Perawatan Kanker Prostat Bisa Ditunda, Peneliti: Tetap Punya Peluang Hidup

Orang yang didiagnosis menderita kanker prostas, disarankan tak panik.

www.freepik.com.
Penderita kanker prostat (ilustrasi). Sebuah studi yang dilakukan selama beberapa dekade menemukan bahwa pria dengan kanker prostat bisa menunda atau melewatkan perawatan yang berat.
Rep: Rahma Sulistya Red: Qommarria Rostanti

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebuah studi yang dilakukan selama beberapa dekade menemukan bahwa pria dengan kanker prostat bisa menunda atau melewatkan perawatan yang berat. Mereka bisa untuk tidak melakukan pembedahan atau radiasi, dan tetap memiliki peluang untuk bertahan hidup.

Baca Juga


Kanker yang mereka derita akan dipantau secara aktif setelah diagnosis, tanpa perlu melakukan pengangkatan prostat atau paparan radiasi energi tinggi. Karena perawatan semacam itu dapat menyebabkan efek samping jangka panjang seperti kebocoran urin, disfungsi ereksi, dan masalah lain dengan fungsi kemih, usus, dan seksual.

“Kabar baiknya adalah jika seseorang didiagnosis menderita kanker prostat, jangan panik, dan luangkan waktu untuk membuat keputusan tentang bagaimana melanjutkannya,” ujar penulis studi utama itu Prof dr Freddie Hamdy, dilansir laman Live Science, Rabu (22/3/2023).

Yang terpenting, saran ini hanya berlaku untuk orang dengan kanker prostat risiko rendah atau menengah. “Mereka dengan kanker risiko tinggi masih memerlukan perawatan yang cepat dan agresif,” kata profesor operasi dan urologi Universitas Oxford itu.

Studi baru yang diterbitkan Sabtu (11/3/2023) di New England Journal of Medicine ini melibatkan lebih dari 1.600 pria di Inggris. Mereka telah didiagnosis menderita kanker prostat, dan berusia antara 50 hingga 69 tahun pada dimulainya penelitian.

Pasien-pasien ini secara acak dibagi menjadi tiga kelompok yang menerima perawatan kanker berbeda. Sepertiga menjalani pengangkatan prostat, sepertiga mendapatkan radiasi dalam kombinasi dengan pengobatan pemblokiran hormon jangka pendek, dan sepertiga menjalani pemantauan aktif.

Selama penelitian, yang dimulai pada 1999, pengawasan aktif secara teratur mengukur kadar protein tertentu dalam darah pasien. Tingkat protein yang disebut prostat-specific antigen (PSA), cenderung meningkat seiring perkembangan kanker prostat.

“Saat ini, pengawasan aktif dapat melibatkan tes tambahan, seperti pemindaian magnetic resonance imaging (MRI) prostat dan pengujian genetik,” kata direktur medis Pusat Kanker Tulane, dr Oliver Sartor.

Para peneliti memantau setiap peserta selama 11 hingga 21 tahun pasca diagnosis, dan menemukan bahwa semua pasien memiliki risiko kematian yang sama rendahnya, terlepas dari perawatan yang mereka terima. Secara keseluruhan, 45 peserta atau 2,7 persen meninggal karena kanker prostat. Ini termasuk 12 orang (2,2 persen) dalam kelompok operasi, 16 orang (2,9 persen) pada kelompok radiasi, dan 17 orang (3,1 persen) dalam kelompok pemantau aktif. Perbedaan kecil ini tidak dianggap signifikan secara statistik.

Selama kira-kira 15 tahun masa tindak lanjut, sekitar 330 laki-laki atau 60 persen dalam kelompok pemantauan, akhirnya menjalani operasi atau pengobatan radiasi. Tapi menunggu untuk mendapatkan pengobatan tampaknya tidak berdampak pada risiko kematian mereka.

Selanjutnya, 133 orang dalam kelompok pemantauan tidak pernah menjalani operasi, radiasi, atau terapi pemblokiran hormon, dan masih selamat. Pada 15 tahun pasca diagnosis, kanker telah bermetastasis atau menyebar, pada 9,4 persen dari kelompok pemantauan aktif, lalu 4,7 persen dari kelompok operasi, dan 5 persen dari kelompok radiasi.

“Namun, kelompok pemantau mungkin bernasib lebih baik jika penelitian dilakukan dengan metode pengawasan saat ini,” ujar seorang spesialis kanker prostat di NYU Langone Health, dr Stacy Loeb, yang tidak terlibat dalam penelitian itu. Saat ini, ada lebih banyak cara untuk membantu mengetahui cara penyakit ini berkembang sebelum menyebar.

Penting untuk dicatat bahwa sebagian besar pasien percobaan berada pada risiko rendah atau risiko menengah yang menguntungkan, dan saat ini dianggap sebagai kandidat yang tepat untuk pengawasan aktif. Dan hanya sebagian kecil dari peserta studi yang dianggap berisiko tinggi dan membutuhkan perawatan segera.

Secara umum, diagnosis kanker prostat berisiko tinggi hanya mencakup 15 persen dari kasus yang ada. Jadi, sebagian besar, kanker prostat berisiko rendah hingga menengah.

Untuk pasien berisiko rendah, potensi risiko dan manfaat pembedahan hingga radiasi harus ditimbang dengan hati-hati. “Karena terapi yang lebih agresif dapat mengakibatkan lebih banyak kerugian daripada kebaikan,” kata penulis penelitian menyimpulkan.

 

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler