Dokter Sebut Lebih dari 50 Persen Ibu Hamil di Indonesia tak Sehat
Jumlah ibu hamil yang terkena anemia sebesar 48,9 persen.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perhimpunan Obstetri Ginekolog Indonesia (POGI) menyatakan, penyebab dari tingginya angka kematian ibu (AKI) di Indonesia jauh lebih kompleks. Penyebab tersebut dinilai tidak bisa disamakan dengan negara lain.
"Saya tahu lebih dari 50 persen mereka (ibu hamil) itu tidak sehat, sehingga tidak bisa disamakan dengan ibu-ibu di Eropa, Singapura, atau Malaysia," kata Sekretaris Penurunan Angka Kematian Ibu dan Stunting (Pakias) POGI, dr Dwiana Ocviyanti, dalam Konferensi Pers IDI di Jakarta, Kamis (2/3/2023).
Dwiana mengatakan, berdasarkan hasil Long Form Sensus Penduduk 2020, angka kematian ibu hamil di Indonesia masih mencapai 189 per 100 ribu kelahiran hidup. Angka tersebut ditargetkan pemerintah turun menjadi 183 per 100 ribu kematian hidup pada 2024.
Sayangnya hal tersebut tidak mudah dilakukan karena POGI menilai, kesehatan para ibu hamil di Indonesia belum bisa dikatakan sehat. Sebab, berdasarkan data Riskesdas 2018 jumlah ibu hamil yang terkena anemia sebesar 48,9 persen.
"Walaupun tampaknya turun dari 305 per 100 ribu kelahiran hidup, tapi (angka AKI kita) masih jelek. Kita masih ada di bawah Vietnam, teman kita yang terdekat hanya tinggal Laos. Jadi kalau Malaysia di antara 20-40, dan Singapura 5," kata dia.
Dia mengatakan, tidak semua anemia bisa diselesaikan dengan diberikan tablet tambah darah karena beberapa ibu di antaranya juga mengidap talasemia. Dengan demikian, para dokter harus mendiagnosa lebih jauh penyebab anemia tersebut terjadi.
Dwiana menekankan kunci utama mencegah AKI makin tinggi adalah setiap ibu harus sehat. Sayangnya selain anemia, berdasarkan pantauan POGI banyak ibu hamil yang terkena obesitas, kekurangan energi kronik (KEK). Di sisi lain, seperlima dari ibu hamil yang ada terlalu kurus.
"Seperti yang saya katakan 48,9 persen anemia, 20 persennya obesitas, hampir 20 persen KEK, lima persen sakit jantung, 10 persen hipertensi. Ada lagi lima persen lagi diabetes, kalau dijumlah bisa 100 persen tapi pasti ada yang duplikasi," ujarnya.
Menurutnya, situasi semakin kompleks karena kematian ibu juga disebabkan oleh preeklamsia sebagai pembunuh pada ibu nomor satu di Indonesia. Preeklamsia menyebabkan ibu terkena darah tinggi, merusak berbagai organ seperti otak, ginjal, lever bahkan sistem darahnya.
"Sehingga lebih parah diatasi dibanding hipertensi pada orang tua. Yang saya hadapi begitu, lalu kalau seorang ibu hamil darah tinggi, tiba-tiba bayinya lahir kecil, ada yang meninggal di dalam, kemudian ibunya kejang, koma bayinya akhirnya dilahirkan dalam kondisi prematur dan kecil dan berpotensi stunting," katanya.
Dwiana mengingatkan bahwa semakin berusia, kehamilan ibu semakin berisiko. Untuk itu, keluarga harus memahami bahwa pemeriksaan kehamilan menjadi suatu hal yang sangat penting, agar setiap anomali bisa segera ditangani sesuai diagnosa dokter yang tepat.
"Kami butuh kolaborasi kuat, kita harus bantu Indonesia untuk menyehatkan ibu dengan cara kita meminta bantuan dokter umum untuk ayo skrining, sehingga tidak cukup seorang ibu hamil memeriksakan diri tidak dengan dokter," katanya.