Kinerja Perbankan Positif, OJK: Likuiditas Tetap Ample

OJK mengungkapkan, kinerja industri perbankan selama 2022 terjaga baik.

Antara/Syifa Yulinnas
Karyawati Bank Syariah Indonesia (BSI) menghitung uang rupiah di Kantor Cabang Pembantu (KCP) Daud Beureueh, Banda Aceh, Aceh, Jumat (21/1/2022). Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Dian Ediana Rae mengungkapkan, kinerja industri perbankan selama 2022 terjaga baik dan tumbuh positif.
Rep: Rahayu Subekti Red: Ahmad Fikri Noor

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Dian Ediana Rae mengungkapkan, kinerja industri perbankan selama 2022 terjaga baik dan tumbuh positif. Selain itu juga mampu menahan tekanan perekonomian global.

Baca Juga


“Baiknya kinerja perbankan tersebut tidak terlepas dari pengawasan dan pengaturan yang dilakukan OJK dan juga dukungan kebijakan fiskal maupun moneter dalam menjaga stabilitas sistem keuangan,” kata Dian dalam pernyataan tertulisnya, Selasa (10/1/2023). 

OJK optimistis, kondisi perbankan akan tetap terjaga dan mendukung pertumbuhan ekonomi nasional. Meskipun begitu, Dian mengatakan juga perlu diwaspadai risiko di tengah ketidakpastian global yang dapat menyebabkan perlambatan pertumbuhan ekonomi.

Data OJK pada November 2022, kredit perbankan tumbuh 11,16 persen dibandingkan periode yang sama pada 2021. Selain itu, penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) tumbuh sebesar 8,78 persen dibandingkan periode yang sama pada 2021. 

OJK juga mencatat tingkat pertumbuhan kredit dan DPK tersebut yang melebihi level prapandemi Covid-19 dengan indikator risiko perbankan yang terjaga. Perkembangan perbankan yang baik juga tercermin dari kondisi likuiditas yang ample tecermin dari rasio AL/NCD dan AL/DPK masing-masing sebesar 134,97 persen dan 30,42 persen. 

“Rasio likuiditas tersebut masih jauh di atas threshold, walaupun lebih rendah dari periode tahun lalu karena akselerasi penyaluran kredit dan kebijakan kenaikan rasio GWM,” jelas Dian. 

Permodalan bank juga tergolong kuat dan diyakini mampu menyerap risiko yang dihadapi dengan CAR sebesar 25,49 persen. Risiko kredit cenderung menurun tercermin dari rasio NPL baik bruto dan neto masing-masing sebesar 2,65 persen dan 0,75 persen, sementara itu Loan at Risk (LAR) sebesar 15,12 persen. 

“Penurunan risiko kredit tersebut antara lain disebabkan membaiknya kualitas kredit yang direstrukturisasi dampak Covid-19,” ucap Dian.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler