Karyawan Takut Mengakui Masalah Kesehatan Mental di Tempat Kerja, Ini Alasannya
Ada alasan karyawan enggan membicarakan masalah apa pun, termasuk kesehatan mental.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebagian karyawan di Inggris dan Amerika Serikat ditengarai mengidap depresi atau kecemasan, namun hanya sedikit yang mengakuinya kepada perusahaan tempat mereka bekerja. Bahkan, karyawan tetap enggan mengakui ketika mengambil cuti untuk mengatasi kondisinya.
Hal itu terungkap dalam penelitian yang digagas oleh pengembang aplikasi kesehatan mental kecerdasan buatan, Wysa. Berdasarkan studi itu, sekitar 35 persen pekerja yang berusia 16 hingga 65 tahun mengalami depresi sedang hingga berat atau gejala kecemasan yang parah.
Hanya 13 persen responden yang mengatakan bahwa mereka akan merasa nyaman jika mengakui kepada pemberi kerja bahwa mereka butuh waktu istirahat untuk memulihkan kesehatan mental. Sebanyak 67 persen telah mengambil cuti karena kesehatan mental yang buruk, tapi berbohong kepada bos terkait alasannya.
Masalah yang ada dinilai sangat akut di kalangan anak muda, karena hampir setengah responden mengidap kecemasan sedang atau berat (44 persen) serta depresi (46 persen). Tak cuma anak muda, hampir semua kelompok usia enggan mengutarakan masalah kesehatan mental atau meminta dukungan organisasi.
Mayoritas responden (81 persen) lebih memilih untuk berkonsultasi dengan aplikasi daripada berbicara dengan tim SDM di perusahaan, tentang masalah kesehatan mental. Direktur pelaksana Wysa di Britania Raya, Ross O'Brien, menyeru kepada perusahaan agar memberikan dukungan kesehatan mental yang memadai kepada karyawan.
"Terlepas dari kenyataan bahwa orang-orang jelas mengalami kesusahan dan kadang-kadang menghadapi gejala kecemasan dan depresi yang parah, mereka enggan untuk berbicara," ucap O'Brien, seperti dikutip dari laman HR Magazine, Senin (9/1/2023).
Atas permintaan Wysa, studi tersebut dilaksanakan oleh Obsurvant dengan melibatkan 2.024 responden di seluruh Amerika Serikat dan Inggris selama periode Oktober 2022. Menanggapi hasilnya, direktur kesejahteraan dan manfaat di penasihat asuransi Partnersand, Steve Herbert, mengaku tidak terkejut.
Herbert menyoroti, ada alasan karyawan enggan membicarakan masalah apa pun, baik itu kesehatan fisik, kesejahteraan finansial, atau kondisi mental. Mereka takut masalah itu dilihat sebagai kelemahan.
Padahal, kecemasan serupa terus meningkat selama kemerosotan ekonomi global. Herbert sepakat perusahaan tetap perlu mendukung para pekerjanya dalam aspek kebugaran fisik, kesejahteraan finansial, dan kesehatan mental.
"SDM harus memastikan bahwa penawaran tunjangan karyawan yang disponsori perusahaan cukup untuk mendukung bidang kesejahteraan apa pun," ujarnya.