Sertifikasi Halal Gratis Dibuka, PPUMI Ajak Pelaku Usaha Penuhi Syarat Self Declare

Indonesia menargetkan menjadi produsen makanan dan minuman halal nomor wahid dunia.

Republika/Putra M. Akbar
Pengunjung melintas di dekat logo halal saat Festival Halal Indonesia di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta, Rabu (14/12/2022). Indonesia menargetkan menjadi produsen makanan dan minuman halal nomor wahid dunia pada 2024.
Rep: Dian Fath Risalah Red: Ahmad Fikri Noor

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Indonesia menargetkan menjadi produsen makanan dan minuman halal nomor wahid dunia pada 2024. Guna mendukung hal tersebut, Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama (Kemenag) memiliki target pencapaian 1 juta Sertifikasi Halal Gratis (Sehati) melalui mekanisme pernyataan pelaku usaha atau self declare.

Baca Juga


Berbeda dengan tahun sebelumnya, Sehati 2023 akan dibuka sepanjang tahun. Sejak awal Januari 2023, pelaku usaha sudah bisa mendaftar sertifikasi halal gratis dengan mekanisme pernyataan pelaku usaha. Ketua Umum Pemberdayaan Perempuan UMKM Indonesia (PPUMI), Munifah Syanwani menilai, kemudahan memperoleh sertifikat halal dengan adanya mekanisme self declare tersebut menguntungkan para pelaku usaha khususnya UMKM kelas mikro dan kecil. Namun, lanjut Munifah, para pelaku usaha harus tetap membekali diri dengan pengetahuan terkait alur dan mekanisme self declare.

“Karena, meskipun ada suatu kemudahan, apalagi tidak berbayar alias gratis, tetapi ada persyaratan yang harus dipenuhi oleh pelaku usaha itu sendiri,” ujarnya saat dikonfirmasi, Rabu (1/2/2023).

Munifah pun mengungkapkan sejumlah persyaratan yang harus diikuti dan dipenuhi oleh para pelaku usaha saat mengajukan sertifikasi halal gratis. Pertama, produk yang diciptakan tidak berisiko, proses produksinya pun sederhana, dan menggunakan bahan-bahan yang dapat dipastikan kehalalannya.

Saat mengajukan pun harus dipastikan omzet penjualan setiap tahunnya adalah Rp 500 juta yang dibuktikan dengan pernyataan mandiri. Modal usahanya pun tidak lebih dari Rp 2 miliar.

Persyaratan selanjutnya adalah memiliki Nomor Induk Berusaha (NIB) atau identitas pelaku usaha yang diterbitkan oleh Lembaga OSS dalam hal ini adalah Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) setelah pelaku usaha melakukan pendaftaran melalui OSS (Online Single Submission).  Produk juga memiliki tempat usaha dan alat proses produksi halal (PPH) yang terpisah dengan tempat dan alat proses produksi yang tidak halal.

“Memiliki atau tidaknya surat izin edar PIRT atau SLHS (Sertifikate Laik Higiene Sanitasi) untuk produk makanan dan minuman dengan daya simpan kurang dari tujuh hari,” ujarnya.

Pelaku usaha juga harus memiliki fasilitas produksi paling banyak satu lokasi dan secara aktif telah memproduksi satu tahun sebelum mengajukan permohonan sertifikasi halal.  “Harus diingat juga, produk yang dihasilkan berupa barang bukan jasa katering atau restoran. Bahan yang digunakan sudah dipastikan kehalalannya,” ucap dia.

Persyaratan lainnya yang harus dipenuhi adalah tidak menggunakan bahan yang berbahaya serta telah diverifikasi kehalalannya oleh pendamping proses produk halal. Kemudian, jenis produksi atau kelompok produk tidak mengandung unsur hewan yang disembelih kecuali yang diproduksi dari rumah potong hewan yang bersertifikat halal.

“Menggunakan peralatan produksi yang sederhana, kemudian proses pengawetan produk yang dihasilkan tidak menggunakan teknik radiasi atau rekayasa genetik dan melengkapi dokumen sertifikasi halal dengan mekanisme pernyataan pelaku usaha secara online melalui SIHALAL,” ujarnya.

Serangkaian persyaratan tersebut, kata Munifah, harus dipenuhi dalam proses mendapatkan sertifikasi halal gratis melalui pola dan/atau mekanisme self declare. Ia menekankan, pada prinsipnya tidak ada persyaratan apapun yang mudah untuk dipenuhi kecuali dengan perjuangan dan kerja keras baik bagi orang yang sudah memiliki pendidikan cukup serta bagi mereka yang memang orientasinya hanya pada usaha bagaimana melanjutkan kehidupan.

“Berbagai persyaratan apapun di zaman digitalisasi seperti sekarang ini boleh dianggap tidaklah mudah, apalagi bagi mereka yang tidak akrab dengan urusan digitalisasi. Karenanya untuk memenuhi kebutuhan itu dibutuhkan sosialisasi yang intensif dan edukasi yang tepat sasaran,” ujarnya.

Munifah menilai, terdapat potensi banyak keluhan dari pelaku usaha perihal persyaratan dalam mekanisme self declare. Menurut Munifah, untuk menjawab keluhan dan kesulitan mereka dalam memenuhi semua persyaratan itu, PPUMI telah bekerja sama dengan Bank Indonesia untuk selalu memberikan sosialisasi dan edukasi melalui pelatihan yang terkait dengan hal tersebut kepada para UMKM khususnya mikro dan kecil.

“Nantinya mereka kami hubungkan juga ke aplikasi langsung yang telah dibuat oleh BPJPH dan tentunya didampingi pula oleh pihak teknis BPJPH,” tuturnya.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler