Kala Dewas KPK 'Iri' kepada Kejagung yang Kerap Garap Kasus Kakap
Dewan Pengawas menyoroti jarangnya KPK saat ini menggarap kasus korupsi besar.
REPUBLIKA.CO.ID, oleh Flori Sidebang, Bambang Noroyono
Ketua Dewan Pengawas (Dewas) KPK Tumpak Hatorangan Panggabean menyoroti KPK yang kini jarang menggarap kasus-kasus korupsi besar atau yang dulu diistilahkan sebagai 'the big fish'. Tumpak pun menyinggung aparat penegak hukum lain yakni Kejaksaan Agung (Kejagung) yang belakangan sukses menyidik kasus korupsi kakap hingga para terdakwanya kemudian divonis bersalah di persidangan.
"KPK bisa kok, harusnya bisa, menurut saya harusnya bisa seperti yang dilakukan oleh Kejaksaan Agung itu," kata Tumpak dalam video yang diunggah dalam kanal Youtube KPK RI, Senin (27/3/2023).
Tumpak juga mengharapkan agar kinerja KPK tidak kalah dengan Kejaksaan Agung yang dinilai lebih banyak menangani kasus besar. Menurut dia, KPK juga memiliki kemampuan dan kualitas yang memadai untuk mengungkap kasus 'the big fish'.
Tumpak mengaku tidak mengetahui pasti penyebab kurang berhasilnya KPK mengungkap kasus korupsi besar. Ia pun berharap ke depannya KPK semakin banyak menggarap kasus korupsi besar sehingga kepercayaan publik terhadap lembaga antikorupsi itu bisa tetap terjaga.
"Harapan saya sebetulnya kita harus beranilah mengungkapkan kasus-kasus yang besar yang menarik perhatian masyarakat, yang bisa dirasakan oleh masyarakat manfaatnya," ujar Tumpak.
Menurut Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI), kondisi KPK saat ini akibat dari lembaga antirasuah tersebut lebih fokus melakukan operasi tangkap tangan (OTT). "KPK hanya fokus tentang OTT, pasal yang diterapkan Pasal 5 tentang Suap, Pasal 11 Gratifikasi dan Pasal 12 juga Penerimaan Hadiah dan juga Pemerasan," kata Koordinator MAKI, Boyamin Saiman di Jakarta, Senin (27/3/2023).
Boyamin mengatakan, kasus dari OTT biasanya berkaitan dengan penerimaan suap atau gratifikasi. Menurut dia, proses hukum yang dilakukan cenderung mudah lantaran KPK hanya perlu membuat bukti.
"Jadi, mau mengincar orang kalau enggak jadi diberikan uangnya kan enggak jadi ada bukti bahwa terjadi adanya suap. Jadi ini sesuatu yang (istilahnya) membuat bukti, jadi gampang," ujar Boyamin.
Boyamin menjelaskan, ada perbedaan antara KPK dan Kejagung. Dia menyebut, Korps Adhyaksa lebih fokus pada penanganan perkara dengan penerapan pasal kerugian negara.
"Nah, Kejaksaan Agung bedanya adalah selalu berkontribusi atau berkutat di Pasal 2 dan Pasal 3 (tentang kerugian negara dalam) Undang-Undang Pemberantasan Korupsi, Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Korupsi dan segala perubahannya," ungkap dia.
Boyamin menegaskan, pencarian bukti dalam penerapan dua pasal ini lebih sulit dibandingkan dengan kasus suap. Sebab, jelas dia, Kejaksaan Agung harus mencari perbuatan melawan hukum yang sudah terjadi sebelumnya.
"Kalau Pasal 2 dan Pasal 3 ini adalah mencari bukti dan menemukan bukti, karena apa? Korupsinya sudah terjadi, bisa jadi lima tahun yang lalu, 12 tahun yang lalu, setahun yang lalu, peristiwanya sudah terjadi, dan kemudian harus menemukan dan mencari alat bukti," jelas dia.
"Jadi, otomatis dengan demikian, ketika Kejaksaan Agung itu fokus dan konsentrasi di situ maka lama lama dia akan pasti menemukan ikan besar, dan itu terbukti," tambah Boyamin menjelaskan.
Sebelumnya, Ketua KPK Firli Bahuri mengungkapkan, pihaknya tetap melakukan penindakan terhadap tindak pidana korupsi, meski hingga Maret 2023 belum ada OTT. Dia menyebut, penindakan itu terbukti dari banyaknya surat perintah penyidikan (sprindik) yang sudah ditandatangani pimpinan.
"Tahun 2023 sekarang ini belum ada yang kena tangkap tangan. Belum ada ya, saya ngomong belum ada, tapi surat perintah penyidikan sudah cukup banyak juga yang kita keluarkan," kata Firli acara Rakor Pimpinan/Lembaga Program Pemberantasan Korupsi Pemda dan Peluncuran Indikator MCP Tahun 2023 di Jakarta, Selasa (21/3/2023).
