Pernikahan Anak di Indramayu Tinggi, Ini Tanggapan Wakil Rakyat

Pengajuan dispensasi nikah karena banyak calon pengantin perempuannya sudah dalam kea

Lilis Sri Handayani/Republika
Ketua DPD Golkar Kabupaten Indramayu, Syaefudin.
Rep: Lilis Sri Handayani Red: Agus Yulianto

REPUBLIKA.CO.ID, INDRAMAYU -- Tingginya kasus pernikahan anak di Kabupaten Indramayu, mengundang keprihatinan para wakil rakyat. Apalagi, pernikahan itu ‘terpaksa’ dilakukan sebagai akibat pergaulan yang kelewat batas, hingga menyebabkan kehamilan di luar nikah.

Baca Juga


"Ini sangat ironis dan DPRD merasa sangat prihatin," ujar Ketua DPRD Kabupaten Indramayu, Syaefudin, saat ditemui di ruang kerjanya, Kamis (19/1/2023).

Dari data Pengadilan Agama Kabupaten Indramayu, sepanjang 2022, terdapat 572 perkara pengajuan dispensasi nikah. Dari jumlah tersebut, yang diputus/dikabulkan oleh hakim ada 564 perkara.

Hakim yang menangani kasus itu sulit untuk tidak mengabulkan permohonan pengajuan dispensasi nikah karena banyak calon pengantin perempuannya sudah dalam keadaan hamil.

Syaefudin mengungkapkan, kondisi generasi muda saat ini akan menyangkut masa depan dan sumber daya manusia (SDM) Indramayu ke depan. Dia berharap, generasi muda tidak melakukan pergaulan berisiko.

Syaefudin mengatakan, upaya mencegah pernikahan anak yang terjadi sebagai buah dari pergaulan yang kelewat batas, tidak hanya menjadi tanggung jawab salah satu pihak. Namun, semua pihak yang terkait juga harus ikut bertanggung jawab. "Khusus pemerintah juga harus hadir untuk menekan dispensasi nikah," kata Syaefudin.

Salah satu upaya itu di antaranya dengan melahirkan produk hukum. Begitu pula dukungan anggaran.

Ketua Fraksi Merah Putih DPRD Kabupaten Indramayu, Ruswa juga mengaku, sangat sedih dengan banyaknya pernikahan anak, yang dilakukan karena alasan sudah hamil terlebih dulu sebelum menikah.

"Hal tersebut mencerminkan belum berhasilnya kita semua, baik pemerintah, institusi pendidikan dan keagamaan serta para orang tua, dalam membekali nilai-nilai agama dan akhlak bagi mereka," tutur dia.

Ruswa menyatakan, kondisi tersebut harus menjadi refleksi dan evaluasi bersama. Pasalnya, ada masalah besar di hadapan semuanya, yakni pendidikan dan internalisasinya dalam anak-anak didik.

Ruswa mengungkapkan, untuk mencegah terjadinya kasus seperti itu, maka yang dibutuhkan adalah sinergi dan kolaborasi antarsemua komponen, baik pemerintah, institusi pendidikan dan keagamaan serta orang tua dan masyarakat.

"Hal yang paling utamanya, tentunya dalam menyemarakan pendidikan agama dan sama-sama mengontrol pergaulan anak-anak kita," ucap Ruswa.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
 
Berita Terpopuler