Mengapa Risiko Osteoporosis Meningkat Selama Pandemi Covid-19?
Risiko osteoporosis meningkat selama pandemi Covid-19.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pandemi Covid 19 berdampak dalam segala sektor, termasuk pada sisi kesehatan. Salah satunya risiko osteoporosis yang meningkat saat pandemi Covid 19.
"Risiko osteoporosis bertambah selama pandemi karena dari virus bisa memengaruhi tubuh dan mengalami peradangan yang bisa menggerogoti tubuh," ujar Sekretaris Jenderal Perhimpunan Osteoporosis Indonesia (Perosi), dr Lily Indriani Octavia MGizi SpGK(K) dalam konferensi pers 20 Tahun Anlene Lawan Osteoporosis, di Jakarta, Kamis (20/10/2022).
Saat terinfeksi SARS-CoV-2, virus penyebab Covid-19, penderita tentu mendapatkan obat steroid yang harus dikonsumsi. Obat ini dapat menurunkan massa tulang yang akan menyebabkan osteoporosis.
Selain itu, saat pandemi Covid-19, orang menjadi kurang aktivitas dan malas bergerak, sementara konsumsi makanan semakin tinggi termasuk makanan yang kekinian yang tinggi kalori. Hal ini membuat berat badan bertambah yang merupakan salah satu faktor risiko osteoporosis.
"Pandemi yang berkepanjangan dapat meningkatkan kejadian osteoporosis dan patah tulang," ujar dr Lily.
Dr Lily mengungkapkan ada beberapa faktor risiko osteoporosis, di antaranya ialah gangguan status gizi baik malnutrisi atau obesitas. Di samping itu, defisiensi mikronutrien juga berdampak serupa.
Selain itu, mengalami penyakit kronis seperti diabetes dan hipertensi pun bisa membuat orang berisiko osteoporosis. Begitu pula dengan obat-obatan yang dikonsumsi jangka panjang.
"Faktor risiko yang tidak bisa dikendalikan termasuk berupa usia, jenis kelamin, dan perubahan lingkungan," kata dr Lily.
Dengan adanya faktor risiko tersebut, setiap orang diharapkan berusaha mengenali dan mencegah osteoporosis sejak dini. Kalau ada faktor risiko, lakukan pemeriksaan bone mineral density (BMD) untuk memastikan osteoporosis.
Dr Lily mengatakan osteoporosis disebut silent disease karena datang tanpa gejala. Biasanya, orang baru menyadarinya ketika tinggi badan berkurang. "
Tidak ada gejala, tahu-tahu patah tulang karena jatuh akibat senggolan ringan atau terpeleset ringan," ungkap dr Lily.