Ada Terapi Nonfarmakologis, tidak Semua Penyakit Harus Diatasi dengan Menggunakan Obat
Ketika anak demam, terapi nonfarmakologis bisa dilakukan alih-alih memberi obat.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi DKI Jakarta mengingatkan masyarakat bahwa tidak semua penyakit harus diatasi dengan menggunakan obat. Dinkes mengajak menggunakan obat secara lebih rasional.
"Jadi ada namanya terapi nonfarmakologis, tidak perlu selalu minum obat," kata Kasie Kefarmasian Dinkes Provinsi DKI Jakarta Hari Sulistyo dalam diskusi mengenai kiat konsumsi obat secara aman yang diikuti secara daring di Jakarta, Jumat (21/10/2022).
Untuk demam, misalnya, Hari menganjurkan agar anak tidak langsung diberi obat. Sebab, sebenarnya demam adalah mekanisme pertahanan diri.
Hari menyarankan agar orang tua memastikan anaknya yang demam untuk banyak minum, baik air putih atau jus buah. Lalu, kompres dengan air hangat serta ajak anak untuk lebih banyak beristirahat.
Penjelasan serupa telah disampaikan Ketua Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Piprim Basarah Yanuarso dalam siaran live di akun Instagram resmi IDAI, Selasa (18/10/2022) malam. Ia menyerukan orang tua untuk tidak perlu panik saat anak terserang demam dan batuk.
Dr Piprim mengatakan pemberian obat pereda demam seperti parasetamol adalah pilihan terakhir yang bisa diambil. Yang penting anak cukup istirahat, terpenuhi kebutuhan cairannya, dan dikompres dengan air hangat.
"Pakai cara konservatif dulu, kecuali ada komorbid seperti asma atau pneumonia, itu butuh obat serius," ujar dr Piprim dalam siaran langsung Instagram "IDI Menjawab" yang diikuti dalam jaringan di Jakarta, Selasa (18/10/2022).
Dr Piprim menjelaskan batuk dan pilek juga tidak perlu diatasi dengan antibiotik. Bahkan, batuk pilek sebenarnya tidak membutuh obat.
"Batuk pilek bisa sembuh sendiri, dan demam itu sebenarnya mekanisme pertahanan tubuh untuk mengusir virusnya," kata dr Piprim.
Interaksi obat
Anggota Dewan Pakar PP Ikatan Apoteker Indonesia, Prof Keri Lestari, mengatakan penyebab gangguan ginjal akut pada lebih dari 200 anak Indonesia akan lebih mudah ditemukan jika biang keladinya adalah obat tunggal. Namun, mengingat sejauh ini belum diketahui penyebab pastinya, ada kemungkinan itu terjadi akiba adalah interaksi obat.
"Interaksi obat dengan makanan atau justru makanan itu sendiri yang menyebabkan gangguan ginjal," ujar Prof Keri dalam siaran pers yang diterima Republika.co.id, Jumat (21/10/2022).
Menurut Prof Keri, asumsi ini perlu diteliti lebih jauh. Ia berharap apoteker diberi akses terhadap pasien untuk dapat mengungkap lebih dalam obat apa saja yang telah dikonsumsi atau makanan yang telah diasup.
Dalam surat edaran PP IAI yang ditujukan kepada para pengurus daerah di Indonesia juga disebutkan agar para apoteker lebih memperhatikan kemungkinan interaksi antarobat, dan interaksi dengan makanan. Interaksi ini berisiko menimbulkan kejadian fatal seperti kegagalan organ, termasuk kondisi gagal ginjal akut.