Ini Dia Kinerja Kemenkeu Selama 2022

Realisasi pendapatan negara mencapai Rp 2.626,4 triliun atau 115,9 persen.

ANTARA FOTO/Aprillio Akbar
Menteri Keuangan Sri Mulyani (tengah) mengikuti rapat kerja bersama Komisi XI DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (12/12/2022). Rapat tersebut membahas mengenai kebijakan tarif cukai hasil tembakau tahun 2023.
Rep: Iit Septyaningsih Red: Lida Puspaningtyas

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan, Kerja Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) selama kurang lebih tiga tahun terakhir telah menjaga masyarakat. Sekaligus perekonomian yang terbukti tangguh menghadapi berbagai guncangan dan ancaman ketidakpastian.

Ia menyebutkan, pelaksanaan APBN 2022 yang mencatatkan kinerja positif sejalan dengan perekonomian domestik yang membaik, serta semakin terkendalinya pandemi Covid-19. Diharapkan, baiknya kinerja APBN tahun lalu dapat menjadi modal hadapi tantangan pada 2023.

"Realisasi pendapatan negara mencapai Rp 2.626,4 triliun atau 115,9 persen dari Perpres 98/2022, angka itu tumbuh 30,6 persen dibandingkan realisasi pada 2021," katanya dalam konferensi pers virtual, Selasa (3/1/2023).

Dari total realisasi pendapatan negara tersebut, realisasi penerimaan perpajakan mencapai Rp 2.034,5 triliun atau 114,0 persen dari Perpres 98 tahun 2022 atau tumbuh 31,4 persen dari realisasi tahun 2021. Untuk realisasi penerimaan kepabeanan dan cukai adalah sebesar Rp 317,8 triliun atau 106,3 persen dari Perpres 98/2022, atau meningkat 18 persen dibandingkan realisasi 2021.

Capaian penerimaan perpajakan tersebut, jelas dia, didorong oleh tingginya pertumbuhan ekonomi dan terus membaiknya permintaan. Lalu tren peningkatan harga komoditas, kenaikan harga komoditas utama ekspor, serta peningkatan permintaan dalam negeri terkait barang impor.

Sementara, realisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) mencapai Rp 588,3 triliun atau 122,2 persen sesuai
Perpres 98/2022. Capaian tersebut meningkat 28,3 persen dibandingkan realisasi 2021 yang didukung
oleh meningkatnya harga komoditas seperti minyak mentah dan minerba, juga membaiknya layanan PNBP Kementerian/Lembaga (K/L), seiring meningkatnya aktivitas masyarakat.

Sedangkan realisasi belanja negara mencapai Rp 3.090,8 triliun atau meningkat 10,9 persen dari realisasi 2021. Itu sejalan dengan strategi kebijakan APBN yang berperan sebagai shock absorber.

"Anggaran belanja tersebut ditujukan guna melindungi perekonomian dan masyarakat terhadap dampak risiko ketidakpastian global," tuturnya.
Penyerapan belanja negara itu, kata dia, mencapai 99,5 persen dari Perpres 98/2022. Disebutkan pula, realisasi belanja pemerintah pusat mencapai Rp 2.274,5 triliun atau 98,8 persen dari Perpres 98/2022 atau meningkat 13,7 persen dari realisasi tahun 2021.

Jumlah tersebut tediri dari realisasi belanja K/L sebesar Rp 1.079,3 triliun atau 114,1 persen dari Perpres 98/2022. Itu dipengaruhi oleh antara lain peningkatan pagu belanja K/L untuk mendukung Program Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PC PEN)
di bidang kesehatan dan perlindungan sosial.

Tambahan belanja di bidang kesehatan utamanya untuk penanganan pasien Covid-19, pembayaran insentif tenaga kesehatan, pengadaan obat-obatan atau vaksin penanganan Covid-19. Tambahan belanja di bidang perlindungan sosial utamanya untuk menjaga daya beli  dan meringankan beban pengeluaran masyarakat.

"Seperti melalui program Bantuan Langsung Tunai (BLT) Minyak  Goreng, BLT BBM, dan Bantuan Subsidi Upah, serta untuk penanggulangan bencana alam di beberapa daerah," katanya.

Adapun realisasi belanja non-K/L mencapai Rp 1.195,2 triliun atau 88,2 persen dari Perpres 98/2022. Meningkat 47,6 persen apabila dibandingkan realisasi tahun 2021. Jumlah tersebut antara lain terdiri dari pembayaran bunga utang yang mencapai Rp 386,3 triliun atau 95,2 persen dari Perpres 98/2022 dan subsidi energi
dan kompensasi sebesar Rp551,2 triliun atau 109,7 dari Perpres 98/2022.

Angka ini meningkat 192,7 persen dari
realisasi pada 2021, terutama dipengaruhi oleh lebih tingginya harga ICP dan konsumsi BBM dan Listrik yang meningkat. Realisasi anggaran Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKD) tahun 2022 mencapai Rp 816,2 triliun atau 101,4 persen dari Perpres 98/2022 atau meningkat 3,9 persen dibandingkan realisasi pada 2021.

Realisasi anggaran TKD tersebut antara lain dipengaruhi oleh peningkatan alokasi Dana Bagi Hasil (DBH), dan kinerja daerah
dalam memenuhi persyaratan penyaluran Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus, serta pelaksanaan program BLT Desa Pembiayaan anggaran tahun 2022 difokuskan pemerintah untuk menutup defisit yang realisasinya mencapai Rp 583,5 triliun atau 69,5 persen dari Perpres 98/2022 sebesar Rp 840,2 triliun.
"Anggaran defisit utamanya untuk membiayai kegiatan dalam rangka keberlanjutan Program PC-PEN," katanya.

Selain itu, anggaran defisit juga berperan dalam mendukung kenaikan belanja negara untuk melindungi perekonomian dan masyarakat, dalam rangka menghadapi ketidakpastian global. Realisasi pembiayaan utang pada 2022
mencapai Rp 688,5 triliun atau 73 persen dari Perpres 98/2022 sebesar Rp 943,7 triliun.

Realisasi pembiayaan utang tersebut sebagian dimanfaatkan untuk pembiayaan investasi sebesar Rp106,8 triliun. Sri mengatakan kinerja APBN adalah menggambarkan keseluruhan upaya Indonesia menghadapi pandemi yang luar biasa tiga tahun ini.

Upaya Indonesia untuk memulihkan kondisi ekonomi masyarakat, kegiatan ekonomi, dan kondisi kesejahteraan masyarakat. Ia berkomitmen akan terus menjaga APBN keuangan negara sebagai instrumen yang kredibel, efektif dan tentu sehat dan sustainable.

"Ini merupakan salah satu prasyarat bagi
Indonesia untuk terus maju dan berkembang sehingga kita bisa mencapai cita-cita negara Indonesia," katanya.

Baca Juga


BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler