stadion Kanjuruhan, seperti tindakan pengamanan yang berlebihan oleh polisi, fasilitas stadion yang tidak layak, serta waktu pertandingan yang tidak bijak.
Rep: Flori Sidebang Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) Rhenald Kasali mengatakan, pihaknya sedang membahas mengenai dugaan aparat kepolisian yang menggunakan gas air mata kedaluwarsa saat melakukan pengamanan di Stadion Kanjuruhan pada Sabtu (1/10/2022) lalu. Dia menyebut, kandungan zat kimia dalam gas air mata tersebut bahkan tengah diperiksa di laboratorium.

Baca Juga


"Salah satu kecurigaan kami adalah (gas air mata) kedaluwarsa dan itu sudah dibawa ke laboratorium, semuanya diperiksa," kata Rhenald kepada wartawan di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Senin (10/10/2022).

Menurut dia, jika gas air mata yang digunakan kepolisian memang terbukti kedaluwarsa, maka hal itu merupakan suatu pelanggaran. Sebab, ia mengingatkan, kepolisian yang melakukan pengamanan dalam pertandingan sepak bola itu tidak berbasis militer, tetapi sipil.

"Kalau itu kedaluwarsa, tentu itu adalah pelanggaran. Tentu itu adalah penyimpangan. Karena gas air mata itu, ingat ini adalah kalau kepolisian itu adalah sekarang ini namanya bukan military police, bukan polisi yang berbasis militer, tapi ini adalah civilian police," jelas dia.

"Nah, maka polisi itu pun juga di tangan kanannya adalah kitab HAM. Jadi bukan senjata untuk mematikan, tapi senjata untuk melumpuhkan supaya tidak menimbulkan agresivitas. Yang terjadi adalah justru mematikan. Jadi ini tentu harus diperbaiki," tambahnya menjelaskan.

Selain itu, Rhenald mengungkapkan, pihaknya juga sedang mendalami siapa atasan yang memberikan perintah kepada pasukan huru-hara (PHH) kepolisian untuk memasuki lapangan. Ia menyebut, hal ini dibahas dengan melibatkan Kompolnas. Namun, dia belum merinci terkait hal tersebut.

"Tadi kami sudah bicarakan berapa level, menurut Kompolnas baru satu level di atasnya. Sedangkan menurut ketentuan dua level di atasnya," ujarnya.

Sebelumnya, Polri mengakui adanya pemakaian gas air mata kedaluwarsa oleh kepolisian saat melakukan penanganan kericuhan massa seusai laga Arema FC vs Persebaya di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur (Jatim), Sabtu (1/10/2022). Kepala Divisi (Kadiv) Humas Mabes Polri Inspektur Jenderal (Irjen) Dedi Prasetyo mengatakan, tim penyidikan dari Puslabfor dan Inafis menemukan sejumlah tabung gas air mata dengan batas masa penggunaan tahun 2021.

“Ada beberapa yang ditemukan memang itu yang tahun 2021,” kata Dedi di Mabes Polri, Jakarta, Senin (10/10/2022).

Akan tetapi, Dedi memastikan, gas air mata kedaluwarsa tersebut tak mematikan. Pun kata Dedi meyakinkan, Polri mengacu pada pendapat para pakar pesenjataan, dan ahli kimia, serta profesor racun, yang menguatkan pendapat penggunaan gas air mata bukan penyebab kematian seseorang saat terjadi pengendalian massa oleh kepolisian.

 

Enam Tersangka Tragedi Kanjuruhan - (infografis republika)

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler