Polri Akui Ada Penggunaan Gas Air Mata Kedaluwarsa di Kanjuruhan
Sejumlah tabung gas air mata memiliki masa penggunaan tahun 2021.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Polri mengakui adanya pemakaian gas air mata kedaluwarsa oleh kepolisian saat melakukan ‘serangan’ terhadap para penonton dan suporter dalam tragedi kemanusian di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur (Jatim), Sabtu (1/10/2022). Kepala Divisi (Kadiv) Humas Mabes Polri Inspektur Jenderal (Irjen) Dedi Prasetyo mengatakan, tim penyidikan dari Puslabfor dan Inafis menemukan sejumlah tabung gas air mata dengan batas masa penggunaan tahun 2021.
“Ada beberapa yang ditemukan memang itu yang tahun 2021,” begitu kata Dedi di Mabes Polri, Jakarta, Senin (10/10/2022).
Akan tetapi, Dedi memastikan, gas air mata kedaluwarsa tersebut tak mematikan. Pun kata Dedi meyakinkan, Polri mengacu pada pendapat para pakar pesenjataan, dan ahli kimia, serta profesor racun, yang menguatkan pendapat penggunaan gas air mata bukan penyebab kematian seseorang saat terjadi pengendalian massa oleh kepolisian.
Terkait dengan gas air mata kedaluwarsa, Dedi menerangkan, berbeda dengan bahan makanan. Kata Dedi, gas air mata adalah produk kimiawi nonracun yang khusus, dan boleh digunakan oleh kepolisian dalam pengendalian, dan pengurai massa masif, serta anarkistis.
Gas air mata masuk dalam jenis persenjataan keamanan ringan yang penggunaannya, mengacu pada Protokol Jenewa 22/1993. Kata Dedi, karena gas air mata adalah produk kimiawi nonracun, yang jika melewati batas waktu penggunaan, efektivitas dari dampak yang didapatkan akan semakin menurun.
Sebaliknya produk makanan, kata Dedi menerangkan, jika penggunaannya melewati batas waktu maka akan terjadi proses pembusukan yang menimbulkan cendawan bahkan racun. “Kalau makanan ketika kedaluwarsa, maka itu itu ada jamur, ada bakteri yang bisa mengganggu kesehatan. Kebalikannya dengan zat kimia, atau gas air mata ini, ketika ini dia kedaluwarsa, justru kadar kimianya itu berkurang. Sama dengan efektivitasnya gas air mata ini, ketika ditembakkan dia tidak bisa lebih efektif lagi,” tegas Dedi.
Pendapat tersebut, kata Dedi, mengacu pada dua keterangan ahli yang Polri minta keterangannya dalam penyidikan tragedi kemanusian di Kanjuruhan itu. Dalam tragedi di Stadion Kanjuruhan, sedikitnya 131 penonton, dan suporter sepak bola tewas. Kejadian itu terjadi usai laga Arema Vs Persebaya, Sabtu (1/10/2022).
Selain menyebabkan korban jiwa, lebih dari 500 lainnya mengalami luka-luka berat, maupun ringan. Mereka yang menjadi korban dari beragam usia. Catatan kematian korban, termuda balita usia sekitar tiga tahun.