Mantan Politikus Anti-Muslim Belanda Ceritakan Kembali Perjalanannya Menuju Islam
Klaveren berpendapat salah satu pemicu Islamofobia di Eropa adalah budaya massa.
REPUBLIKA.CO.ID, ISTANBUL -- Joram Van Klaveren terkenal sebagai seorang mantan anggota parlemen sayap kanan Belanda dan tangan kanan politikus Islamofobia, Geert Wilders. Kini, ia menceritakan perjalanannya yang sepertinya sulit dipercaya hingga ia beralih ke keyakinan Islam.
Joram Van Klaveren mengatakan dia lahir pada 1979 di Amsterdam dari keluarga Calvinis yang taat. Ia tertarik pada sistem kepercayaan yang berbeda sejak masa mudanya.
"Sebagai anak muda, saya memiliki keraguan tentang teologi agama saya terdahulu, misalnya tentang Trinitas, karena terkadang saya agak bingung. Jika Anda berdoa, kepada siapa say berdoa? Saya tidak tahu sama sekali," kata Klaveren, dikutip di Anadolu Agency, Selasa (21/2/2023).
Ia pun mulai kuliah sambil mencari jawaban atas pertanyaannya tentang agamanya saat itu. Klaveren mengatakan saat itulah serangan teroris 11 September 2001 terjadi.
Kejadian itu seolah membenarkan idenya. Pada 2004, Theo Van Gogh, pembuat film terkenal, dibunuh oleh seorang pria yang menyebut dirinya seorang jihadi.
"Jadi saya pikir, oke, semua orang ini gila, saya harus melakukan sesuatu dan itulah mengapa saya bergabung dengan Partai Kebebasan (Islamofobik Wilders)," lanjutnya.
Pada 2014, dia memutuskan menulis buku untuk memperingatkan orang tentang Muslim. Ia ingin menjelaskan kepada orang-orang yang memilih kelompoknya maupun orang lain, mengapa mereka memiliki ideologi sebagai Partai Kebebasan atau ia sebagai pribadi.
Klaveren berpikir Islam adalah bahaya terbesar di Belanda dan juga di Eropa, bahkan sebenarnya di seluruh dunia. Tapi kemudian, dia keluar dari partai tersebut karena pertengkaran tentang orang Maroko di Belanda.
“Yah, saya lakukan, saya pikirkan semua yang saya bisa untuk melawan Islam. Tapi pada 2014 saya keluar dari partai karena ada argumen tentang orang Maroko," ucapnya.
Selama rapat umum, Wilders disebut mengungkapkan keinginannya agar lebih sedikit orang Maroko di Belanda. Setelahnya ia meminta pendapat setiap orang yang hadir, apakah menginginkan lebih banyak atau lebih sedikit orang Maroko. Atas pertanyaannya, orang-orang pun mulai meneriakkan jawaban mereka yang mendukung lebih sedikit orang Maroko di Belanda.
Ia dan Wilder pun berdebat tentang itu, yang membuatnya meninggalkan partai. Saat itu, ia menyebut dirinya masih sangat anti-Islam, tetapi tidak per anti-Belgia, anti-Kongo, ataupun anti-Maroko.
Setelah keluar dari partai, saat menulis buku anti-Islamnya pada 2014, beberapa pertanyaan tentang agamany kembali muncul. Ia merasa harus membaca ulang hal-hal yang menurutnya ia ketahui tentang agamanya, karena ia akan membuat perbandingan antara konsep Tuhan dalam agamanya sebelumnya dan Islam.
Pada akhirnya, ia berpikir apa yang diyakini Muslim tentang konsep Tuhan lebih logis. Saat melakukan penelitian tentang Islam, ia meminta bantuan dari akademisi Inggris Abdal Hakim Murad, yang sebelumnya dikenal sebagai Timothy John, namun berganti nama setelah masuk Islam.
Menggarisbawahi sebelumnya dia hanya membaca penulis Barat tentang Islam, Klaveren mengatakan Murad menasihatinya untuk hanya membaca sumber-sumber Islam. Hasilnya, ia menemukan perbedaan yang besar.
“Kemudian pada akhirnya saya mendapati hampir dua Islam. Tentu saja hanya ada satu Islam, tapi saya mendapatkan Islam dari Orientalis, Barat, orang-orang yang bukan Muslim dan (kemudian) Islam yang sesungguhnya," ucap dia.
Klaveren juga mengatakan dia menyadari setelah beberapa saat bahwa Islam bukanlah kebohongan. Tetapi dia masih merasa kesulitan untuk menerimanya. Orang-orang di sekitarnya juga tidak menanggapi dengan baik kepindahannya ke Islam.
Semua orang disebut merasa terkejut dan sulit untuk percaya. Bahkan, beberapa orang mengira ia sakit dan beberapa orang lainnya benar-benar mengira ia gila.
Tentang meningkatnya sentimen anti-Muslim di Eropa dalam beberapa tahun terakhir, Klaveren mengatakan salah satu hal yang memicu Islamofobia adalah budaya massa. Ia mencontohkan bagaimana orang Arab dan Muslim terus-menerus ditampilkan sebagai teroris, terutama di film-film Hollywood.
“Saya pikir itu masalah terbesar saat ini, Anda memiliki media. Dan media menggambarkan (ini) karena berita negatif laku," ujarnya.
Jika hal-hal negatif, seperti serangan teroris dan hal-hal semacam itu terus berulang, Klaveren menyebut bisa dipastikan hal ini akan membentuk pikiran banyak orang yang sudah bias.