Kronologi Gugatan Partai Prima Hingga Putusan PN Jakpus Instruksikan KPU Tunda Pemilu

Putusan PN Jakpus yang menerima gugatan Partai Prima telah memicu kegaduhan.

Republika/Putra M. Akbar
Ketua Umum Partai Rakyat Adil Makmur (PRIMA) Agus Jabo Priyono (ketiga kiri) bersama Sekjen PRIMA Dominggus Oktavianus Tobu Kiik (ketiga kanan) menyampaikan konferensi pers di Jakarta, Jumat (3/3/2023). Prima mengeklaim materi gugatan partainya yang dilayangkan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat bukan merupakan sengketa pemilu melainkan menggugat KPU atas perkara perbuatan melawan hukum yang menghambat hak politik partainya serta meminta tahapan Pemilu 2024 diulang.
Rep: Febryan A Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) yang memerintahkan KPU menunda Pemilu 2024, membuat publik gaduh. Bahkan, putusan tersebut dicurigai merupakan pesanan dari kelompok yang sejak lama ingin menunda pemilu demi mewujudkan wacana perpanjangan masa jabatan presiden. 

Baca Juga


Putusan atas gugatan perdata yang dilayangkan Partai Rakyat Adil Makmur (Prima) itu tidak muncul begitu saja. Semua bermula ketika KPU RI pada 14 Oktober 2022 menyatakan Prima tidak lolos sebagai peserta Pemilu 2024, karena tidak memenuhi syarat administrasi. 

Prima tidak terima dengan keputusan KPU itu karena merasa partainya memenuhi semua syarat administrasi, termasuk syarat keanggotaan. Prima lantas menggugat keputusan KPU RI itu ke Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI pada 17 Oktober 2022. 

Hasilnya, Bawaslu RI memenangkan Prima dan memerintahkan KPU RI melakukan verifikasi administrasi ulang terhadap partai baru tersebut. KPU RI lantas melaksanakan perintah itu dengan cara mempersilahkan Prima menyerahkan perbaikan berkas selama satu pekan pada pertengahan November. 

Pada 18 November, KPU RI mengumumkan hasil verifikasi administrasi ulang Prima. Ternyata, KPU kembali menyatakan Prima tidak memenuhi syarat administrasi. Terang saja, Prima tak terima. Mereka mengajukan gugatan kembali ke Bawaslu, tapi ditolak karena perkaranya sudah pernah diproses. 

Prima tidak berhenti begitu saja berjuang agar bisa ikut pemilu untuk pertama kalinya. Prima mengambil langkah hukum lanjutan dengan melayangkan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta pada 30 November, yang teregister dengan nomor 425/G/2022/PTUN.JKT. Mereka meminta PTUN membuat putusan yang memerintahkan KPU RI menetapkan Prima sebagai peserta Pemilu 2024. 

Namun, PTUN Jakarta pada 8 Desember 2022 menyatakan tidak menerima gugatan Prima tersebut. PTUN menyatakan tidak berwenang mengadili perkara tersebut karena objek sengketanya adalah Berita Acara (BA) hasil verifikasi administrasi, bukan Surat Keputusan Penetapan Partai Politik Peserta Pemilu 2024. 

Masih pada 8 Desember, Prima mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum (PMH) ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Tergugat dalam perkara perdata ini adalah KPU RI. Dalam petitumnya, Prima meminta agar KPU RI dinyatakan melakukan PMH. Partai yang identik dengan warna biru ini juga meminta agar KPU RI dihukum menghentikan tahapan Pemilu 2024 dan mengulang tahapan pemilu sedari awal. 

Sementara gugatan di PN Jakpus itu berproses, Prima juga menyusun rencana untuk mengajukan gugatan kembali ke PTUN Jakarta. Mereka pun menanti KPU menetapkan partai politik peserta pemilu 2024 agar surat keputusannya bisa dijadikan objek sengketa. 

Selama proses penantian itu, Prima berulang kali menggelar aksi demonstrasi di Kantor KPU RI, Jakarta. Mereka menuntut agar tahapan pemilu dihentikan sementara sampai kerja-kerja KPU diaudit menyeluruh, termasuk penggunaan Sistem Informasi Partai Politik (Sipol) KPU diaudit. Penggunaan Sipol dianggap merugikan Prima karena sering eror dan tidak akurat selama proses verifikasi administrasi. 

Pada 14 Desember 2022, KPU RI menetapkan 23 partai politik sebagai peserta Pemilu 2024. Tentu saja Prima bukan salah satu di antaranya. 

Prima lantas mengajukan gugatan kembali ke PTUN Jakarta dengan objek sengketa SK Penetapan Partai Politik Peserta Pemilu 2024. Gugatan yang diajukan pada 26 Desember itu terdaftar dengan nomor 468/G/SPPU/2022/PTUN.JKT. Prima meminta PTUN Jakarta membatalkan SK penetapan tersebut dan memerintahkan KPU RI menetapkan Prima sebagai peserta Pemilu. Namun, PTUN menolak gugatan Prima. 

Pada titik ini, Prima sebagian kalangan berkesimpulan bahwa Prima sudah sah gagal menjadi peserta Pemilu 2024. Sebab, semua jalur hukum penyelesaian sengketa proses pemilu sebagaimana diatur dalam UU Pemilu (via Bawaslu dan PTUN) sudah ditempuh Prima. Publik saat itu tidak menyadari bahwa Prima sedang mengajukan gugatan lain di PN Jakpus. 

