Israel Berharap Dapat Menormalisasi Hubungan dengan Sudan Secara Penuh Akhir Tahun Ini
Menku Israel melakukan perjalanan satu hari ke Khartoum.
REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM -- Israel berharap dapat menormalisasi hubungan dengan Sudan sepenuhnya pada akhir tahun ini. menteri Luar Negeri Israel, Eli Cohen pada Kamis (2/2/2023), berbicara kepada wartawan setelah melakukan perjalanan satu hari ke Khartoum.
Selama kunjungan di Sudan, Cohen melakukan pertemuan tingkat tinggi dengan para pemimpin militer, termasuk jenderal yang berkuasa, Abdel-Fattah Burhan. "Perjanjian itu diharapkan akan ditandatangani tahun ini dan itu akan menjadi yang keempat," kata Cohen, merujuk pada kesepakatan normalisasi dengan Uni Emirat Arab (UEA), Bahrain, Sudan, dan Maroko yang ditengahi Amerika Serikat pada 2020.
Bagi para jenderal yang berkuasa di Sudan, terobosan dengan Israel dapat membantu meyakinkan negara-negara asing, termasuk Amerika Serikat dan UEA, untuk menyuntikkan bantuan keuangan. Sudan terperosok dalam kebuntuan politik antara gerakan pro-demokrasi yang populer dan angkatan bersenjata negara yang kuat.
Sebelumnya Kementerian Luar Negeri Sudan mengatakan, mereka akan bergerak maju untuk menormalkan hubungan diplomatik penuh dengan Israel. Sudan pertama kali menandatangani perjanjian normalisasi dengan Israel bersama dengan Maroko, Bahrain, dan UEA pada 2020. Kesepakatan ini merupakan bagian dari "Abraham Accords" yang ditengahi AS dan diinisiasi pemerintahan mantan presiden Donald Trump.
Namun, proses normalisasi itu terhenti di tengah meluasnya penentangan rakyat di Sudan. Kudeta militer pada Oktober 2021 yang menggulingkan pemerintah Sudan, membalikkan transisi demokrasi yang rapuh di negara Afrika itu.
Cohen mengatakan, dia mempresentasikan draf perjanjian damai kepada Sudan. Draft ini diharapkan akan ditandatangani setelah pengalihan wewenang kepada pemerintah sipil yang akan dibentuk sebagai bagian dari transisi yang sedang berlangsung di negara itu.
Kementerian Luar Negeri Sudan menambahkan, pembicaraan dengan Israel bertujuan untuk memperkuat kerja sama di berbagai sektor, termasuk keamanan dan militer. Seorang pejabat militer Sudan mengatakan, pembicaraan itu juga bertujuan untuk meredakan kekhawatiran Israel bahwa pemerintahan sipil di Khartoum dapat membalikkan arah normalisasi.
"Kami ingin memastikan bahwa kesepakatan itu akan dilanjutkan bahkan setelah militer menyingkir dari politik," ujar pejabat militer Sudan yang berbicara dengan syarat anonim.
Pada Desember, para jenderal tinggi Sudan dan beberapa kekuatan politik menandatangani kesepakatan untuk menghapus militer dari kekuasaan dan membentuk pemerintahan sipil. Tetapi pembicaraan untuk mencapai kesepakatan perdamaian final dan lebih inklusif tentang transisi masih berlangsung. Sejauh ini, para jenderal belum menyetujui kekuasaan mereka.
Tiga pejabat militer Sudan mengatakan kepada The Associated Press, normalisasi hubungan secara penuh dengan Israel tidak akan tercapai dalam waktu dekat. Normalisasi dengan Sudan sangat penting bagi Israel, kendati Sudan tidak memiliki pengaruh atau kekayaan di antara negara-negara Teluk Arab.
Sudan pernah menjadi salah satu pengkritik Israel paling keras Israel dunia Arab. Pada 1993, AS menetapkan Sudan sebagai negara sponsor terorisme. Pemerintahan Trump menghapus Sudan dari daftar teroris pada 2020. Langkah ini dimaksudkan untuk membantu Sudan menghidupkan kembali ekonominya yang terpukul, serta insentif untuk menormalisasi hubungan dengan Israel.
Sudan menjadi tuan rumah konferensi penting Liga Arab setelah perang Timur Tengah 1967. Dalam konferensi itu, delapan negara Arab menyetujui tiga hal, yaitu tidak ada perdamaian dengan Israel, tidak ada pengakuan atas Israel, dan tidak ada negosiasi. Israel diyakini berada di balik serangan udara di Sudan yang menghancurkan konvoi senjata pada 2009 dan sebuah pabrik senjata pada 2012.