Meski demikian, Firli tak memerinci jumlah sprindik yang telah dikeluarkan pihaknya. Dia hanya mengingatkan agar pemerintah daerah tak melakukan korupsi. Sebab, ia mengungkapkan, KPK menangani kasus yang sebagian besar menjerat pejabat daerah.
"Kasus korupsi terjadi 54 persen itu di pemerintah daerah. Kita bagi lagi dua 34 persen terjadi di provinsi, 41 persen terjadi di kabupaten/kota. Ini fakta," ungkap dia.
Firli pun berharap agar tidak ada lagi kepala daerah yang terjerat kasus korupsi. Ia meminta kepada seluruh pejabat pemerintahan menjauhi praktik rasuah.
"Saya minta tambahan wali kota, gubernur, bupati tidak bertambah lagi (yang terjaring kasus korupsi). Tapi tidak bertambah bukan karena bapak akal-akalan, tapi bapak betul-betul sudah melaksanakan sistem tata kelola pemerintahan yang bersih dan baik," tegas dia.
Berdasarkan survei terbadu Indikator Politik Indonesia, Kejaksaan Agung (Kejakgung) menjadi lembaga penegakan hukum yang paling dipercaya saat ini. Survei sepanjang periode Februari-Maret 2023 itu menghasilkan tingkat kepercayaan publik terhadap Korps Adhyaksa, mencapai 72,6 persen. Pun itu belum menghitung 7,4 persen masyarakat Indonesia yang sangat percaya.
Dari presentasi hasil survei yang disampaikan Direktur Eksekutif Indikator Burhanuddin Muhtadi, Ahad (26/3/2023), menempatkan Kejagung di posisi teratas di antara empat lembaga penegak hukum yang menjadi objek sigi. “Tingkat kepercayaan terhadap lembaga dalam penegakan hukum hanya 16,2 persen yang kurang percaya dengan Kejaksaan Agung,” kata Burhanuddin.
Di bawah Kejagung, di urutan kedua lembaga Pengadilan mendapatkan tingkat kepercayaan publik hanya 68,5 persen, dan 20 persen menyatakan kurang percaya dengan lembaga yudikatif tersebut.
Masih dalam kategori hasil survei kepercayaan publik terhadap lembaga penegakan hukum, peran Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang terus merosot. Burhanuddin mengungkapkan, dari hasil survei yang sama tingkat kepercayaan masyarakat terhadap KPK dalam penegakan hukum saat ini cuma 65,1 persen, dan 23,6 persen kurang percaya. Menyusul Kepolisian di posisi keempat paling buncit sebagai lembaga penegakan hukum dengan tingkat kepercayaan 59,8 persen, dan angka kurang percaya 27,7 persen.
Masih dalam survei yang sama, dalam kategori tingkat kepercayaan masyarakat terhadap lembaga, juga menempatkan Kejagung sebagai salah-satu organ negara dengan tingkat kepercayaan tinggi di urutan ketiga. Kejagung memiliki reputasi sebagai lembaga terpercaya dengan tingkat kepercayaan mencapai 68,3 persen.
Posisi tersebut berada di bawah Presiden sebagai lembaga terpercaya kedua setelah Tentara Nasional Indonesia, dengan tingkat kepercayaan masing-masing 69,4 persen, dan 69,5 persen. Persentase kepercayaan terhadap Kejakgung itu, pun lebih tinggi dari KPK dan Polri.
KPK dan Polri berada di urutan keenam dan kedelapan sebagai lembaga terpercaya dengan tingkat kepercayaan terhadap KPK cuma 62,4 persen dan 60,5 persen. Lalu bagaimana dengan reputasi lembaga penegal hukum dalam hal pemberantasan korupsi? Survei Indikator juga menunjukkan saat ini Kejagung sebagai lembaga yang paling dipercaya dalam urusan pemberatasan korupsi.
Dari hasil survei yang sama, tingkat kepercayaan terhadap Kejagung dalam hal pemberantasan korupsi mencapai 68,8 persen. Sedangkan, KPK cuma 63,7 persen, dan Polri paling rendah 58,2 persen untuk dipercaya dalam hal pemberantasan korupsi.
“Dalam hal penegakan hukum, Kejaksaan Agung dan Kepolisian sebenarnya cenderung meningkat kepercayaannya. Sementara KPK tampak adanya penilaian negatif yang menguat. Begitu juga dalam hal pemberantasan korupsi,” kata Burhanuddin.
Survei Indikator kali ini dilakukan dalam dua periode. Periode 9 sampai 16 Februari 2023 dengan mengambil pendapat dari sebanyak 1.220 responden secara proporsional di seluruh provinsi Indonesia.
Metode pengambilan pendapat para responden dengan cara simple random sampling, Indikator mengeklaim tingkat margin of error dalam jajak pendapat periode pertama ini mencapai 2,9 persen dengan tingkat akurasi data mencapai 95 persen. Adapun survei periode kedua dilakukan pada 12-18 Maret 2023 dengan 800 responden. Metode yang sama, Indikator mengeklaim margin of error periode kedua yang dilakukan mencapai 3,5 persen, dan kepercayaan 95 persen.