Hingga akhirnya PN Jakpus membacakan putusan pada Kamis (2/3/2023) kemarin, barulah publik heboh. PN Jakpus ternyata mengabulkan gugatan Prima untuk seluruhnya. Majelis hakim dalam putusannya menyatakan KPU RI melakukan perbuatan melawan hukum (PMH). 

Majelis hakim menghukum KPU RI untuk menghentikan tahapan Pemilu 2024 dan mengulang tahapan pemilu sedari awal dalam kurun waktu 2 tahun 4 bulan 7 hari sejak putusan dibacakan. Artinya, pemilu yang sejatinya digelar 14 Januari 2024 ditunda menjadi Juli 2025. 

 

 

Ketua Umum Prima Agus Jabo Priyono mengatakan, pihaknya memang meminta PN Jakpus memerintahkan KPU mengulang tahapan Pemilu 2024. Sebab, hanya dengan mengulang tahapan pemilu lah partainya bisa mengikuti proses verifikasi lagi, sehingga bisa menjadi partai politik peserta pemilu. 

"Bagaimana caranya kita bisa ikut Pemilu 2024, ya mengulang proses dan tahapan pemilu," kata Jabo saat konferensi pers di Kantor DPP Prima, Jakarta, Jumat (3/3/2023). Mantan aktivis '98 ini meminta semua pihak menghormati putusan PN Jakpus tersebut.  

Sementara itu, KPU RI menyatakan akan mengajukan banding ke pengadilan tinggi. Terkait perintah mengulang atau menunda Pemilu, KPU RI tidak akan menjalankannya. KPU RI tegas menyatakan akan tetap melaksanakan tahapan Pemilu 2024 dengan menggunakan landasan hukum Peraturan KPU Nomor 33 Tahun 2022 tentang Tahapan dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilu 2024. Sebab, beleid tersebut tidak dibatalkan oleh putusan PN Jakpus.

Manuver politik 

Sejumlah pakar hukum tata negara dan pakar hukum pemilu menilai putusan PN Jakpus itu bertentangan dengan konstitusi. Sebab, UUD 1945 mengamanatkan agar pemilu digelar setiap lima tahun sekali. Periodisasi lima tahunan itu jatuh pada tahun 2024. Para pakar itu juga menyebut majelis hakim PN Jakpus telah membuat putusan yang melampaui kewenangannya. 

Dari sisi politik, sejumlah pihak menduga ada kekuatan tertentu yang bergerak di balik putusan kontroversial PN Jakpus tersebut. Organisasi pemantau pemilu Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP), misalnya, menduga putusan itu merupakan pesanan dari kelompok yang selama ini ingin menunda pemilu. 

Wakil Ketua Komisi 2 DPR dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Yanuar Prihatin juga mencium bau busuk di balik putusan tersebut. Dia menduga, putusan itu dibuat atas persekongkolan sejumlah pihak dengan kelompok atau kekuatan yang menghendaki Pemilu 2024 ditunda. 

"Kekuatan ini tak berhenti untuk mencari celah penundaan pemilu 2024," kata Ketua DPP PKB itu lewat keterangan tertulisnya. "Setelah MK dilibatkan, kini pengadilan diajak juga ikut serta dalam persekongkolan, pintu masuknya lewat parpol yang tidak lolos verifikasi." 

Sebagai catatan, putusan PN Jakpus ini muncul saat isu perpanjangan masa jabatan presiden lewat penundaan pemilu masih sayup-sayup terdengar. Isu tersebut sebenarnya sudah bergulir sepanjang tahun 2022. 

Pada 2022, isu tersebut awalnya dilontarkan oleh sejumlah menteri Jokowi dan tiga ketua umum partai yang tergabung dalam koalisi Pemerintahan Jokowi. Isu itu juga sempat diamplifikasi oleh Ketua DPD dan Ketua MPR. Adapun Presiden Jokowi sendiri diketahui telah berulang kali menegaskan bahwa dirinya patuh terhadap konstitusi terkait masa jabatan presiden. 

Presiden keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ikut angkat bicara terkait putusan penundaan Pemilu 2024 ini. SBY bertanya-tanya apa yang sebenarnya sedang terjadi sampai muncul putusan yang tak masuk akal sehat itu. 

Menurut SBY, bangsa Indonesia sedang diuji. Dia juga menyebut ada banyak godaan. Namun, dia tidak menyebutkan godaan seperti apa dan siapa yang tergoda. Kendati begitu, purnawirawan jenderal TNI itu menyampaikan peringatan.  

"Bangsa ini tengah diuji. Banyak godaan. Tapi, ingat rakyat kita. Jangan ada yang bermain api, terbakar nanti. Jangan ada yang menabur angin, kena badai nanti," kata Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat itu. 

Pemerintah lewat Menkopolhukam Mahfud MD telah menyatakan bahwa mendukung KPU mengajukan banding dan melawan putusan PN Jakpus itu "secara habis-habisan". Mahfud juga tegas menyatakan PN Jakpus tidak punya wewenang memutuskan penundaan pemilu.

 

Ilustrasi Jokowi dan Pemilu - (republika/mardiah)

 

 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler